DZIKIR SAAT HAJI

Ibadah haji dalam perspektif pendidikan merupakan momentum istimewa dalam mengikuti "perkuliahan akbar" dari Allah SWT. sebagai Pendidik Utamanya adalah Rabb al-'alamin, dan peserta didiknya adalah seluruh umat Islam yang menunaikan ibadah haji.
Sementara itu, materi perkuliahan yang diikuti berupa syarat dan rukun termasuk sanksi (dam) ketika melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh ajaran Islam dalam pelaksanaan ibadah haji. Mereka akan mengikuti wisuda haji di Arafah (al-Hajj al-'Arafah), dengan gelar yang diraih bagi mereka yang lulus adalah haji mabrur, yaitu pribadi yang memiliki karakter saleh secara individual dan saleh secara sosial.

Di antara komitmen dunia pendidikan dalam mencetak peserta didiknya adalah dengan menjunjung tinggi etika pendidikan. Demikian pula dengan pelaksanaan ibadah haji, dituntut untuk memerhatikan segala etika perjalanan ibadah haji, antara lain membayar biaya haji dengan rezeki yang diperoleh dari cara halal, dan niat melaksanakannya karena Allah dan memehuhi undangan-Nya semata.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Sempurnakanlah ibadah haji dan umrahmu karena Allah. (QS. Al-Baqarah : 196)

Selain itu, membersihkan segala dosa kepada Allah SWT. dengan memperbanyak istighfar dan taubat, menyambungkan tali silaturahmi dengan meminta dan memberi maaf kepada sesama, memerhatikan segala ilmu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji, dan senantiasa dzikrullah (mengingat Allah SWT.) sebagai ruh dari segala aktivitas ibadah haji.

Mengenai urgensi mengingat Allah dalam konteks ibadah haji ini, terletak dari segala ritualitas selama perjalanan ibadah haji dilaksanakan. Di antaranya ketika mengawali perjalanan (pergi dari rumah) dengan melaksanakan shalat sunah safar, membaca doa di dalam kendaraan dan saat sampai di tempat tujuan, dan membaca doa ketika memasuki Masjidilharam atau Masjid Al-Nabawi serta doa diucapkan saat melihat Kabah dan sebagainya.
Demikian pula ketika melaksanakan serangkaian rukun dan sunah haji, jemaah haji harus melepaskan pakaian keseharian beserta segala atributnya dan diganti dengan dua lembar kain putih yang tidak berjahit (ihram). Selanjutnya berwudhu, menunaikan shalat dua rakaat, dan berniat untuk melaksanakan ibadah haji. Untuk jemaah wanita juga melakukan hal yang sama. Mereka mengenakan kain satu helai untuk menutup bagian kepala selain menutup seluruh tubuh kecuali dua telapak tangannya.

Jemaah haji kemudian bergerak ke Mekah untuk melakukan tawaf (mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali) dan sai dengan berlari kecil antara bukit Safa dan Marwah. Ritus selanjutnya wukuf di Padang Arafah yaitu mulai tergelincir matahari (waktu dzuhur) tanggal 9 Zulhijah sampai dengan terbit fajar tanggal 10 Zulhijah. Kemudian bergerak dan berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam.

Prosesi selanjutnya, melakukan lempar jumrah di Mina sebagai deklarasi simbolik mengungkapkan tekad permusuhan dan kebencian yang tiada henti kepada setan. Selepas ritual itu, jemaah kembali ke Mekah mengulangi tawaf mengelilingi Kabah, sai, dan diakhiri dengan memotong beberapa helai ramput yang dinamakan dengan ritus tahalul.

Itulah catatan singkat perjalanan ibadah haji yang kaya dengan internalisasi nilai-nilai Ilahi. Keberangkatan jemaah haji biasanya diawali dengan syukuran (safar al-Haj) yang dihadiri oleh keluarga, tetangga, dan kolega. Mereka melepas dengan diiringi tangis perpisahan sekaligus dorongan doa.

Hal yang sama dilakukan manakala jemaah haji pulang dari Tanah Suci juga mengadakan syukuran lagi dengan isak tangis sebagai pertanda kebahagiaan. Jemaah mendapat sebutan dan "gelar" khusus yaitu haji (laki-laki) atau hajah (perempuan).

Sepulang dari Tanah Suci, kini yang dinanti adalah mendapatkan predikat sebagai haji mabrur yaitu haji yang berhak mendapatkan balasan berupa surga. Sementara bekal utama dan utama dalam meraih haji mabrur adalah mempertahankan dan meningkatkan dzikrullah (selalu ingat dan menyebut Allah sebagaimana selama perjalanan ibadah haji).

Hal itu yang dipesankan Allah bagi jemaah yang sudah melaksanakan ibadah haji. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an,
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut Allah), sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan nenek moyangmu), atau bahkan berdzikirlah lebih banyak dari itu.... (QS. Al-Baqarah : 200)

Wallahualam.***

[Ditulis oleh H. TATA SUKAYAT, pembimbing Haji Plus dan Umrah Qiblat Tour Jln. Cibeunying Selatan No. 15 Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Manis) 25 Oktober 2011 / 27 Zulkaidah 1432 H. pada Kolom "UMRAH & HAJI"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: