TOLERANSI DALAM PERSFEKTIF ISLAM

Pluralitas atau keberagaman, baik keragaman etnis, suku, bangsa, dan agama, adalah sunnatullah. Tujuan dari penciptaan yang berbeda itu agar manusia bisa saling mengenal, sebagaimana firman Allah SWT.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. al-Hujurat : 13)

Dalam satu ayat Allah mengingatkan kita bahwa Dia sebenarnya bisa menciptakan manusia menjadi satu umat, namun Allah ingin menguji kita dengan perbedaan itu dan untuk kemudian saling berlomba-loba berbuat kebajikan. Firman-Nya,

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. al-Maidah : 48)

PENTINGNYA TOLERANSI

Ayat di atas menegaskan bahwa perbedaan atau keragaman adalah sebuah keniscayaan, tidak bisa ditolak dan merupakan kehendak Allah SWT. Karena keragaman adalah sunnatullah, maka hidup tanpa toleransi sangat tidak mungkin. Tanpa toleransi, konflik dan pertumpahan darah adalah sebuah keniscayaan. Toleransi merupakan obat penghilang konflik yang seringkali muncul bersamaan dengan adanya perbedaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi didefinisikan sebagai sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan politik, ia disimbolkan sebagai kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya, dan memperjuangkannya. Maka toleransi dimaknai sebagai kerukunan sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada. Sikap toleran menuntut kita menerima orang lain dan mempersilakan mereka berbuat apa yang menurut mereka baik meskipun kita tidak setuju.

Mengenai toleransi umat beragama antara Islam dan Kristen, Azyumardi Azra dalam bukunya Konteks Berteologi di Indonesia; Pengalaman Islam mengemukakan bahwa lebih dari seribu tahun umat Muslim dan Kristen mengembangkan gagasan-gagasan kerukunan hidup antar umat beragama berdasarkan kepercayaan mereka masing-masing.

Menurut Azra, sejak masa pertengahan, dialog-dialog antaragama yang pertama dalam sejarah telah mulai dilakukan di istana-istana para penguasa Muslim di Baghdad dan Andalusia.

Untuk konteks Indonesia, toleransi antar umat beragama menjadi salah satu ciri utama negara Indonesia yang tersirat dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, disamping prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, dan gotong royong. Secara umum, toleransi antarumat beragama di Indonesia berjalan relatif sempurna. Hal ini pun diakui oleh dunia internasional.

Pengakuan itu terungkap dalam seminar bertajuk Unity in Diversity, the Culture of Coexistence in Indonesia (bersatu dalam keragaman: budaya hidup berdampingan dengan damai di Indonesia) yang digelar bulan Maret lalu. Dalam seminar itu Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini dalam sambutannya pada awal seminar jelas-jelas ”meminang” Indonesia menjadi pelaku perdamaian. Tawaran serupa telah diutarakan pula Perdana Menteri Australia dan beberapa negara lain yang ingin melamar Indonesia sebagai mitra dalam percaturan relasi internasional.

Seminar bertempat di Roma tersebut membidik salah satu unsur sentral kearifan budaya (cultural wisdom) Nusantara yang kini mempunyai nilai pikat dan relevansi sangat tinggi, yakni kemampuan hidup bersama secara rukun dalam perbedaan. Sering terjadi pergesekan dalam relasi, tetapi keharmonisan telah menyejarah dan menjadi pengalaman dominan dalam hidup bersama di Indonesia.

Pengakuan dunia internasional tersebut menjadi bukti bahwa sebagai penduduk mayoritas, umat Islam Indonesia mampu menerapkan sikap toleran dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

TOLERANSI ISLAM

Praktik toleransi yang diterapkan umat Islam Indonesia dalam menyikapi perbedaan yang ada sejalan dengan nafas Islam. Prinsip toleransi yang dibangun Islam dalam membangun kerukunan antarumat beragama dilandaskan pada dua hal.

Pertama, tidak ada pemaksaan agama (lâ ikrâha fi ad-dîn). Islam merupakan agama dakwah. Prinsip dakwah yang diajarkan Islam adalah mengajak pada kebenaran, dalam hal ini agama Islam, tanpa ada pemaksaan karena antara yang benar dan yang salah telah jelas

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (QS. al-Baqarah : 265).

Dalam mengajak manusia bernaung di bawah agama Islam yang hanif, pada da’i hanya dibenarkan membeberkan risalah kebenaran Islam kepada umat lain. Setelah itu, terserah mereka untuk beriman atau menjadi kafir.

Kedua, mengakui perbedaan identitas agama masing-masing (lakum dînukum wa liya dîn). Surat al-Kafirun ayat 6 menegaskan prinsip yang pertama ini. Prinsip ini menjelaskan bahwa Islam mengakui hak hidup agama lain dan menghargai para pemeluk agama-agama tersebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing.

Di sinilah terletak dasar ajaran Islam mengenai toleransi beragama. Menurut Islam, lepas dari soal apa agamanya, penganut agama lain harus dihargai sebagai manusia sesama makhluk Allah Yang Maha Esa. Sebab Allah sendiri pun menghormati manusia, anak cucu Adam di mana saja ia berada, dengan segala potensi dan perbedaannya

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. al-Isra’ : 70)

Karena Allah SWT. memuliakan manusia, terlepas dari latar belakang perbedaan keyakinan, maka ajakan kepada kebenaran (dakwah), haruslah dilakukan hanya dengan cara-cara yang penuh kearifan, kesopanan, tutur kata yang baik.

Ajaran Islam mengenai hidup berdampingan dengan damai dan menghargai penganut agama lain bisa dilakukan dari lingkup terkecil seperti bertetangga. Dalam hadits disebutkan siapa pun yang beriman kepada Allah SWT. dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangga. Dalam hadits tersebut tidak ada dikotomi apakah tetangga itu seiman dengan kita atau tidak.

Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa Rasulullah SAW. hendak melarang seorang sahabat untuk bersedekah kepada orang non-muslim yang sedang membutuhkan. Lalu Allah SWT. menegur beliau dan menurunkan ayat berikut,

لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya,” (QS. al-Baqarah : 272)

Dengan turunnya ayat ini, Rasulullah SAW. segera memerintahkan umat Islam untuk bersedekah jika mendapatkan orang non muslim sedang membutuhkan.

Riwayat di atas menjelaskan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk berbuat baik kepada sesama. Karena petunjuk atau hidayah ada dalam kekuasaan Allah SWT. Sedangkan urusan manusia adalah mengajak kepada kebaikan, keadilan dan kesejahteraan yang ada di dunia.

Dengan demikian, sikap toleransi yang paling utama untuk kita tumbuh kembangkan adalah praktek-praktek sosial kita sehari-hari. Hal ini dengan kita awali bagaimana kita bersikap yang baik dengan tetangga terdekat kita, tanpa membedakan mereka dari sisi apa pun.

Mudah-mudahan para pemimpin bangsa dan negara serta para pemimpin umat semakin arif dalam menangani kasus-kasus yang berbau SARA, untuk tidak selalu menyudutkan kelompok-kelompok dalam tubuh umat Islam.

Wallahu a'lam bishawab.

[Ditulis oleh IAN SUHERLAN, Peneliti CIRUS dan Master Ilmu Politik Universitas Indonesia. Sumber tulisan http://www.cmm.or.id]

0 comments: