MENGINGAT KEMATIAN

Ibnu Umar RA. berkata,
"Aku datang menemui Nabi SAW. bersama sepuluh orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, 'Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat." (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut memberikan peringatan kepada kita sebagai Muslim bahwa cerdas tidaknya seseorang adalah saat ia selalu mengingat kematian. Karena dengan mengingat kematian, seseorang akan selalu punya rem saat ia akan melakukan dosa dan maksiat. Dengan itu juga, seseorang akan mempersiapkan bekal amal saleh sebanyak-banyaknya guna menghadapi kematian tersebut.

Mari kita ambil pelajaran dari wafatnya ustaz kita Jefry Al-Buchori. Seorang dai muda, populer, gaul, dan sangat dicintai masyarakat Indonesia, telah berpulang ke haribaan-Nya dalam usia yang masih muda, 40 tahun. Seluruh masyarakat Indonesia pun berduka dan puluhan ribu orang menyalatkan dan mengiringinya ke pemakaman terakhir. Peristiwa itu memberikan pelajaran berharga bahwa kita semua tidak akan pernah berlari dari kematian, tetapi kita sering melupakannya.

Dengan penuh kejujuran, mari kita bertanya pada diri sendiri, seberapa banyak kita mengingat kematian? Jangan-jangan, kesibukan kita dalam hal dunia telah menjauhkan diri kita dari mengingat kematian. Jangan-jangan, kekayaan yang kita miliki, kesuksesan yang kita raih, jabatan tinggi yang kita rengkuh, telah melalaikan kita untuk mendekatkan diri pada-Nya. Jika demikian adanya, seharusnya kita berhenti sebentar untuk bermuhasabah diri dan mengambil pelajaran dari kematian saudara-saudara kita.

Bila seorang Muslim telah ingat akan kematiannya, ia tidak merasa sayang membelanjakan hartanya di jalan Allah. Ia tidak akan menyelewengkan kekuasaannya untuk mendzalimi orang-orang yang lemah karena ia sadar setelah kematian menjemputnya, tidak ada yang mampu menolong selain amal dan perbuatannya.

Hamid Al-Qushairy berkata, "Setiap orang di antara kita yakin akan datangnya kematian, sedangkan kita tidak melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian itu. Setiap orang di antara kita yakin adanya surga, sedangkan kita tidak melihat ada yang berbuat agar bisa masuk surga. Setiap orang di antara kita yakin adanya neraka, sedangkan kita tidak melihat orang yang takut terhadap neraka. Untuk apa kalian bersenang-senang? Apa yang sedang kalian tunggu? Tiada lain adalah kematian. Kalian akan mendatangi Allah dengan membawa kebaikan ataukah keburukan. Maka, hampirilah Allah dengan cara yang baik."

kematian adalah rahasia Allah. Allah sengaja merahasiakannya agar kita selalu waspada saat kematian menjemput kita, baik itu rahasia tempat, cara, dan waktunya. Allah sengaja merahasiakan tempat di mana kita akan mati. Tak seorang pun yang tahu di mana kita akan mati. Apakah kita mati di rumah dalam keadaan berkumpul bersama keluarga atau di rumah sakit saat orang-orang menjenguk kita, ataukah kita mati di masjid. Kita tidak akan pernah tahu di mana kita akan mati, tetapi kita semua menginginkan agar saat kematian menjemput, kita sedang berada di tempat yang baik dan mulia, bukan di tempat penuh dosa dan maksiat.

Selain tempat, Allah merahasiakan cara kita saat mati. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana cara kita mati. Apakah mati dalam keadaan sedang beribadah dengan banyak pahala dari amal saleh yang kita lakukan atau mati karena kecelakaan di jalanan dengan berlumuran darah yang mengenaskan? Ataukah kita mati tertembak peluru di medan perang? Begitu banyak cara yang ditunjukkan Allah saat kematian datang kepada seseorang. Akan tetapi, yang pasti kita semua menginginkan mati dengan cara yang indah, lembut, dan dalam kedaan khusnul khatimah.

Allah juga sengaja merahasiakan waktu kematian kita. Sungguh tak seorang pun yang tahu kapan waktu kematian menjemput kita. Apakah kita mati di waktu pagi, siang, sore, atau malam hari? Namun, yang jelas kita semua mengharapkan mati di waktu yang dimuliakan Allah SWT.

"Tidak ada seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Oleh karena itu, kita selalu diingatkan dengan ayat,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Kullu nafsin thaiqatu almawti wainnama tuwaffawna ojoorakum yawma alqiyamati faman zuhziha AAani alnnari waodkhila aljannata faqad faza wama alhayatu alddunya illa mataAAu alghuroori

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. Ali-Imran (3): 185)

Dengan ayat ini, Allah memberi isyarat, kesenangan dunia seringkali membuat lalai, melenakan, dan membuat seseorang melupakan kematiannya. Persiapan menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendengarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri.

Saat seseorang bergaul dengan kesenangan dunia, ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada yang bertobat, ada pula yang arif. Adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia jarang mengingat kematian yang akan menjemputnya. Berbeda orang yang bertobat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan tobatnya. Oleh karena itu ia gunakan hartanya, kekuasaan dan memaksimalkan amal ibadahnya sebagai bekal persiapan menghadapi kematian.

Sementara itu, orang arif selalu ingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pencinta tidak akan lupa akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Ia yakin, saat kematian menjemput, ia akan bertemu dengan Allah dengan cara yang indah. Dengan demikian, sebagai Mukmin, kita semestinya selalu mengingat kematian karena kita tidak pernah tahu kapan, di mana, dan dengan cara apa kematian itu menjemput kita.

Wallahu a'lam bish-shawab. ***

[Ditulis oleh TAUFIK HIDAYATULLAH, khatib dan pengurus DKM Masjid Jami' Al-Huda, Pacet, Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 3 Mei 2013 / 22 Jumadil AKhir 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT."]

by
u-must-b-lucky

0 comments: