Pensil adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu kecil berisi arang keras dan biasa dipergunakan sebagai alat tulis. Kita sangat jarang berbicara tentang bagaimana nasib pensil di masa-masa yang akan datang. Tentu setelah "alat tulis berupa kayu kecil berisi arang keras" itu terus tergeser oleh alat tulis yang lain seperti pulpen, mesin tik, komputer, dan perangkat teknologi digital yang memiliki key board atau layar sentuh. Mungkin kelak pensil hanya dipakai saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi atau lebih jauh lagi malah akan / telah masuk museum. Entahlah.
Yang pasti, dan ini juga yang jarang kita perbincangkan, ternyata pensil juga memiliki falsafah atau perumpamaan yang (tetap) dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kalaupun nanti pensil terpaksa "dimuseumkan", tetapi falsafah pensil itu akan tetap abadi. Pesan moral yang terkandung dalam falsafah pensil itu justru yang akan semakin penting bagi manusia, apalagi pada zaman yang semakin canggih seperti saat ini.
Menurut Prof. Dr. H. Darwis Hude, M.Si. dalam khotbah Jumat (16 Oktober 2009) di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, mengungkapkan pada pensil sedikitnya mengandung 8 (delapan) falsafah yang sangat berguna bagi manusia.
Pertama, pensil senantiasa bergerak menurut gerakan jari-jari tangan kita. Maknanya adalah seorang manusia seharusnya senantiasa loyal dan taat kepada Allah SWT. Sebab, semua benda di dunia ini baik yang berada di langit maupun di sekitar kita, semuanya bertasbih kepada Allah SWT. serta tunduk di bawah hukum-hukum Allah SWT. Kalau benda-benda itu senantiasa loyal dan taat kepada sunnatullah, sudah semestinya manusia pun loyal terhadap ajaran-ajaran Allah.
Kedua, pensil adakalanya harus diraut agar runcing setelah dipergunakan untuk menulis dalam periode waktu tertentu sehingga menjadi tumpul atau patah. Dalam kehidupan kita sehari-hari, adakalanya kita harus melakukan penyucian diri untuk mendapatkan kembali martabat kita di sisi Allah SWT., seperti shaum yang rutin kita laksanakan dalam bulan Ramadhan.
Ketiga, pensil ada kalanya memerlukan bantuan pihak luar / lain. Pensil bisa membuat garis lurus, tetapi tidak selurus ketika ia mendapatkan bantuan dari alat bantu penggaris. Pensil bisa membuat lingkaran, tetapi tidak akan bulat betul, kecuali dipasangkan dengan alat bantu jangka. Maknanya, tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada orang yang serbatahu atau serbabisa. la harus mendapatkan pertolongan dari pihak luar / lain.
Keempat, pensil itu yang terpenting adalah inti / grafitnya yang ada di dalam, bukan aksesori luarnya. Ada pensil yang dihias dengan warna dan motif yang indah, tetapi ketika digunakan gampang patah. Artinya, dalam kehidupan seorang manusia, yang terpenting adalah qalbu yang ada dalam dirinya. Kalau qalbunya baik, totalitas manusianya itu akan baik, begitu pula sebaliknya.
Kelima, pensil boleh jadi patah, tetapi patahan itu masih bisa dimanfaatkan kembali untuk menulis. Maknanya, ada orang mendapatkan musibah atau cobaan dari Allah SWT., sampai titik nadir sekalipun, ia tidak pernah berputus asa dalam kehidupannya. la bangkit lagi untuk "meruncingkan pensil-pensilnya" itu sebagaimana patahan-patahan pensil tersebut.
Keenam, pensil selalu meninggalkan tanda. Maknanya, manusia harus senantiasa menjaga lisannya dan perbuatannya karena apabila sudah mengucapkan sesuatu, ia akan meninggalkan tanda. Paling tidak, sebagaimana yang dicatat oleh malaikat Rakib dan Atid.
Ketujuh, pensil adakalanya berbuat kesalahan. Akan tetapi, saat terjadi kesalahan, tulisannya bisa dihapus. Maknanya, tidak ada seorang pun yang tidak pernah melakukan kesalahan. Saat melakukan kesalahan, segeralah bertobat / beristigfar kepada Allah SWT. Segera meminta maaf bila yang bersangkutan dengan orang lain.
Kedelapan, pensil jika sering dipergunakan akan semakin pendek bahkan akan habis. Ini adalah ibrah yang sangat penting bahwa suatu ketika manusia akan menemui ajal. Oleh karena itu, kita haras mempersiapkan diri dan sebaik-baik bekal adalah bekal taqwa.
(Disalin dari HU. “PIKIRAN RAKYAT” Edisi Senin (Pon) 16 Nopember 2009 pada Artikel “KOLOM” ditulis oleh Widodo Asmowiyoto) ***
0 comments:
Post a Comment