Ketetapan berpuasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun dalam agama Islam. Puasa merupakan fardhu ain bagi setiap mukalaf yang diwajibkan sejak tahun kedua Hijriah.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang Muslim dewasa untuk tidak berpuasa, kecuali mempunyai sebab-sebab yang dibenarkan, seperti seorang wanita haid atau nifas, sakit, wanita hamil yang hampir melahirkan, dan wanita yang sedang menyusui, atau sedang melakukan perjalanan, atau orang tua renta yang mendapatkan kesulitan dan kesukaran jika harus berpuasa. Itu pun tidak serta merta menggugurkan puasanya sebab harus diganti di waktu lain (kada) atau dengan cara membayar fidiah.
Pengalaman berpuasa di bulan Ramadhan bukanlah yang pertama bagi kita, berkali-kali kita mengalaminya. Tidak ada yang berubah dalam pelaksanaannya. Semuanya sama dari tahun ke tahun. Yang membatalkannya tetap sama tidak berubah, begitu pula waktu berbukanya sama, yakni sejak terdengar adzan Maghrib dan juga mulai berpuasanya sama sejak terdengar adzan Subuh. Shalat Tarawihnya sama, ada yang 11 rakaat atau 23 rakaat. Praktik ibadahnya tidak ada yang berubah. Namun, yang pasti, perubahan itu terjadi ketika kita menengok sebelah kanan-kiri kita ternyata ada di antara saudara, teman kita yang sudah tidak bersama lagi dengan kita dikarenakan telah mendahului kita ke alam baqa.
Tentu kita bersyukur ketika Allah SWT. masih memberikan kesempatan untuk menikmati hidangan-Nya, menjalani pendidikan-Nya selama satu bulan, yang tidak akan ditemukan di bulan-bulan lain selain di bulan Ramadhan. Di bulan ini kita diajak untuk kembali menata rohani kita yang boleh jadi selama 11 bulan tidak jelas tata letaknya. Ketika sudah tidak bisa lagi merasakan kepedihan orang lain yang teraniaya, tak lagi mampu mencucurkan air mata ketika melihat saudara kita yang sedang dilanda kesedihan, menjadi bukti ketidakjelasan rohani. Kita tidak lagi menjadi makhluk-Nya yang sempurna. Sempurna karena memiliki dua dimensi, yaitu dimensi jasmani dan rohani.
Bulan Ramadhan mengondisikan kita untuk menjadi manusia sejati. Manusia yang sempurna dan paripurna, yang bisa mengetahui arti hakikat dan kesejatian dirinya sebagai makhluk mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Bulan Ramadhan mampu membuat kita menjadi manusia saleh yang begitu meyakini Allah Maha Melihat, Maha Mengawasi. Oleh karena itu, hanya di bulan Ramadhan kita mampu untuk tidak makan, minum di siang hari meskipun kita bisa saja melakukannya tanpa seorang pun manusia mengetahuinya. Adzan dari waktu Dzuhur-Maghrib ditunggu-tunggu suaranya dan dengan gembira kita sambut pergantiannya, terlebih adzan Magrib. Padahal, di luar bulan Ramadhan, tak tebersit di hati untuk mendengarkannya.
Di bulan Ramadhan Allah SWT. kembali menata rohani kita dengan kesabaran. Sabar dalam ketaatan kepada-Nya, sabar dari yang diharamkan-Nya, dan sabar dalam ketentuan-Nya. Ketiga kesabaran itu ada dalam puasa. Selama berpuasa kita terkondisikan untuk mentaati-Nya, taat untuk tidak makan, minum, dan melakukan hubungan syahwat. Kita dilatih mengharamkan yang halal. Hanya manusia yang berohani tinggi yang mampu tersenyum ketika menderita, menangis ketika memperoleh kebahagiaan. Kita dilatih untuk senantiasa bersabar atas penderitaan yang dirasakan orang berpuasa berupa haus dan lapar, lemahnya jiwa dan badan. Penderitaan seperti ini tidak lagi dianggap penderitaan melainkan kebahagiaan. Bahagia karena mengharapkan pahala dari-Nya.
Diriwayatkan secara marfu' oleh Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya dari Salman tentang keutamaan bulan Ramadhan, bahwa ia merupakan bulan kesabaran dan pahala kesabaran adalah surga.
Hanya di bulan Ramadhan tidur pun bernilai ibadah, apalagi ibadah-ibadah lainnya tentu tak ternilai pahalanya. Oleh karena itu pula, Rasulullah SAW. dalam hadits Tirmidzi dari Anas,
Nabi SAW. ditanya, "Sedekah apakah yang lebih utama?" Nabi SAW. menjawab, "Sedekah di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi)
Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji. Abu Bakar ibn Abi Maryam menyebutkan bahwa gurunya berkata, "Apabila datang bulan Ramadhan, maka lapangkanlah dengan nafkah, karena nafkah di dalamnya akan dilipatgandakan seperti nafkah di jalan Allah. Tasbih di dalamnya lebih utama daripada seribu tasbih di bulan lainnya, satu rakaat di dalamnya lebih utama daripada seribu rakaat, karena hanya di bulan Ramadhan ada malam seribu bulan (Lailatul Qadar)."
Disebutkan pula dalam Sunan Ibn Majah dari Ibn Abbas,
"Barang siapa yang menemui Ramadhan di Mekah kemudian berpuasa dan menjalankan shalat di dalamnya, maka Allah mencatat baginya 100.000 pahala bulan Ramadhan di tempat lain dan ditetapkan baginya pahala yang banyak."
Oleh karena itu pula, paket umrah di bulan Ramadhan lah yang paling banyak diminati orang, dan merupakan bulan penuh berkah bagi pengusaha di bidang jasa ini.
Puasa adalah ibadah yang tak bernilai kecuali hanya Allah Yang Maha Mengetahui berapa nilai puasa kita. Dalam Riwayat Muslim dikatakan,
"Setiap amal perbuatan anak Adam itu pahalanya dilipatgandakan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat." Allah SWT. berfirman, "Kecuali puasa karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makan karena Aku. Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan yaitu gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari bau minyak kasturi."
Sungguh hanya puasa yang secara murni meninggalkan hasrat-hasrat nafsu dan syahwat yang dicenderungi oleh seseorang karena Allah semata, dibandingkan dengan berbagai ibadah lainnya. Orang yang sedang berihram tetap diperbolehkan makan dan minum. Shalat memang tidak boleh sambil makan dan minum, tetapi waktunya tidaklah panjang seperti puasa. Bahkan ketika seseorang shalat, ia tidak boleh menghasratkan makanan di hadapannya, artinya lebih baik makan terlebih dahulu. Puasa merupakan ibadah yang paling rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hanya Dia yang melihatnya, karena puasa terungkap dari niat batin, yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Ibadah puasa sangat terjaga dari riya. Ibadah yang ditujukan hanya karena Allah SWT. yang kelak bisa naik ke langit. Para ahli ibadah senantiasa menjaga ibadahnya terjaga dari sikap ingin terpuji. Mereka inilah yang kelak menjadi kekasih Allah SWT.
Puasa mampu mengantarkan kita menjadi kekasih-Nya. Tentu saja puasa yang bukan hanya sebatas mampu menahan makan dan minum, sebab bukan itu ukuran keberhasilan seseorang berpuasa. Bukanlah dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda,
"Betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus."
Salah satu keberhasilan puasa, ketika kita memiliki kepekaan rohani yang berimbas kepada kepekaan sosial. Ia harus peka terhadap penderitaan di sekitarnya, ia harus peduli kepada orang-orang lapar dan haus karena kemiskinannya, bahkan lebih dari itu puasa mengajarkan kita untuk rajin-rajin berdoa bagi orang lain. Sungguh tidaklah mudah kita bisa lulus dalam menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Orang yang berhasil di bulan Ramadhan adalah mereka yang memperoleh sertifikat takwa, yang kelak mengantarkan siapa pun untuk memasuki surga-Nya. Andaikan saja kita hanya baru mampu menahan makan dan minum, sedangkan telinga, mata, dan lidah kita belum bisa berpuasa. Hanya satu yang bisa kita lakukan, yakni memohon kepada Allah SWT.
"Ya Allah terimalah puasa kami yang apa adanya."
Wallahualam.***
[Ditulis oleh IDAT MUSTARI, Ketua Biro Agama DPD Golkar Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 20 Juli 2012 / 30 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment