Berdoa adalah salah satu ciri fitrah manusia yang lemah. Karena kelemahannya dalam ikhtiar meraih segala kebutuhan dan keinginannya, manusia butuh kekuatan dari luar dirinya untuk menopang dan menyempurnakan ikhtiarnya. Maka senjatanya adalah doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Sebagai manusia beriman, ia yakin bahwa Allah adalah sumber dari segala sumber kekuatan yang mengalirkan energi dalam setiap gerak ikhtiarnya.
Hanya kepada Allah semua doa dan pengharapan pantas dipanjatkan. Di kala musibah menimpa, bencana melanda, dan tragedi tragis terjadi pada kita, saat itulah biasanya kita segera mendekat kepada Allah. Ketika semua cara tak mampu memberi jalan keluar, setiap jalan terasa sempit, harapan terputus, dan semua jalan pintas membuntu, kita pun segera mendesah menyebut-nyebut nama Allah.
Sejenak mari kita kembalikan memori kita ke masa lalu untuk mengenang kisah Fir'aun. Ketika ia diberi kelimpahan harta dan kekuasaan tinggi, dia mengaku-ngaku dirinya sebagai Tuhan. Namun, ketika ia hampir tenggelam di lautan dan tidak lagi mampu menolak takdir kematian pada detik-detik terakhir hidupnya, saat itulah ia meneriakkan pertaubatannya kepada Allah.
Kisah singkat Fir'aun ini telah memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa sebagai manusia, kita kadang lupa bersyukur kepada Allah ketika kita berada dalam kondisi lapang, berkecukupan dan berlimpah. Akan tetapi, saat kecukupan dan limpahan itu dicabut oleh Allah dan digantikan dengan kesulitan dan kesempitan, saat itu pula kita segera ingat kepada Allah dengan berdoa dan beristighfar.
Jika kita berdoa hanya pada saat ditimpa kesulitan, maka kesadaran doa yang demikian ini merupakan derajat atau tingkatan doa yang paling rendah. Allah telah menjelaskan tentang sifat dan kebiasaan orang-orang seperti ini dalam firman-Nya,
وَإِذَا
مَسَّ الْإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ
قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا
إِلَىٰ ضُرٍّ مَّسَّهُ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
Waitha massa alinsana alddurru daAAana lijanbihi aw qaAAidan aw qaiman falamma kashafna AAanhu durrahu marra kaan lam yadAAuna ila durrin massahu kathalika zuyyina lilmusrifeena ma kanoo yaAAmaloona
Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia kembali melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus (10): 12)
Derajat kedua manusia dalam berdoa adalah derajat orang-orang yang waktunya lebih banyak digunakan untuk berdoa dan mengingat Allah. Jika kita berada dalam tingkatan ini, kita akan berdoa tidak hanya dalam keadaan sulit, tetapi juga ketika lapang. Dalam kedaan sehat, luang, aman, nyaman, dan berkecukupan kita bisa memanjatkan doa berupa pujian, ungkapan syukur, dan pengakuan terhadap karunia yang Allah berikan, sekaligus berupa permintaan kenikmatan, pertolongan Allah dan permohonan ampunan.
Derajat ketiga atau yang paling tinggi adalah derajat doa para kekasih Allah yang telah sampai pada maqam (tingkatan) dzikir, yaitu suatu keadaan di mana mereka tidak sempat untuk meminta karena sibuk tenggelam dengan mengingat Allah, memuji, dan menganggungkan kebesaran-Nya. Mereka adalah orang-orang yang diam dari meminta bukan karena tidak butuh kepada Allah, tetapi karena mereka telah memperoleh kenikmatan dengan selalu mengingat, memuji, dan berbuat taat kepadanya.
Bagi orang-orang yang berada pada derajat ini, Allah akan memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang diminta oleh para pendoa. Janji Allah dalam sebuah hadits qudsi,
"Barang siapa disibukkan dengan mengingat-Ku daripada meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikan sesuatu yang paling utama yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta." (HR. Bukhari dan Baihaqi)
Oleh karena itu, untuk hal ini Ibnu Qayyim Al-Jauziah mengungkapkan bahwa dzikir itu lebih utama daripada doa, karena dzikir berarti memuji Allah dengan keindahan sifat-sifat, nikmat, dan nama-nama-Nya. Sementara doa berarti permintaan seorang hamba akan hajat dan kebutuhannya. Oleh karena itulah, dalam berdoa disunahkan untuk memulainya dengan memuji Allah, kemudian baru dengan permintaan.
Dengan menyadari kita sebagai manusia lemah, seharusnya kita tetap menggantungkan segala pengharapan kita kepada Allah melalui doa-doa kita. Akan tetapi, alangkah baiknya doa yang kita panjatkan tidak hanya di saat kita berada dalam kesempitan, tetapi dalam keadaan lapang pun kita senantiasa mengingat, memuji, dan mengagungkan Allah agar derajat doa kita terangkat ke tingkatan yang lebih tinggi sebagaimana doa dan dzikir hamba-hamba Allah yang saleh. ***
[Ditulis oleh USEP SAEFUROHMAN, Koordinator Umum Kajian Ilmu Muslim Muda (KIMM) Kabupaten Bandung. Khatib Jumat di Masjid Jami'Al-Kahfi Bina Muda Cicalengka Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 19 Juli 2013 / 10 Ramadhan 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT."]
by
0 comments:
Post a Comment