Faina tadzhabuun (mau ke mana) wajah pendidikan Indonesia ? Pertanyaan ini pantas diajukan karena pendidikan yang diklaim sebagai garda depan kemajuan bangsa ternyata kerap disalahartikan.
Apabila merujuk kepada fungsi pendidikan nasional seperti dalam UU No. 20/2003 sudah sangat jelas yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari fungsi-fungsi pendidikan nasional itu termaktub jelas pembentukan karakter anak didik, seperti kata membentuk watak, peradaban bangsa, manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam keseharian, pendidikan sudah jauh dari nilai-nilai tersebut bahkan sekolah lebih condong kepada upaya menjadikan sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) bahkan SBI. Padahal, pendidikan karakter yang akan menjadikan anak didik sebagai pribadi bermartabat, damai, bersolidaritas tinggi, peduli sesama, antikorupsi, adil, dan jujur. Dunia pendidikan sudah lama kehilangan ruh karakternya. Nilai-nilai disiplin, jujur, pribadi tangguh, etos kerja keras, kreativitas, ataupun pantang menyerah mulai luntur bahkan menghilang.
Lalu, bagaimana kita memulai pendidikan karakter ? Apa fungsi doa dalam membentuk kesalehan sosial anak didik ? Upaya melakukan pembinaan dan pengembangan karakter mutlak diawali dengan doa kepada Allah sebagai pemilik hidayah. Selain itu, doa juga merupakan awal keyakinan kalau pendidikan karakter anak merupakan ibadah kepada Allah, bukan sebatas kewajiban aturan pemerintah.
Demikian pula dengan kendala, hambatan, ataupun tantangan yang dihadapi bisa dilalui dengan pertolongan doa. Prinsipnya, berusaha maksimal dilandasi dengan keikhlasan dan kesabaran serta doa. Hadits Nabi Muhammad SAW. menyatakan, "Doa merupakan senjata kaum Muslimin," atau "Doa adalah inti dari ibadah."
Ikhtiar lain dengan zikir, tahajud, puasa sunah, membaca selawat nabi, ataupun Asmaul Husna. Mudah-mudahan pembentukan karakter bisa dilaksanakan. Yakinlah, ketika ada kesulitan dan persoalan pasti Allah memberikan jalan keluarnya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujraat : 13) وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. At-Talaq : 2)Posisi orang tua dan guru sebagai orang tua kedua bagi anak amatlah strategis dalam mendidik karakter anak. Meski dengan adanya lembaga pendidikan sebagian amanah orang tua dalam mendidik anak dilimpahkan kepada guru, bukan berarti orang tua bisa lepas tangan apalagi cuci tangan.
Posisi orang tua dan guru dalam mendidik karakter (akhlak) anak tidak sebatas mentransformasikan pengetahuan tentang karakter. Namun, lebih dari itu, harus menjadi contoh dan melakukan pembiasaan amalan baik secara terus-menerus. Hal ini disebabkan pendidikan karakter meliputi cara berpikir, perkataan, ataupun perbuatan. Seperti yang diajarkan Rasulullah, dengan tidak memberikan nasihat apalagi perintah apabila Rasul sendiri belum mengerjakannya. Ketika Rasulullah memerintahkan agar para sahabatnya bersikap jujur, sejak dulu Muhammad mendapatkan gelar al amin (terpercaya).
Demikian pula dalam menjalankan bisnis, sejak remaja Muhammad sudah dikenal sebagai pengusaha yang tangguh dan jujur. Upaya menjaga diri bukan sebatas ucapan melainkan memang dalam kehidupan sehari-hari.
Tak kalah pentingnya adalah keseimbangan dan kesetaraan dalam komunikasi di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Apabila keteladanan dan pembiasaan merupakan poros utama dalam pembinaan karakter maka komunikasi yang baik sangat penting. Komunikasi bisa dilakukan dengan muwajjahah (bertatap muka) ataupun melalui media seperti telefon seluler atau internet.
Khusus masalah jalinan komunikasi ini, penulis mencontohkan pendidikan dasar (SD) di Amerika Serikat. Setiap waktu, pihak sekolah memberitahukan kejadian ataupun kemajuan para siswa sehingga orang tua bisa mengetahui perkembangan anak-anaknya. Contoh ini bisa juga ditiru sekolah di Jawa Barat, khususnya Bandung Raya, karena saat ini hampir setiap keluarga memiliki telefon seluler.
Terakhir, meminjam pemikiran Dr. Laela G. Mona, seorang konsultan pribadi, yang menyatakan perlunya setiap orang tua ataupun guru memiliki 3-B. yaitu, brain, behaviour, dan beauty. Dia memiliki kecerdasan (intelektual, emosional, dan spiritual), perilaku yang baik, dan kemenarikan individual tidak sebatas kemenarikan fisik.
Wallahualam.***
[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 27 Januari 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]
0 comments:
Post a Comment