ISTIGHFAR

SEBAGAI SATU KEBUTUHAN

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

"Maka aku katakan kepada mereka : Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh : 10-12).

Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi dan pengaruh kekuatan Barat mulai mencengkeramkan kuku-kukunya, maka tak ayal lagi akhlak manusia pun menjadi kian terpuruk. Moral dan etika menjadi sesuatu yang "usang" untuk dibicarakan, nafsu menjadi standar baku untuk mengukur nilai-nilai kehidupan, dan syahwat adalah sesuatu yang senantiasa dipuja-puja dengan dalih sebagai seni, estetika atau yang lainnya. Akibatnya dunia pun semakin kelam dan kotor, sehingga hampir tak ada sejengkal pun tanah di bumi ini kecuali sarat dengan debu kemaksiatan. Contoh yang mudah, manakala anda pergi ke masjid, maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan. Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dengan menggunakan pakaian yang tidak pantas dan menantang ? Atau rumah kita, bukankah selalu dibanjiri tayangan yang jauh dari tuntunan agama dan hingar bingar serta dentum musik syaitani ? tentunya menjadikan diri kita lekat dengan dosa dan kemaksiatan. Di sinilah seharusnya kita menyadari bahwa istighfar adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk menghindari pekatnya hati dari selubung dosa.

URGENSI ISTIGHFAR


Terkadang kata "istighfar" disebut sendirian, tapi terkadang pula disebut secara bersambungan dengan kata "taubat", Kata istighfar, bila disebut sendirian, mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam satu ayat, maka istighfar bermakna "meminta pengampunan dan penjagaan dari kesalahan-kesalahannya yang telah lampau." Sedangkan kata taubat berarti "kembali ke jalan Allah SWT. dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yang akan datang"; Firman Allah :

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ
"Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih." (QS. Hud : 90)
(Madarijus Salikin : 1/335).


Seberapa jauh urgensi istighfar dalam kehidupan, dapat terlihat dari seberapa besar perhatian Rasulullah SAW. terhadap masalah ini. Adalah Rasulullah SAW. manusia yang makshum (terjaga dari dosa), meski demikian beliau tetap akrab dengan kalimat istighfar, dari Ibnu Umar RA. pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW. dalam suatu majelis membaca kalimat (yang artinya) : "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya sebanyak 100 (seratus) kali." (HR. Nasa'i).

Jika para sahabat dahulu yang kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan hari-harinya senantiasa dipenuhi dengan amal kebajikan saja tetap tanggap, serius dan kontinyu dengan istighfar, maka bagaimanakah dengan kita hari ini ? Hari ini kita, kalau boleh dikatakan adalah orang-orang yang melalaikan istighfar. Padahal kalau melihat kondisi saat ini selayaknyalah kita banyak membutuhkan istighfar, sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh. berlipat ketimbang zaman para sahabat dahulu.

Bukankah berbohong, ghibah, mengurangi timbangan, zina, dan segudang dosa-dosa besar sudah menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita. Maka sudah saatnyalah kita merenung ulang terhadap diri kita, sudahkah ada dalam diri kita perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.

CUKUPKAH UCAPAN ISTIGHFAR SAJA ?

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan dalam 2 (dua) jenis, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila kita selalu mengucapkan istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yang kita lakukan termasuk dalam kategori dosa besar, maka ucapan istighfar tanpa disertai dengan rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adalah gurauan belaka. Padahal para ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika telah memenuhi beberapa syarat, yaitu :
  1. Segera menghentikan kemaksiatan yang dikerjakannya,
  2. Menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukan dan biasanya ditandai dengan menetesnya airmata penyesalan,
  3. Berniat secara sungguh-sungguh untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya tersebut,
  4. Dan terakhir jika dosanya berkaitan dengan hak-hak adami maka ia harus mengembalikan hak orang yang telah didzoliminya. (Riyadhus sholihin : 25).
Rasulullah SAW. merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Beliau telah mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Rasulullah SAW. memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut dengan penuh keyakinan, maka Rasulullah SAW. menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.

Rasulullah SAW. bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).” Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhari-5831).

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingat-Mu, gemar memohon ampunan-Mu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalan-Mu. Amin ya Robbal Alamin.


(Disalin dari : Buletin Da'wah Al-Fatihah Edisi 262 Tahun VII 2010 M / 1431 H
)

0 comments: