CERDAS MEMAKNAI MUSIBAH

Akhir-akhir ini kita prihatin karena menyaksikan musibah beruntun yang tidak hanya terjadi di negeri ini, melainkan di belahan dunia lain. Menengok sedikit ke belakang, sepanjang Oktober lalu, sederet bencana alam kembali "dihadiahkan" oleh Sang Pencipta kepada Indonesia, negeri yang berlabel penduduk Muslim terbanyak.

Saat ini pun kita menyaksikan musibah gempa bumi 8,9 pada skala Richter dan tsunami yang meluluhlantakkan sebagian kota di Jepang. Sungguh sebuah renungan bagi kita sebagai Muslim yang percaya pada kekuatan Sang Pencipta. Betapa tidak, rutinitas bencana terus berjalan dan berkesinambungan layaknya episode dalam sinetron. Tragedi kemanusiaan yang sangat menyayat hati ini sekarang telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat di bumi ini, karena ia bisa datang kapan saja dan di mana saja tanpa ada dugaan atau perhitungan sebelumnya. Tentunya dengan berkaca dari konsepsi, manusia sebagai khalifah di bumi dan dianugerahi otak untuk berpikir, mengantarkan kita untuk memberikan persepsi ataupun memaknai pesan bencana yang datang tersebut.

Musibah
berasal dari bahasa Arab, yaitu ashooba, yashiibu, mushiibatan yang berarti segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun kesusahan. Mushiibatan, mengandung isim masdar, arti sesungguhnya adalah "tertimpa", dapat tertimpa hal buruk, ataupun tertimpa hal baik. Namun, pada umumnya kita hanya menganggap musibah adalah "tertimpa hal yang buruk".

Apabila kita membaca beberapa keterangan Al-Qur'an dan hadits Nabi, akan kita dapati bahwa musibah yang dialami manusia dalam pandangan Allah ternyata memiliki makna. Paling tidak ada tiga makna bisa kita terjemahkan dari musibah.

Pertama, memaknai musibah sebagai hukuman. Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Demikian salah satu hadis Nabi menjelaskan tentang manusia. Kita bisa berbuat salah apabila tidak tahu petunjuk atau ilmunya. Akan tetapi, perbuatan salah tidak selalu berkaitan dengan ketidaktahuan. Sering pula manusia berbuat salah padahal sudah tahu petunjuk atau ilmunya. Bisa jadi bukannya tidak tahu tetapi memang tidak mau tahu dengan petunjuk-petunjuk atau aturan-aturan yang ada.

Ketika Allah membuat peraturan, Allah juga membuat hadiah dan hukuman bagi peraturan itu. Itu disebut dengan konsekuensi logis atau hukum alam. Jadi ketika manusia ditimpa musibah, itu juga merupakan suatu konsekuensi logis atas apa yang dilakukannya. Musibah itu merupakan akibat dari sesuatu yang diperbuat atau diabaikan manusia. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an, Allah SWT. berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Assyura : 30)

Kita sering mengaitkan malapetaka yang terjadi dengan Allah. Memang musibah itu takdir, tetapi bukan tidak ada kaitannya sama sekali dengan amal perbuatan atau usalaa manusia. Dapat kita pahami malapetaka atau musibah yang menimpa manusia bisa jadi merupakan hukuman dari Allah, itu konsekuensi logis atas kesalahan yang dilakukan manusia. Kesalahan itu bisa berupa kelalaian, atau pengingkaran kita terhadap hukum Allah yang telah ada.

Kedua, memaknai musibah sebagai ujian. Allah SWT. telah mengingatkan kita melalui firmannya,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : "Bilakah datangnya pertolongan Allah ?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al Baqarah : 214)

Ayat itu menerangkan, manusia yang kelak akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat dengan hadiah surga yang penuh kenikmatan, adalah mereka yang ketika di dunia telah diuji oleh Allah SWT. Ujiannya berapa malapetaka, kesengsaraan, dan berbagai hal yang melemahkan keimanan seseorang sehingga ia pun sampai mempertanyakan tentang pertolongan Allah SWT.

Ketiga, memaknai musibah sebagai penghapus dosa. Selain sebagai hukuman dan ujian, musibah yang menimpa manusia bisa juga sebagai suatu proses penghapusan dosa. Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Tidak seorang Muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau yang lebih berat darinya melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya." (HR. Muttafaq Allaih)

Kita sering menganggap musibah yang menimpa kita sebagai sesuatu yang buruk. Padahal bisa jadi ada hikmah yang sangat besar di balik itu semua. Allah SWT. memelihara manusia bukan saja dengan kegembiraan tetapi juga dengan kesedihan. Allah SWT. mengurus kita tidak hanya dengan kenikmatan tetapi juga dengan penderitaan. Tujuannya supaya kita bisa mencapai perkembangan yang baik. Orang yang tidak pernah dipelihara dengan penderitaan biasanya tidak berkembang ke arah kesempurnaan. Kebaikan Allah SWT. kepada kita jauh lebih besar daripada ujian-ujian-Nya dan kebaikan Allah SWT. tidak akan pernah berhenti.

Oleh karena itu, saat musibah menghampiri, hal pertama yang haras kita lakukan adalah selalu berpikir positif (husnuzan) terhadap Allah SWT. Agar musibah semakin bermakna, maka syukur menerimanya adalah syarat penting. Ini adalah tingkatan tertinggi derajatnya. Ia justru bersyukur kepada Allah atas terjadinya musibah yang menimpanya. Orang tersebut menyadari, seberapa pun ringan atau beratnya musibah adalah faktor bagi terhapusnya dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Bahkan terkadang bisa menjadi sumber penambah amal kebaikan.

Wallahu a'lam.***

[Ditulis Oleh : DADAN MUNANDAR, aktivis Pemuda Muslimin Indonesia (PMI), khatib di beberapa masjid Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 18 Maret 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: