Alkisah ada seorang murid yang mengadu kepada gurunya. "Guru aku sangat membenci si Fulan. Setiap hari aku bertemu dengannya, dan setiap kali itu juga kebencianku kepadanya semakin bertambah. Apa yang harus aku lakukan Guru?" Mendengar keluhan sang murid, guru pun menjawab dengan bijaksana, "Bawalah kantong ini ke mana pun kamu pergi. Setiap kamu bertemu dengan si Fulan, masukan satu buah tomat ke dalam kantong ini!"
Singkat cerita, murid pun melaksanakan saran dari gurunya tersebut. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga beberapa bulan kemudian sang murid kembali menemui gurunya. "Guru sepertinya aku sudah tidak sanggup lagi membawa kantong ini, karena semakin hari kantong ini semakin berat dan semakin berbau busuk. Bolehkah aku meletakkan kantong ini guru?" Sesaat kemudian guru pun menjawab, "Kantong ini ibarat hatimu dan buah tomat ini ibarat kebencianmu. Sungguh rugi dirimu jika harus menyimpan kebencian itu, karena orang yang kamu benci itu tidak akan merasakan beban berat kebencianmu selama ini."
Berdasarkan cerita di atas, kaum beriman adalah orang-orang yang seharusnya memiliki sifat pemaaf, pengasih, dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Khuthi alAAafwa wamur bialAAurfi waaAArid AAani aljahileena
Jadilah engkau seorang yang pemaaf, dan perintahkanlah orang-orang untuk mengerjakan yang makruf (baik), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A'raf: 199)
Memaafkan kesalahan orang acap kali dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan. Padahal, justru sebaliknya. Bila orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, sejatinya di mata manusia tidak ada keutamaannya. Akan tetapi, di kala dia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka dia mulia di hadapan Allah dan manusia.
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Wajazao sayyiatin sayyiatun mithluha faman AAafa waaslaha faajruhu AAala Allahi innahu la yuhibbu alththalimeena
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggung) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzalim. (QS. Asy-Syura: 40)
Berikut beberapa kemuliaan dari memaafkan kesalahan.
Pertama, Mendatangkan kecintaan Allah.
Allah berfirman dalam Surat Fushshilat ayat 34-35,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي
هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ
وَلِيٌّ حَمِيمٌ
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Wala tastawee alhasanatu wala alssayyiatu idfaAA biallatee hiya ahsanu faitha allathee baynaka wabaynahu AAadawatun kaannahu waliyyun hameemun
Wama yulaqqaha illa allatheena sabaroo wama yulaqqaha illa thoo haththin AAatheemin
Wama yulaqqaha illa allatheena sabaroo wama yulaqqaha illa thoo haththin AAatheemin
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugrahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar."
Ibnu Katsir menerangkan, "Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan mengiringi orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat."
Ibnu 'Abbas mengatakan, "Allah memerintahkan orang yang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun runduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat." (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim 4/109)
Kedua, Mendapatkan pembelaan dari Allah.
Al-Imam Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah bahwa
ada seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku." Maka Rasulullah besabda, "Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat pertolongan dari Allah atas mereka selama kamu di atas hal itu." (HR Muslim)
Ketiga, Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah.
Allah berfirman,
وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
wain taAAfoo watasfahoo wataghfiroo fainna Allaha ghafoorun raheemun
Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taghabun: 14)
Adalah Abu Bakar, dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakar dan Muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar Aisyah binti Abu Bakar, istri Nabi, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah menurunkan ayat menjelaskan kesucian Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah memberi taubat kepadanya.
Setelah peristiwa itu, Abu Bakar bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا
أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ
لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Wala yatali oloo alfadli minkum waalssaAAati an yutoo olee alqurba waalmasakeena waalmuhajireena fee sabeeli Allahi walyaAAfoo walyasfahoo ala tuhibboona an yaghfira Allahu lakum waAllahu ghafoorun raheemun
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun juga Maha Penyayang. (QS. An-Nur: 22)
Abu Bakar mengatakan, "Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah mengampuniku." Lantas Abu Bakar kembali memberikan nafkah kepada Misthah. (lihat Shahih Al-Bukhari No. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)
Al-Munawi berkata, "Allah, mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahman dan pemaaf. Allah juga mencintai mahkluk-Nya yang memiliki sifat tersebut." (Faidhul Qadir 1/607)
Keempat, Mulia di sisi Allah maupun di sisi manusia.
Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, selain kedudukannya tinggi di sisi Allah, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapatkan pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan.
Nabi bersabda,
"Sedekah hakikatnya tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadu) karena Allah melainkan diangkat oleh Allah." (HR Muslim dari Abu Hurariah)
Hidup memang tak luput dari kesalahan. Terkadang kita berbuat salah kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Menurut Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia.
Dalam konteks kehidupan keseharian kita, alangkah indahnya jika saling memaafkan kesalahan dan mengubur kebencian ini menjadi budaya bagi para pejabat, baik eksekutif maupun legislatifnya, terlebih bagi masyarakatnya. Masyarakat yang sarat akan nilai-nilai cinta dan kasih bermula dari suatu proses yang sangat agung, yaitu saling maaf dan memaafkan.
"Orang-orang penyayang akan disayang oleh Allah yang Maha Rahman. Sayangilah penduduk kami, maka kalian akan disayangi oleh Allah." (HR Ahmad)
Wallahu'alam.***
[Ditulis olah ODED MUHAMAD DANIAL, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 5 Oktober 2012 / 19 Zulkaidah 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
0 comments:
Post a Comment