MEMERANGI KEBOHONGAN

Suatu hari, Hasan al Bashri, seorang ulama tabi'in (pernah berjumpa dan berguru kepada sahabat Nabi Muhammad SAW.), sedang berdiskusi dengan muridnya Habib al Ajami. Mereka membahas berbagai masalah yang penting untuk bekal kehidupan di dunia dan akhirat.

Tiba-tiba tampak kepulan debu. Serombongan penunggang kuda menuju ke arah mereka. Hasan al Bashri tahu, itu adalah utusan Sultan yang akan menangkapnya dan membawanya ke penjara Damaskus. Pasalnya, beberapa waktu lalu ia telah mengkritik segala tindakan Sultan yang merugikan rakyat.

Segera Hasan berupaya menghindar. Tak ada tempat sembunyi. Tak ada jalan untuk melarikan diri, kecuali mencebur ke sungai yang deras. Untung ada satu gubuk kecil di balik rumput. Ia masuk ke situ, sebagai ikhtiar sebelum ditekuk bagai tikus tak berdaya.

"Mana Hasan al Bashri ? Tadi kami melihatnya di sini bersamamu," teriak komandan pasukan kepada Habib al Ajami.

"Ada di sana," tanpa ragu-ragu, Habib menunjukkan gubuk tempat Hasan bersembunyi.

Seluruh pasukan menyerbu gubuk. Mengobrak-abrik dan merobohkannya. Akan tetapi, Hasan tidak ditemukan sehingga mereka pulang dengan tangan hampa. Setelah pasukan pergi, muncul dari puing-puing gubuk. Sambil membersihkan pakaian dari debu dan serpihan-serpihan kotoran, Hasan berkata kepada Habib, "Lain kali, cobalah engkau berdiplomasi. Jangan terus-terang seperti tadi. Aku sampai menggigil, karena beberapa kali ujung pedang pasukan Sultan menggores tubuhku."

"Guru," jawab Habib. "Jika tadi aku berbohong, menyebutkan engkau pergi ke mana saja, mungkin engkau akan tertangkap dan sekarang mungkin sudah diborgol. Diseret ke depan mahkamah Sultan untuk kemudian dipenjara. Hanya karena aku berterus-terang, maka Allah SWT. menyelamatkanmu. Melindungimu dari pandangan orang-orang yang mencarimu di dalam gubuk."

Kisah di atas dituturkan oleh Faridudin Attar (abad 13), penulis buku "Tadzakirotul Aulia". Para mursyid (guru spiritual) di berbagai belahan dunia, menjadikan kisah tersebut sebagai bahan pendidikan untuk membentuk murid-muridnya berjiwa jujur, berani berterus-terang, menjauhi dusta. Meninggalkan kebohongan.

Bohong, dusta, bual, ingkar janji, dan sejenisnya merupakan penyakit akut yang telah diderita manusia sejak lama. Almarhum Buya Hamka, dalam buku "Bohong di Dunia"(1957) menyatakan, bohong pada manusia sulit disembuhkan, walaupun sudah banyak korban harta dan nyawa akibat kebohongan seseorang atau kelompok.

Padahal semua kitab suci semua agama mencela bahkan mengutuk sifat bohong. Dalam Al-Quran, Allah SWT. berfirman,

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
"Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta," (QS. adz Dzariyat : 10)

Bukan hanya tidak menyukai, Allah SWT. bahkan mengutuk orang yang banyak berdusta.

Ratusan hadits sahih, menjadi peringatan bagi seseorang untuk meninggalkan perbuatan bohong. Bahwa kebohongan membawa kepada kemaksiatan, sedangkan kemaksiatan itu menyeret si pembohong ke neraka. Seorang beriman memiliki karakter dalam segala hal, kecuali karakter khianat dan dusta. Berbuat bohong bukan hanya berbentuk cerita atau perkataan tanpa bukti, mengada-ada.

Jenis-jenis kebohongan lain itu, di antaranya kesaksian palsu. Sudah dianggap lumrah pada zaman sekarang, orang memberikan kesaksian palsu untuk membebaskan dari sesuatu atau menyelamatkan apa-apa yang ia tutupi.

Dosa memberi kesaksian palsu, setara dengan dosa menyekutukan
Allah SWT. (Hadits Riwayat Turmudzi).

Dosa paling besar di antara dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, perkataan dusta, dan kesaksian palsu (Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

Kesaksian palsu sangat erat kaitannya dengan sumpah palsu; Seorang saksi palsu tidak akan segan-segan bersumpah "Wallahi, demi Allah", agar mendapat kepercayaan serta memperkuat argumentasi yang dikemukakannya. Bahkan, tak segan-segan bersumpah atas nama zat-zat lain, selain Allah, yang mengandung unsur kemusyrikan.

Perbuatan lain yang dikategorikan kebohongan dan sudah mewabah di masyarakat adalah menyukat timbangan. Mengurangi atau menambah ukuran untuk tujuan mendapat keuntungan. Jika membeli sesuatu, angka timbangan dikecilkan tetapi berat dibesarkan. Jika menjual, angka dibesarkan, jumlah dikecilkan. Sejenis dengan menyukat atau memalsu timbangan, adalah mark-up, pengurangan bestek, dan lain-lain. Itulah perbuatan tercela yang telah menghancurkan bangsa Madyan dan Aikah tempo dulu. Kepada para penyukat itu, Allah SWT. mengancam dengan kecelakaan memasuki neraka Wail.

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
لِيَوْمٍ عَظِيمٍ
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ?" (QS. al Muthaffifin : 1-6)

Para pembuat kebohongan, baik perorangan maupun kolektif, seolah-olah merasa aman dari ancaman selama kebohongannya tidak terbongkar. Padahal, rasa aman yang bersumber dari kebohongan itu sendiri merupakan dosa besar pula. Apalagi, jika merasa aman dari azab Allah SWT. karena beranggapan, perbuatan bohong bukan dosa. Orang yang merasa aman dari azab Allah adalah orang-orang yang amat merugi.

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."(QS. al A'raf : 99)

Solusi untuk menghindari, menghapus, dan meninggalkan bohong, adalah dengan mengimani perintah Allah SWT. dan rasul-Nya.***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI H.M., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut serta pembim bing Haji dan Umrah Megacitra / KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 28 Januari 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: