BEBAN ANAK

Suatu hari seorang mahasiswi yang sudah berkeluarga datang ke kantor penulis di Gedung Al Jamiah UIN. Sunan Gunung Djati. Raut mukanya tak terlalu ceria seperti biasanya. Padahal, dia sudah datang beberapa kali untuk bimbingan skripsi dengan wajah cerah.

Setelah ditanya lebih mendalam, ternyata perempuan berjilbab itu mengeluhkan kondisi anaknya yang juga sedang bermasalah. Anak semata wayang yang kini duduk di bangku SD kerap melamun dan tak lagi bersemangat bersekolah.

"Apakah anak itu terlalu banyak beban ? Terutama banyaknya keinginan dari kedua orang tua ?" tanya penulis.

Bukan rahasia lagi, saat ini tak sedikit orang tua yang menginginkan agar anak-anaknya bersikap dan berperilaku seperti kedua orang tuanya. "Nawaitu" (motivasi) orang tuanya bisa dianggap baik karena tidak mau anaknya menjadi anak yang malas, kurang pintar, atau tertinggal pelajaran dibandingkan dengan teman-temannya.

Hanya, orang tua terlalu memaksakan anaknya sehingga selain sudah capek bersekolah, anak juga diharuskan ikut les yang dikiranya sesuai dengan bakat dan minat anak, bimbingan belajar, dan lain-lain. Belum lagi kondisi di rumah ketika anak mendapatkan ayah dan ibunya lebih sibuk di pekerjaan.

Ayah dan ibu hanya memberikan perintah, tetapi tidak memberi keteladanan. Akhirnya, anak tak lagi menuruti perintah kedua orang tuanya. Namun, dianggapnya sebagai anak bandel, malas, dan cap negatif lainnya. Perlu diketahui, anak adalah amanah (titipan) dari Allah SWT.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (QS. Al Anfaal : 27-28)

Kelak di akhirat, orang tua akan dimintakan pertanggungjawaban oleh Sang Pemberi amanah. Tentu orang tua selalu menginginkan anak-anaknya menjadi anak saleh / salehah (Al-Qur'an menyebutnya sebagai qurrata-a'yun, yang menenteramkan hati) bukan anak salah.

Namun, Al-Qur'an juga menyebut anak sebagai ujian hidup (fitnah), bahkan musuh bagi kedua orang tuanya ('aduwwun). Dalam lintasan sejarah tercatat anak-anak yang malah menjadi musuh bagi orang tuanya, seperti kasus Kan'an, putra Nabi Nuh, maupun Qabil (putra Nabi Adam) yang membunuh saudaranya sendiri, Habil.

Ada beberapa peringatan dari ajaran Islam agar kita dapat menjalankan peran sebagai pemelihara amanah.

Pertama, berikan nafkah anak dari hasil yang halal bukan syubhat (meragukan) apalagi haram. Rasulullah bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, nerakalah yang lebih patut baginya." (HR.Tirmidzi)

Kedua, orang tua juga tidak boleh menelantarkan anaknya. Dari Abdullah bin Amr yang mengutip sabda Rasulullah, "Seseorang telah cukup dikatakan berbuat dosa apabila menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

Menelantarkan nafkah kepada anak umumnya terjadi ketika kedua orang tua bercerai, orang tua malas atau kurang berjuang dalam menjemput rezeki Allah, orang tua yang menimbun harta sehingga bagian anak terkurangi atau orang tua bisa saja mengutamakan hobi / kesenangan sehingga anak terlantarkan.

Ketiga, menelantarkan pendidikan agama anak sehingga orang tua meninggalkan keturunan yang lemah dari segi agama.

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An Nisaa : 9)

Mendidik anak dengan dasar-dasar agama merupakan kewajiban utama orahg tua karena agama merupakan warisan paling berharga yang akan mengantarkan sang anak bahagia dunia dan akhirat.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Taha : 132)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim : 6)

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (QS. Al Hijr : 92-93)

Tentu pendidikan agama tidak sebatas memberikan pengajaran mengaji, melainkan juga pembiasaan sebab ajaran Islam membutuhkan pembiasaan agar anak melaksanakan shalat, zakat, puasa, jujur, berkata benar, dan lain-lain. Tak kalah pentingnya adalah keteladanan dari kedua orang tua.

Keempat, jangan menempatkan anak dalam lingkungan yang jauh dari agama. Islam menekankan pentingnya menempatkan anak dan keluarga di lingkungan yang mendukung kepada pemeliharaan fitrah tauhid. Ada doa yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. ketika akan menentukan tempat tinggal dan lingkungannya yakni dalam QS. Ibrahim : 35,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, *Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala."

Terakhir, orang tua jangan membebani anak dengan tugas yang di luar kemampuannya apalagi perintah diberikan secara otoriter. Allah saja tidak membebani manusia dengan aturan agama yang di luar batas kemampuan manusia.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"." (QS. Al Baqarah : 286)

Dalam Islam dikenal adanya rukhsah (keringanan) dalam kondisi tertentu, seperti shalat sambil duduk saat sakit atau qasar dan jamak saat bepergian

Seringkali obsesi atau harapan orang tua yang belum tercapai dibebankan kepada sang anak tanpa mempertimbangkan hak memilih dan keinginan sang anak. Kondisi tersebut akan membuat anak terhambat jiwa kreativitas, sikap mandiri, dan keberanian menentukan sikapnya bila kelak terjun di masyarakat.

Orang tua sebatas berkewajiban memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada anak agar tidak keliru dalam menentukan pilihannya.

Selamat menjalankan amanah untuk mendidik anak-anak kita.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis Oleh KH. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 17 Maret 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]

0 comments: