Pilih surga atau neraka ? Jika pertanyaan tersebut disampaikan kepada manusia, dengan pengetahuan yang seadanya, dengan bekal info minim bahwa surga itu nikmat dan neraka itu menyeramkan, maka dengan lantang manusia pasti akan memilih surga. Tapi, tahukah kita bahwa jalan menuju surga itu sulit dan jalan menuju neraka begitu mudah.
Dari Abu Hurairah RA. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : "Ketika ALLAH SWT. menciptakan surga, Dia berfirman kepada Jibril, 'Pergi dan lihatlah (surga itu).' Jibril pun pergi untuk melihatnya. Jibril kembali seraya berkata, 'Tuhanku, demi keperkasaan-Mu, tidak seorang pun mendengar (tentang surga itu) kecuali dia (ingin) memasukinya.' Kemudian ALLAH SWT. mengelilingi (surga) dengan kesulitan-kesulitan (untuk mencapainya) dan berfirman kepada Jibril, 'Wahai Jibril ! Pergi (lalu) lihatlah (surga itu).' Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, 'Tuhanku, demi keperkasaan-Mu, sungguh aku khawatir tidak seorang pun yang (dapat) memasukinya." 

Rasulullah SAW. juga bersabda : "Tatkala ALLAH SWT. menciptakan neraka, Dia berfirman, 'Wahai Jibril ! Pergi (lalu) lihatlah (neraka itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, demi keperkasaan-Mu dan kemuliaan-Mu, tidak seorang pun mendengar (tentang neraka itu) kecuali ia tidak berkeinginan untuk memasukinya.' Kemudian ALLAH SWT. mengelilingi (neraka itu) dengan keinginan-keinginan syahwati dan berfirman kepada Jibril, 'Wahai Jibril ! Pergi dan lihatlah neraka itu.' Jibril pun pergi untuk melihatnya. Kemudian ia kembali dan berkata, 'Wahai Tuhanku, demi keperkasaan-Mu dan kemuliaan-Mu, sungguh aku khawatir bahwa tidak akan tersisa seorang pun kecuali akan memasukinya." (Abu Daud)

Surga dan neraka diibaratkan sebagai hadiah / ganjaran bagi setiap orang yang telah menjalani proses ujian. Dan yang lebih ditekankan bahwa hidup di dunia ini setiap detiknya adalah ujian. Ujian yang hasilnya akan dipertanggung jawabkan di hadapan ALLAH SWT. kelak di akhirat. Itu artinya, setiap hari kita harus menerima dan mengatasi berbagai ujian yang diberikan oleh ALLAH SWT.

Jangan dibayangkan bahwa ujian itu selalu hal yang pasti sulit dan menderita, adakalanya ujian yang diberikan ALLAH SWT. justru kita rasakan sebagai nikmat dan istimewa. Memang benar, ujian yang mendera kita berupa rasa sakit dan kesulitan ekonomi seringkali membuat kita harus lebih banyak bersabar dan berdoa untuk tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kekufuran. Tapi, jangan dibayangkan pula jika kita diberikan kesehatan, kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan adalah semata sebagai kebahagiaan, karena sejatinya itu juga merupakan ujian dari ALLAH SWT. Sebab, siapa tahu dikala kita sehat tapi tidak bersyukur kpd ALLAH SWT., kita kaya raya tapi kikir, kita tenar tapi merendahkan orang lain, kita berkuasa tapi dzalim.

Ini akan semakin meneguhkan bahwa selama kita masih hidup, ujian akan selalu datang menghampiri kita. Karena hidup itu sendiri adalah ujian. Tinggal bagaimana kita menyikapinya dan menjadikan kehidupan ini lebih bermakna berlandaskan keimanan kepada ALLAH SWT. Dzat yang telah menciptakan kita dan seluruh alam ini, termasuk surga dan neraka.

Pertanyaannya sekarang apakah ada yang mau menjadi penghuni surga ? Kalau mau menjadi penghuni surga, maka dalam setiap kehidupan kita pastikan selalu dalam koridor syariat ALLAH SWT., yakni Islam. Bukan yang lain. Landasan berbuat kita adalah halal-haram menurut ajaran Islam. Penilaian kita terhadap suatu perbuatan apakah baik-buruk atau terpuji-tercela juga wajib mengikuti aturan baku yang ditetapkan Islam. Bukan yang lain.

Berikut ini adalah syaratnya untuk menjadi Penghuni Surga :
  1. Beriman kepada ALLAH SWT.
  2. Berilmu agar bisa membedakan mana yang salah dan benar—baik ilmu agama maupun ilmu umum.
  3. Beramal baik.
  4. Berdakwah, yakni melakukan amar ma’ruf (mengajak kebaikan) sekaligus nahyi munkar (melarang kemungkaran) baik melalui lisan maupun tulisan dan sarana lainnya.
  5. Ikhlas dalam setiap amal kita.
Semoga kita menjadi salah satu penghuni surga-Nya kelak. Mulai sekarang mari kita cintai Islam, pelajari, pahami, dan amalkan ajarannya. Jangan lupa semarakkan syiarnya dengan dakwah. Jangan kalah dengan syiar yang miskin manfaat apalagi syiar yang sudah jelas maksiat kepada ALLAH SWT. Hidup kita di dunia ini cuma sekali dan sementara pula. Waktu kita makin berkurang setiap detik, maka mari berlomba dalam kebaikan untuk mendapat ridho-Nya.

Wallahu A'lam Bish-Shawab. ***


by
u-must-b-lucky


Banyak sekali ayat ataupun hadits-hadits Rasulullah, yang menyatakan tentang perbandingan antara keutamaan dan kenikmatan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia, yang mana akan didapati betapa jauhnya kemuliaan diantara keduanya, bahkan tidak sedikit akan adanya celaan terhadap kehidupan dunia.

Akan tetapi celaan tersebut tidaklah ditujukan kepada siang dan malamnya, bumi tempat dunia ini berada, lautan, sungai-sungai, hutan dan yang lainya karena semua itu adalah nikmat Allah bagi hamba-hamba Nya, tetapi celaan itu ditujukan kepada polah tingkah anak Adam dan penghuninya terhadapnya. Allah Ta’ala berfirman:


 ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٌ۬ وَلَهۡوٌ۬ وَزِينَةٌ۬ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٌ۬ فِى ٱلۡأَمۡوَٲلِ وَٱلۡأَوۡلَـٰدِ‌ۖ
Ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri diantara kalian dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak.” (QS. Al-Hadid: 20)

Dan ditegaskan secara jelas oleh Allah Ta'ala dalam firman Nya:


وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَعِبٌ۬ وَلَهۡوٌ۬‌ۖ وَلَلدَّارُ ٱلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ‌ۗ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[3]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An'am: 32)

Dunia ini hanyalah jalan menuju surga dan neraka, tempat manusia mengumpulkan perbekalan untuk menuju kehidupan abadi, dan bertemu Allah Ta’ala Sang Pencipta alam semesta, Yang akan menilai dan menerima bekal tersebut serta mengganjarnya, jika baik maka nikmat surga yang akan ia dapatkan dan jika buruk maka azdab yang pedihlah yang akan dirasakan.

SIKAP MANUSIA TERHADAP KEHIDUPAN DUNIA
Pertama; Orang-orang yang mengingkari adanya negeri pembalasan setelah alam dunia. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman:


إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطۡمَأَنُّواْ بِہَا وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَـٰتِنَا غَـٰفِلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tentram dengan kehidupan itu serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami , mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7)

Kedua; Orang-orang yang meyakini adanya alam pembalasan setelah kematian. Merekalah orang-orang Yang mengikuti para Rasul. Dalam hal ini mereka tergolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Zhalimun linafsih
Orang yang menzhalimi diri sendiri. Bagi mereka dunia adalah segalanya, terbuai oleh keindahannya yang menipu. Mereka ridha, murka, setia (berwala’) dan benci (bara’) karena tendensi dan motivasi dunia semata. Mereka beriman kepada akhirat secara global tetapi mereka tidak mengerti tujuan hidup didunia, bahwa tidak lain ia adalah suatu tempat untuk berbekal menuju kehidupan berikutnya.

2. Muqtashid 
Mereka adalah orang-orang yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan, mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, akan tetapi membiarkan dirinya bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman akan tetapi derajat mereka rendah. Umar bin Khattab berkata : “Seandainya derajat surgaku tidak dikurangi pasti aku akan menantang kalian dalam hal kehidupan dunia. Tetapi aku mendengar Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya:

وَيَوۡمَ يُعۡرَضُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ عَلَى ٱلنَّارِ أَذۡهَبۡتُمۡ طَيِّبَـٰتِكُمۡ فِى حَيَاتِكُمُ ٱلدُّنۡيَا وَٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِہَا فَٱلۡيَوۡمَ تُجۡزَوۡنَ عَذَابَ ٱلۡهُونِ بِمَا كُنتُمۡ تَسۡتَكۡبِرُونَ فِى ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَبِمَا كُنتُمۡ تَفۡسُقُونَ
”Dan [ingatlah] hari [ketika] orang-orang kafir dihadapkan ke neraka [kepada mereka dikatakan]: "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu [saja] dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik". (QS. Al-Ahqaf: 20)

3. Sabiqun bil khairat bi idznillah.
Mereka adalah orang-orang yang paham tujuan dari dunia dan beramal sesuai dengannya. Mereka mengerti bahwa Allah menempatkan hamba-hambaNya dinegeri ini untuk diuji, siapa yang paling baik amalnya, yang paling zuhud kapada dunia dan paling cinta kepada akhirat. Golongan yang ketiga ini merasa cukup dengan mengambil dunia sekadar sebagai bekal seorang musafir. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
 
 إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةً۬ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّہُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلاً۬
Dan sesungguhnya Kami jadikan apa saja yang ada dimuka bumi ini sebagai hiasan baginya, supaya kami uji siapa diantara mereka yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Kahfi: 7)

BAHAYA MENCINTAI DUNIA
Cinta dunia akan melengahkan seseorang dari cinta kepada Allah Ta’ala dan berdzikir kepadaNya, barang siapa dilengahkan oleh harta bendanya dia termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi. Dan hati, jika telah lalai dari dzikrullah, pasti akan dikuasai setan dan disetir sesuai kehendaknya. Setan akan menipunya sehingga ia merasa telah mengerjakan banyak kebaikan padahal ia baru melakukan sedikit saja atau bahkan tidak melakukannya sama sekali.

Abdullah bin Mas’ud pernah berkata : ”Bagi semua orang dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan”. Ulama yang lain berkata : ”Cinta dunia itu pangkal dari segala kesalahan dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai sisi, diantaranya :

Pertama; berakibat pengagungan terhadap dunia secara berlebihan, padahal ia di sisi Allah sangatlah remeh, adalah termasuk dosa yang sangat besar mengagungkan sesuatu yang di anggap remeh oleh Allah.

Kedua; Allah telah melaknat, memurkai dan membencinya, kecuali yang ditujukan untuk Allah. barang siapa mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai dan dibenci Allah berarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa dan kemurkaan dari Allah.

Ketiga; orang yang cinta dunia akan lebih cenderung menjadikannya sebagai tujuan akhir dari segalanya, sehinggga ia terjatuh dalam kesalahan, yaitu menjadikan sarana sebagai tujuan dan berusaha untuk mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Allah Ta’ala berfirman

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَہَا نُوَفِّ إِلَيۡہِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِيہَا وَهُمۡ فِيہَا لَا يُبۡخَسُونَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ لَيۡسَ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ‌ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيہَا وَبَـٰطِلٌ۬ مَّا ڪَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan.” (QS. Hud: 15-16

Demikianlah bahwa cinta dunia dapat menghalangi seseorang dari pahala, merusak amal, bahkan bisa menjadikannya orang yang pertama kali masuk neraka.

Keempat; mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat, ia akan sibuk dengan apa yang dicintainya. Ada yang disibukkan oleh kecintaannya dari iman dan syari’at, dari kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia laksanakan, atau dalam waktu yang tidak tepat, atau hanya sebatas pelaksanaan lahiriahnya saja, paling tidak kecintaanya terhadap dunia akan melalaikan hakikat kebahagiaan seorang hamba yaitu kosongnya hati selain untuk mencintai Allah dan diamnya lisan selain berdzikir kepadaNya, juga ketaatan hati dan lisan dengan Rabbnya.

Kelima; berlebihan mencintai dunia akan menjadikan harapan utama pelakunya ketika hidup adalah dunia itu sendiri.

Keenam; orang yang berlebihan mencintai dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat. Didunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Adapun di alam barzakh mereka diazab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Di sana tidak sesuatupun yang menggantikan kedudukan kecintaannya kepada dunia, kesedihan, kedukaan, dan kerugian terus-menerus mencabik-cabik ruhnya, seperti halnya cacing dan belatung melakukan hal yang sama kepada jasadnya, demikianlah pecinta dunia akan di azab dikuburnya, dan juga pada hari akhirat nanti yaitu pada hari pertemuan dengan Rabbnya. Allah Ta’ala berfirman 



فَلَا تُعۡجِبۡكَ أَمۡوَٲلُهُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُهُمۡ‌ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَہُم بِہَا فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَتَزۡهَقَ أَنفُسُہُمۡ وَهُمۡ كَـٰفِرُونَ
Janganlah engkau ta’jub dengan harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah: 55
Menafsirkan ayat diatas sebagian ulama salaf berkata :”Mereka diazab dengan jerih payah dan kerja keras dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah sehubungan dengan kemegahan dunia itu”.

Ketujuh; orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya dari pada akhirat adalah makhluk yang paling tidak mengerti, bodoh, dungu dan tidak berakal. Karena mereka lebih mendahulukan khayalan dari pada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi dan mendahulukan negeri yang fana dari pada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal itu dengan kenikmatan yang semu. Manusia yang berakal cerdas (baca : bertaqwa) tentunya tidak akan tertipu dengan hal semacam ini. 
Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah bayang-bayang, disangka memiliki hakikat yang tetap padahal tidak demikian. Dikejar untuk digapai, sudah pasti tidak akan pernah sampai.

Dunia juga sangat mirip dengan ‘FATAMORGANA’, orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, padahal jika ia mendekatinya ia tidak akan mendapati sesuatu pun. Justru yang ia dapati adalah Allah Ta’ala dengan hisabNya, dan Allah sangat cepat hisabNya.

Maka saudaraku, marilah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, untuk meraih ridha Allah Ta’ala, surga Nya dan apa-apa yang telah dijanjikan Nya serta keutamaan-keutamaan di alam akhirat yang kekal abadi, yang mana Allah Ta’ala telah menegaskan dalam firman Nya bahwa:


 وَٱلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ وَأَبۡقَىٰٓ
Dan kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’laa : 17)

Jangan sampai kita tertipu oleh tipu daya setan yang senantiasa menggoda anak cucu Adam agar tergelincir, sehingga terjerumus kepada kesesatan, penyimpangan, memperturutkan segala keinginan hawa nafsu sehingga lupa hak-hak Allah Ta’ala yang harus ditunaikan serta lupa dari kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh pandangan mata, tak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terbayangkan dalam benak hati manusia. Itulah kenikmatan yang Allah Ta’ala janjikan bagi hamba-hambaNya yang mendapatkan rahmat dari Nya.
Wallahu A'lam Bish-Shawab. ***

[Tulisan disalin dari Abu Thalhah Andri Abd Halim, Di nukil dari “Tazkiatun-Nufus” DR. Ahmad Farid, (Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Qayyim dan Imam al-Gazhali)]

by
u-must-b-lucky
Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi'ah. la meminta nasehat kepada Ibrahim agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya. 

Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!" 

Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, "Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat dosa."

Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, "Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak ?"

  1. Syarat Pertama: "Jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rezeki Allah," ucap Ibrahim. Jahdar mengrenyitkan dahinya lalu berkata, "Lalu aku makan dari mana ? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah ?" "Benar." jawab Ibrahim dengan tegas. "Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah engkau memakan rezeki-Nya, sementara kau terus-menerus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintahnya ?" "Baiklah." jawab Jahdar tampak menyerah. "Kemudian apa syarat yang kedua ?"
  2. Syarat Kedua: Syarat ini membuat Jahdar lebih kaget lagi. "Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya." kata Ibrahim lebih tegas lagi. "Apa ? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana ? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah ?" "Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya Ibrahim. "Kau benar Aba lshak." ucap Jahdar kemudian. "Lalu apa syarat ketfga?" tanya Jahdar dengan penasaran.
  3. Syarat Ketiga: "Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat bersembunyi dari-Nya." Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini ? Mana mungkin Allah tidak melihat kita ?" "Bagus ! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau melakukan semua itu ?" tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan terkesima. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik dan membenarkannya. "Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat keempat ?"
  4. Syarat Keempat: "Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal saleh." Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selama ini. la kemudian berkata, "Tidak mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan." "Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah ?" Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir.
  5. Syarat Kelima: Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu. "Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah !" Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. la menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata, "Cukup ? cukup ya Aba Ishak ! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah."
Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. la mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu'. Ibrahim bin Adham yang sebenamya adalah seorang pangeran yang berkuasa di Balakh itu mendengar bahwa di salah satu negeri taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadi pembelotan terhadap dirinya. Kezaliman merajalela. Semua itu terjadi karena ulah gubernur yang dipercayainya untuk memimpin wilayah tersebut.

Selanjutnya, Ibrahim bin Adham memanggil Jahdar bin Rabi'ah untuk menghadap. Setelah ia menghadap, Ibrahim pun berkata, "Wahai Jahdar, kini engkau telah bertaubat. Alangkah mulianya bila taubatmu itu disertai amal kebajikan. Untuk itu, aku ingin memerintahkan engkau untuk memberantas kezaliman yang terjadi di salah satu wilayah kekuasaanku." Mendengar perkataan Ibrahim bin Adham tersebut Jahdar menjawab, "Wahai Aba Ishak, sungguh suatu anugrah yang amat mulia bagi saya, di mana saya bisa berbuat yang terbaik untuk umat. Dan tugas tersebut akan saya laksanakan dengan segenap kemampuan yang diberikan Allah kepada saya. Kemudian di wilayah manakah gerangan kezaliman itu terjadi ?" Ibrahim bin Adham menjawab, "Kezaliman itu terjadi di Yamamah. Dan jika engkau dapat memberantasnya, maka aku akan mengangkat engkau menjadi gubernur di sana."

Betapa kagetnya Jahdaar mendengar keterangan Ibrahim bin Adham. Kemudian ia berkata, "Ya Allah, ini adalah rahmat-Mu dan sekaligus ujian atas taubatku. Yamamah adalah sebuah wilayah yang dulu sering menjadi sasaran perampokan yang aku lakukan dengan gerombolanku. Dan kini aku datang ke sana untuk menegakkan keadilan. Subhanallah, Maha Suci Allah atas segala rahmat-Nya." Kemudian, berangkatlah Jahdar bin Rabi'ah ke negeri Yamamah untuk melaksanakan tugas mulia memberantas kezaliman, sekaligus menunaikan amanah menegakkan keadilan. Pada akhirnya ia berhasil menunaikan tugas tersebut, serta menjadi hamba Allah yang taat hingga akhir hayatnya.

Wallahu A'lam Bish-Shawab. ***


[Tulisan disalin dari Buletin Da'wah Al-Fatihah Edisi 262 Tahun VII 2010 M/1431]

by
u-must-b-lucky