Ibadah haji dan kurban merupakan perintah Allah yang dibebankan kepada manusia. Pensyariatannya tentu saja bukan tanpa makna. Ia memiliki rahasia tersembunyi yang hanya dapat dipahami orang yang mau mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Keberadaan penciptaan manusia hanya untuk tujuan yaitu pengabdian kepada Allah. Di balik tujuan sebagai bentuk pengabdian hamba kepada Penciptanya, penulis meyakini sepenuhnya bahwa ada tujuan lain yang harus dijadikan 'ibrah bagi orang-orang yang mau menggunakan potensi akal yang telah diberikan kepada mereka.
Ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima, pelaksanaannya penuh dengan simbol sarat nilai yang dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang telah menunaikannya. Nantinya diharapkan kepada orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji dapat memberikan makna bagi perjalanan ritus yang telah dilaksanakannya.
Penanggalan pakaian biasa yang penuh dengan perbedaan menjadi pakaian ihram memiliki makna bahwa pada hakikatnya manusia dalam pandangan Allah adalah sama. Tiada yang membedakan kedudukan mereka dalam pandangan Allah kecuali derajat dan tingkat ketakwaannya. Dari kelas dan golongan mana pun manusia, semua mengenakan pakaian yang seragam dengan warna yang sama.
Tanpa mengenakan pakaian ihram dapat dinilai secara langsung, tentu akan terjadi perbedaan yang mencolok antara pakaian masyarakat kelas atas dan kelas bawah serta antara pakaian pejabat dan pakaian rakyat karena pakaian dapat melahirkan perbedaan.
Keberadaan penciptaan manusia hanya untuk tujuan yaitu pengabdian kepada Allah. Di balik tujuan sebagai bentuk pengabdian hamba kepada Penciptanya, penulis meyakini sepenuhnya bahwa ada tujuan lain yang harus dijadikan 'ibrah bagi orang-orang yang mau menggunakan potensi akal yang telah diberikan kepada mereka.
Ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima, pelaksanaannya penuh dengan simbol sarat nilai yang dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang telah menunaikannya. Nantinya diharapkan kepada orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji dapat memberikan makna bagi perjalanan ritus yang telah dilaksanakannya.
Penanggalan pakaian biasa yang penuh dengan perbedaan menjadi pakaian ihram memiliki makna bahwa pada hakikatnya manusia dalam pandangan Allah adalah sama. Tiada yang membedakan kedudukan mereka dalam pandangan Allah kecuali derajat dan tingkat ketakwaannya. Dari kelas dan golongan mana pun manusia, semua mengenakan pakaian yang seragam dengan warna yang sama.
Tanpa mengenakan pakaian ihram dapat dinilai secara langsung, tentu akan terjadi perbedaan yang mencolok antara pakaian masyarakat kelas atas dan kelas bawah serta antara pakaian pejabat dan pakaian rakyat karena pakaian dapat melahirkan perbedaan.
Pakaian melambangkan status sosial seseorang, disamping ia juga dapat memberikan pengaruh secara psikologis kepada pemakainya. Oleh karena itu, sekembalinya dari Tanah Suci, masihkah seseorang mengenakan "pakaian biasa" dengan lambang dan status sosialnya? Sungguh suatu hal yang naif apabila seseorang yang telah menanggalkan pakaian kebesarannya dan menggantikannya dengan pakaian ihram akan kembali melupakan pakaian sejatinya yang pernah ia pakai selama menunaikan ibadah haji.
Ritus ini memiliki makna begitu mendalam bahwa kita dituntut agar bersikap egaliter, menganggap semua manusia sama dalam hal apa pun sehingga bisa berlaku adil karena menegakkan keadilan merapakan kewajiban kita semua. Apabila tidak berlaku adil, misalnya berlaku diskriminasi, konstitusi hanya basa-basi, aparat pemerintah hanya tumpang kaki, bahkan banyak yang korupsi, negara akan dimurkai Allah.
Hal lain yang tidak bisa terpisahkan dan ibadah haji adalah kurban. Ibadah kurban merupakan prosesi keagamaan yang pada mulanya peran tersebut dimainkan oleh Ibrahim AS. dan putranya, Ismail AS.
Manusia dapat mengambil i'tibar (pelajaran) dari prosesi ini bahwa segala sesuatu yang mereka cintai di dunia ini harus siap diserahkan kepada Sang Pemilik Mutlak, di mana dan kapan saja jika Dia menghendaki agar kita menyerahkannya.
Ibadah kurban mengisyaratkan kepada manusia bahwa pengabdian kepada Sang Khaliq, Tuhan yang telah menciptakan alam beserta segenap isinya berada di atas segalanya. Dengan kurban, manusia dibimbing agar setia dan patuh terhadap semua perintah Allah.
Dengan kurban pula, manusia akan lebih peduli dan memiliki rasa kepekaan sosial yang lebih tinggi terhadap sesama. Dengan kurban, manusia juga dapat mengetahui bahwa betapa hakikat hidup manusia adalah untuk Allah dan kepada-Nya jualah mereka akan kembali.
Demikian tinggi nilai-nilai spiritual dan pengabdian yang dapat dipetik oleh manusia dari perjalanannya "mengorbankan" sesuatu yang dicintai dan diagungkan bahkan dibanggakannya. Jika mereka mau menghayati dan melaksanakannya semata-mata hanya mencari keridhaan Allah Yang Mahakuasa tanpa tendensi apa pun, kecuali keridhaan dan kasih sayang-Nya jua. Jika saja sikap rela berkorban seperti ini dimiliki para pemimpin bangsa ini, tentu bangsa ini akan sejahtera.
Ungkapan indah yang dikemukakan oleh Ali Syari'ati dalam bukunya al-Hajj bahwa mempersembahkan seekor domba sebagai ganti Ismail adalah sebuah "pengorbanan". Akan tetapi, mengorbankan seekor domba hanya demi pengorbanan semata adalah "pembunuhan yang kejam."
Dengan demikian, haji dan kurban merupakan salah satu manifestasi kesadaran spiritual dari umat beragama. Kesadaran itu berawal dari siratan niat awal. Rangkaian pelaksanaan berbagai simbol religius dan keyakinan yang melahirkan Muslim sejati. Muslim yang bisa melaksanakan perintah Al-Qur'an,
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
"Lan tanaalul-birra hatta tunfiguu mimmaa tuhibbuun." Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. (QS. Ali Imran: 92)
Nabi Ibrahim AS. mengorbankan Ismail AS., anak semata wayangnya saat itu.
Lantas, dengan apa kita berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta mengibarkan kejayaan Islam?
Wallahu a'lam. ***
[Ditulis oleh H. DEDING ISHAK, anggota Komisi III DPR RI dan Ketua Umum Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Pusat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 10 November 2011 / 14 Zulhijah 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
0 comments:
Post a Comment