Jarang dalam suatu rumah tangga menjadi hancur berantakan yang disebabkan oleh kekurangan harta dan fasilitas hidup. Pada umumnya, kehancuran rumah tangga berpangkal dari sangat kurangnya pemahaman tentang agama para anggota rumah tangga tersebut, antara ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota rumah tangga lainnya, sehingga jauh dari akhlakul karimah. Antara suami dan istri tidak lagi saling menghargai. Anak-anak mereka tidak lagi taat dan menghormati orang tua, sehingga terciptalah suatu iklim yang buruk, yang menimbulkan kesenjangan dan menjurus kepada hancurnya rumah tangga.
Sejak 14 abad lalu, Rasulullah SAW. telah mengingatkan umatnya, "Bila Allah menginginkan kebaikan suatu rumah tangga, maka (pengisi rumah tangga tersebut) diberi pemahaman dalam masalah agama." (HR. Daruquthni)
Berdasarkan peringatan Rasulullah SAW. tersebut, jelaslah bahwa pangkal kebaikan suatu rumah tangga sangat bergantung kepada pemahaman dan ketaatan terhadap aturan-aturan agama, bukan hanya pada harta yang berlimpah, gelar, dan kedudukan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa harta dan kedudukan tidak penting bagi kehidupan. Kita diperintahkan untuk bekerja keras mencari harta, ilmu, pengaruh, kedudukan, pasangan hidup, dan keturunan. Asalkan semua yang kita usahakan itu, dalam mencari rida Allah SWT. dan berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran. Bagaimanapun, harta merupakan sarana mutlak untuk kesempurnaan beragama. Tidak mungkin kita dapat beribadah tanpa memiliki harta. Akan tetapi, semua itu harus diperoleh dari jalan yang halal dan dibelanjakan di jalan yang diridai Allah.
Peranan kaum ibu sangat penting bahkan dominan untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan rumah tangga. Tidak dapat diragukan, ibu adalah inti di tengah keluarga dan masyarakat. Dia adalah pemberi pengaruh yang amat kuat pada diri anak-anak, baik dengan perkataan, keteladanan, cinta, dan kasih sayang. Anak-anak senantiasa meniru ibunya. Jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya serta menaatinya, berpegang pada akhlak-akhlak Islam yang terpuji, anak tentu akan tumbuh dengan memiliki akhlak-akhlak terpuji pula. Sebaliknya, jika akhlak ibu buruk, tidak menegakkan hukum-hukum Allah dan buruk pergaulannya, anak cenderung akan tumbuh dengan memiliki sifat-sifat buruk. Namun, semua itu harus ditunjang oleh kaum bapak, malahan harus jadi pelopor menegakkan agama Allah, sebagai pembimbing wanita (istri). Ingat, kedua orang tua akan dimintai pertanggungjawabannya sebagai kepala rumah tangga oleh Allah SWT., di yaumil akhir nanti.
Peranan kaum ibu menjadi sokoguru kehidupan rumah tangga. Setiap ibu wajib menanamkan kecintaan, sekaligus rasa takut kepada Allah serta merasakan pengawasan-Nya setiap saat ke dalam hati anak, agar pendidikan spiritual, pertumbuhan iman, dan akhlak yang utama benar-benar merasuk ke dalam hati sanubarinya. Teladan yang baik merupakan landasan fundamental dalam membentuk karakter anak, baik dalam segi agama maupun akhlak.
Membiasakan anak untuk mengerjakan berbagai macam ibadah. Ibadah pertama yang wajib dikerjakan anak sejak usia dini adalah shalat lima waktu. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW., "Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun dan pukullah (sekadar untuk penegakan disiplin) mereka karena shalat ini, sedangkan mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan perempuan)." (HR. Abu Daud dan Al Hakim)
Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Allah menyediakan tempat di neraka Saqar bagi orang yang meninggalkan shalat (QS. Al-Mudatstsir (74) : 41-43). Apabila diamalkan berdasarkan ketentuannya, sesuai dengan yang dicontohkan Rasul, shalat merupakan ibadah yang berfungsi mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut [29] : 45). Salah satu faktor keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya dengan pendidikan Islam yang benar ialah membiasakan anak laki-lakinya shalat berjemaah di masjid.
Selanjutnya melatih anak menunaikan shaum Ramadhan, bergantung kepada kesehatan dan kemampuannya, ketika dia berumur lima, tujuh, atau sepuluh tahun. Maka setelah mencapai usia balig, anak sudah siap rohani dan jasmaninya untuk menunaikan salat dan saum. Selain itu, biasakanlah anak gemar menuntut ilmu agama, karena hukumnya wajib. Belajar menghafal, memahami Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang syahih, dan mengamalkannya. Dengan mempelajarinya, anak mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan contoh dan petunjuk Nabi. Begitu pun tata cara shaum, dan ibadah-ibadah lainnya. Sekolahkanlah anak di lingkungan yang kondusif.
Pembinaan sektor akhlak, antara lain jauhkan dari hidup mewah dan hura-hura. Tidak berkata-kata buruk. Biasakanlah bersikap tawadu dan hormat kepada orang lain. Taat pada orang tua, guru, ustaz serta siapa pun yang lebih tua usianya. Jauhkan dari dusta, karena dusta merupakan kunci kejahatan, memberi peluang bagi berbagai macam keburukan.
Kunci sukses peranan kaum ibu lainnya dalam pembinaan akhlak, ialah membiasakan anak putrinya berpakaian berjilbab yang sesuai dengan syariat, firman Allah SWT. (QS. An-Nur [24] : 31).
Pakaian wanita beriman harus senantiasa mencerminkan jiwa yang takwa kepada Allah SWT., mencerminkan pribadi Muslim sehingga mampu menjadi sarana pencegahan terhadap aksi kaum pria, mencerminkan pribadi kewanitaan yang berbudi pekerti sehingga tidak membangkitkan syahwat kaum pria, sebagai penutup aurat, penutup bagian tubuh yang malu bila dilihat, juga penutup bagian yang dapat merangsang kaum pria.
Semoga kita senantiasa mendapat rahmat serta lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Amin.***
[Ditulis Oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 31 Desember 2010 ada kolom "RENUNGAN JUMAT"]
0 comments:
Post a Comment