MENJAGA NIAT BAIK DAN IKHLAS


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan mereka kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5)

Berniat baik dan ikhlas kepada Allah SWT., termasuk perkara besar dan penting yang bisa menyelamatkan manusia. Niat baik adalah amalan hati, sedang hati adalah anggota tubuh manusia yang paling mulia. Karena itu amalan hati sangatlah penting dan menentukan. Dengan niat di dalam hati suatu pekerjaan akan bernilai di hadapan Allah, dan jika anggota tubuh berbuat sesuatu tanpa niat yang benar, maka ia melakukan sesuatu yang tidak berarti.

Hendaklah kita senantiasa menyimpan niat yang baik di dalam hati jika melakukan sesuatu dan mengikhlaskannya kepada Allah SWT. Jangan melakukan ketaatan, melainkan padanya niat untuk mendekatkan diri, patuh kepada-Nya dan mencari keridhaan-Nya. Apabila kita mengerjakan perkara mubah, seperti makan, minum, dan tidur, maka hendaklah kita niatkan untuk memelihara tubuh, agar kuat beramal dan beribadah kepada Allah SWT., meneguhkan taqwa dan ketaatan kepada-Nya. Dengan niat seperti itu berarti kita telah menyertakan amal mubah dengan amal yang wajib, sedangkan kita telah memperoleh pahala pula, lantaran perbuatan kita telah diikat dengan niat karena Allah SWT.

Landasan amal yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah SWT. semata. Maksud niat disini adalah pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan satu tujuan yang dituntutnya. Maksud pendorong adalah penggerak kehendak manusia yang mengarah kepada amal. Sedang tujuan pendorong amat banyak dan beragam. Ada yang bersifat materil dan ada pula yang bersifat spritual. Ada yang bersifat individual dan ada pula yang bersifat sosial. Ada yang duniawi dan ada pula yang ukhrowi. Ada yang sederhana dan ada pula yang besar dan berbahaya. Ada yang berkaitan dengan nafsu perut dan ada pula yang berkaitan dengan nafsu birahi. Ada yang berkaitan dengan kenikmatan akal dan ada pula yang berkaitan dengan rohani. Ada yang dilarang, mubah, dianjurkan dan ada pula yang wajib. Ikhlas punya arti melakukan sesuatu dengan hati yang bersih dan jujur. Ikhlas adalah suatu aktivitas yang dilakukan tanpa pamrih duniawi.

Makna Ikhlas adalah menyengajakan semua amal ibadah, ketaatan dan ibadah semata-mata kepada Allah SWT. Untuk mendekatkan diri dan memperoleh keridhaan-Nya. Bukan untuk tujuan-tujuan yang lainnya, seperti berpura-pura mengerjakan ketaatan, menampilkan diri di hadapan orang banyak mengharap pujian atau tamak untuk mendapatkan suatu pemberian.

Adapun ikhlas itu sendiri, menurut Al Harwi ada tingkatannya. Ikhlas mempunyai 3 tingkatan, yaitu :
  1. Tidak memandang bahwa ia telah berbuat sesuatu.
  2. Tidak mengharap balas dan ganjaran.
  3. Tidak merasa puas dengan apa yang telah diperbuat.
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, kita akan mendapatkan tiga tipe manusia dalam melakukan segala aktivitas dan segala amal-ibadahnya, yakni; mukhlis ikhlas, munafik dan riya’. Keikhlasan akan membuahkan rahmat, kemunafikan akan membawa laknat, sedangkan riya’ membawa amalan kepada kesia-siaan. Keikhlasan punya misi membangun, sedangkan kemunafikan dan riya’ jelas merusak dan sia-sia. Karena itu, perilaku riya’ dan munafik, perlu dihindari dan dibuang jauh-jauh. Perilaku munafik yang destruktif itu jelas akan merusak dimanapun ia berada. Ia akan merusak diri dan lingkungan sosialnya. Begitu pula ornag yang riya’, amalan-amalannya tidak akan diperolehnya sedikitpun di hari kemudian.

Lalu bagaimana dengan ikhlas ? Kata ini memang mudah diucapkan, akan tetapi sangat sulit direalisasikan. Untuk menjadi ikhlas dalam arti yang sebenarnya, hati ini perlu dilatih secara konkrit. Tentu saja rintangan pun selalu menghadang. Tapi begitu rintangan-rintangan itu bisa dilewati, buah keikhlasan mudah diraih. Di saat semua aktivitas yang tiada tergoda oleh rayuan duniawi dan semuanya dilakukan hanya karena Allah.

Orang mukmin yang benar adalah jika pendorong agama di dalam hatinya bisa mengalahkan pendorong hawa nafsu, porsi akhirat bisa mengalahkan porsi duniawi, mementingkan apa yang ada disisi Allah SWT. dari pada apa yang ada di sisi manusia, menjadikan niat, perkataan dan amalnya bagi Allah semata, menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya bagi Allah SWT., Rabb semesta alam. Inilah yang disebut ikhlas.

Sesungguhnya Islam menolak perangkap dan dualisme yang dibenci, yang sering kita lihat dalam kehidupan manusia akhir zaman ini, sehingga terkadang kita melihat seseorang di mesjid atau aktif berpuasa pada bulan Ramadhan, tapi kemudian dalam kehidupan mu’amalahnya dengan sesama, atau dalam tindak tanduknya dia merupakan sosok manusia lain. Ikhlaslah yang kemudian menyatukan kehidupan orang muslim dan menjadikan semua sisinya hanya bagi Allah SWT. Shalatnya, ibadahnya, hidupnya dan matinya, semua bagi Allah Rabbal ‘Alamin.

Dengan hujjah iman yang nyata dan cahaya Al Qur’an, seorang muslim sejati mengetahui bahwa kebahagiaan tak bakal tercapai kecuali dengan ilmu, amal dan ibadah. Hidup seseorang tiada berarti kecuali dengan ilmu. Orang-orang yang berilmu pun akan merugi jika tidak mengamalkannya. Dan amal yang tidak disertai dengan landasan ikhlas karena Allah adalah gambar mati. Raga tanpa jiwa.

Menurut Iman Al Ghazali rahimahullah bahwa dunia ini adalah kebodohan dan kematian kecuali ilmu. Semua ilmu adalah hujjah atas pemiliknya kecuali yang diamalkan. Semua alam akan sia-sia kecuali yang didasari dengan ikhlas.

Sehingga banyak orang bijak berkata, ”Ilmu laksana benih, amal laksana tanaman, sedang ikhlas adalah air yang menyiraminya.

Wallahu a’lam bissawab.***

[Ditulis oleh BUYA H. MAS’OED ABIDIN]

by :
u-must-b-lucky

0 comments: