Islam merupakan ajaran yang mementingkan nilai-nilai kedisiplinan sebagaimana kita ketahui, berbagai ibadah, mulai dari shalat, zakat, puasa, dan haji, semuanya memiliki waktunya masing-masing. Dalam hal shalat misalnya, seseorang tidak boleh mengerjakan shalat tertentu sebelum waktunya atau setelah lewat waktunya, kecuali apabila ada uzur yang dibenarkan syariat. Kemudian ketika menjalankan shalat berjama'ah, seorang makmum tidak boleh mendahului gerakan imam, atau tertinggal jauh darinya. Begitu pula dalam hal puasa, seseorang tak boleh makan lagi ketika masuk waktu subuh dan seharusnya segera berbuka ketika waktu masuk maghrib.
Selain itu banyak lagi perkara-perkara yang sarat dengan nilai-nilai kedisiplinan, salah satunya adalah anjuran untuk bangun pagi hari untuk mencari keberkahan di muka bumi, sebagaimana kisah Fathimah RA. yang ditegur Rasullullah SAW. sebagai berikut,
"Pada suatu pagi Rasulullah SAW. lewat di depanku dalam keadaan aku (Fathimah) sedang berbaring. Sambil membangunkan aku, beliau berkata, "Hai anakku, bangun, saksikanlah rezeki Tuhanmu dan janganlah engkau menjadi orang yang lalai, sebab Allah membagikan rezeki kepada manusia di waktu fajar mulai menyingsing hingga matahari terbit." (Riwayat Baihaqi)
Disiplin memang memerlukan stamina mental untuk mengatasi kebiasaan buruk. Disiplin membutuhkan ketabahan untuk menolak tarikan dari banyak godaan yang bisa membujuk kita berbelok ke sesuatu yang berguna. Disiplin membutuhkan perhatian kepada hal-hal yang berarti.
Istri Rasulullah SAW. yang bernama 'Aisyah RA. menegaskan,
"Amal (perbuatan) yang paling disukai oleh Rasulullah adalah yang dikerjakan secara terus menerus (disiplin dan kontinu) oleh pelakunya." (Riwayat Bukhari)
Hadist ini mengungkapkan bahwa Rasulullah SAW. menyukai sekaligus terbiasa melakukan sesuatu yang baik dan dikerjakan dengan disiplin dan terus-menerus. Kedisiplinan dan kontinuitas adalah jalan yang menghubungkan seseorang dengan kesuksesan.
Seorang praktisi manajemen, F.W. Nichol mengatakan, ketika kita sungguh-sungguh mencari akar dari kata sukses, maka kita akan menemukan bahwa artinya sederhana, yaitu mengerjakan sesuatu sampai selesai.
Senada dengan itu, motivator dan penulis buku How to Get What You Want, Zig Ziglar pernah mengatakan, kesuksesan adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli secara tunai. Kita dapat membelinya dengan cara mencicilnya setiap hari.
Rasulullah SAW. mendisiplin diri dalam mengelola waktu sebaik mungkin, beliau juga secara kontinu melakukan kegiatan-kegiatan positif dan konstruktif. Ketika tiba saatnya shalat malam, Rasulullah SAW. bangun dari tidurnya dan melaksanakan qiyamul lail, paginya setelah shalat subuh, melakukan aktivitas rutin, yang diawali dengan membantu meringankan pekerjaan istri serta memperlakukan keluarga dengan baik.
Seorang praktisi manajemen, F.W. Nichol mengatakan, ketika kita sungguh-sungguh mencari akar dari kata sukses, maka kita akan menemukan bahwa artinya sederhana, yaitu mengerjakan sesuatu sampai selesai.
Senada dengan itu, motivator dan penulis buku How to Get What You Want, Zig Ziglar pernah mengatakan, kesuksesan adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli secara tunai. Kita dapat membelinya dengan cara mencicilnya setiap hari.
Rasulullah SAW. mendisiplin diri dalam mengelola waktu sebaik mungkin, beliau juga secara kontinu melakukan kegiatan-kegiatan positif dan konstruktif. Ketika tiba saatnya shalat malam, Rasulullah SAW. bangun dari tidurnya dan melaksanakan qiyamul lail, paginya setelah shalat subuh, melakukan aktivitas rutin, yang diawali dengan membantu meringankan pekerjaan istri serta memperlakukan keluarga dengan baik.
Setelah itu seperti biasa, beliau juga mendisiplinkan diri dengan menjalankan beragam tugas sosial kemayarakatan, dakwah, kemiliteran, dan sebagai pemimpin Negara atau pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Disela-sela menjalankan tugas-tugas rutinitasnya, Rasulullah SAW. mendisiplinkan diri dengan berpuasa sunah di hari-hari tertentu, shalat sunah, membaca Al-Qur'an, dan i'tikaf di waktu tertentu pula.
Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Aisyah RA.
"Rasulullah suka melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Nasa' dari Ibnu Abbas,
"Rasulullah SAW. tidak makan (berpuasa) meskipun hari-hari yang panas, baik selagi bermukim maupun sedang bepergian."
Pada hadits lain dari Ibnu Umar,
"Rasulullah SAW. suka melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Beliau pun berdisiplin dalam menunjukan kepedulian terhadap sesama dengan berusaha mengetahui keadaan mereka serta memenuhi harapan-harapannya. Apabila ada diantaranya yang sakit, Rasulullah SAW. biasa menjenguk dan mendoakan kesembuhan mereka. Jika sedang dalam bepergian mendoakan keselamatannya, dan bila ada yang tidak memiliki makanan, beliau mengupayakannya. Seandainya ada diantara mereka meninggal, Rasulullah SAW. melawat, menshalatkan, menguburkan, serta mendoakan.
Kedisiplinan dan kontinuitas Rasulullah SAW. dalam kebaikan melekat dengan sosoknya yang mulia. Beliau sangat menghargai sisa-sisa waktu yang ada walaupun dengan melakukan hal-hal kecil selama membawa kebaikan dan manfaat. Sabdanya,
"Bebanilah diri kalian dengan amalan yang mampu untuk dikerjakan." (Riwayat Bukhari)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa disiplin dan, kontinuitas itu pada mulanya menjadi beban (sesuatu yang berat). Namun, apabila dilakukan dengan penuh kesadaran dan kedisiplinan, serta berkesinambungan (kontinu), sesuatu yang semula terasa sebagai beban akan menjadi mudah dan ringan. Itulah keniscayaan dari disiplin serta kontinuitas.
BERSERAH KEPADA ALLAH SWT.
Disamping menekankan pentingnya disiplin dalam melakukan sesuatu secara kontinu, melalui wahyu yang diterimanya, Rasulullah SAW. pun memotivasi kita untuk bijaksana.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب
Faitha faraghta fainsab Waila rabbika fairghab
Apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerja keraslah kamu (dengan urusan yang lain). Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al-Insyirah (94): 7-8)
Memang, menjadi tidak bijaksana seandainya setelah menuntaskan sesuatu, tidak dilanjutkan dengan mengerjakan yang lain, padahal itu juga perlu dikerjakan, lebih tidak bijaksana lagi apabila kita mengharapkan keberhasilan hanya dari hasil ikhtiar tanpa dibarengi mengharap pertolongan dari Allah SWT.
Wallahu'alam. ***
[Tulisan disalin dari "AL-HILAL" Buletin Jumat DKM Al-Ittihad Edisi Juni-2013]
by
0 comments:
Post a Comment