MENANAM BENIH KEJUJURAN

Tersebutlah kisah tentang seorang raja yang arif dan bijaksana yang memiliki kerajaan sangat luas dan jaya. Pada suatu ketika, semua anak muda di kerajaan tersebut dikumpulkan untuk mengikuti sayembara guna memilih yang terbaik di antara mereka untuk menjadi asisten pribadi raja. Sang raja berkata, "Saudara-saudara, kepada kalian masing-masing akan diberikan sebuah bibit pohon beringin yang siap tanam. Tugas kalian, pulanglah dan tanamlah bibit tersebut hingga tumbuh. Barangsiapa yang mempunyai pohon paling subur dan tinggi dalam waktu enam bulan ini, ia akan menjadi pemenangnya." Pulanglah mereka semua dengan riang dan penuh semangat. Kemudian mereka langsung menanam bibit tersebut di dalam wadah yang benar-benar mereka jaga.

Salah satu dari mereka ada yang merasakan keanehan dengan bibit yang ia terima, tetapi ia tidak mau bercerita. Hari demi hari teman-temannya bercerita tentang pohon mereka yang semakin tinggi. Akan tetapi, anak muda ini jangankan pohonnya meninggi, tunas yang mungil saja tidak tampak sama sekali. Padahal, ia telah melakukan perawatan dengan amat sungguh-sungguh.

Setelah enam bulan, semua peserta membawa pohon-pohon mereka dan baginda raja berkenan memeriksa semua pohon tersebut. Semua membawa pohon di dalam sebuah pot besar, kecuali anak muda tadi yang hanya membawa pot kecil berisi tanah subur. Semua orang mengejek dan menertawakannya.

Setelah melakukan pengecekan, sang baginda raja memanggil anak muda yang hanya membawa pot berisi tanah tadi seraya mengumumkan dialah pemenangnya dan diangkat menjadi asisten pribadi raja. Seluruh hadirin terkejut dan mengajukan protes keras kepada raja. Dengan bijaknya raja berkata, "Enam bulan lalu, saya berikan kalian biji pohon yang telah saya goreng, jadi biji tersebut tidak akan pernah tumbuh. Saya meminta Anda semua melakukan pekerjaan ini hanya untuk mengetes kejujuran Anda. Anak muda ini adalah orang yang jujur. Walaupun ia tahu bibitnya tidak tumbuh, ia tetap merawatnya dan berharap bisa tumbuh. Inilah asisten pribadi saya yang baru."

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di mana-mana kita sulit menemukan kejujuran dalam masyarakat. Sebaliknya, di mana-mana kita dengan mudah menemukan kebohongan demi kebohongan. Di rumah, kita dengan mudah menemukan ketidakjujuran antara suami dan istri, antara anak dan orang tuanya.

Di pasar, kita mudah menemukan pedagang yang tidak jujur dalam sukatan dan timbangan. Di kantor dan tempat kerja, khususnya di lembaga-lembaga pemerintahan, di pengadilan dan penegakan hukum, di dunia pendidikan dan dakwah pun kita sering pula menemukan kebohongan dan ketidakjujuran. Hampir tidak ada lini kehidupan saat ini yang tidak dirasuki kebohongan dan ketidakjujuran. Sebaliknya, kejujuran sudah menjadi makhluk langka.

Nabi Muhammad SAW., telah mewanti-wanti kita, sebagai umatnya, agar selalu bersifat jujur dan sekali-kali jangan terlibat dalam kebohongan, sekecil apa pun dan dalam kondisi apa pun, kecuali dalam keadaan perang, mendamaikan orang yang sedang Berselisih. dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Itu pun dengan sangat hati-hati dan sebatas yang diperlukan. Rasulullah SAW. bersabda, "Hendaklah kalian semua menjadi jujur karena sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu akan menyampaikan kalian ke surga. Bilamana seseorang itu jujur dan menguasai sifat jujur (secara terus-menerus), Allah menetapkannya sebagai seorang yang jujur. Sekali-kali jangan kalian berbohong karena sesungguhnya kebohongan itu menggiring kalian kepada berbagai kejahatan (dosa) dan sesungguhnya berbagai kejahatan itu akan menggiring kalian ke neraka. Bilamana seseorang itu berbohong dan terus-menerus berbohong, maka Allah akan menetapkannya sebagai pembohong." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kejujuran itu bagi orang Mukmin adalah segalanya. Kejujuran harus meliputi semua aspek kehidupannya. Kalau tidak, ia akan mengalami kehancuran hidup di dunia dan sengsara di akhirat. Dalam Al-Quran terdapat berbagai kata "kejujuran" yang menjelaskan berbagai situasi dan kondisi kehidupan orang beriman.
  • Pertama, citra yang baik. Sesungguhnya pencitraan tidak bisa dilakukan dengan rekayasa dan kebohongan karena betapa pun canggihnya rekayasa dan kemampuan membungkus kebohongan dan ketidakjujuran, suatu saat pasti terbongkar. Citra yang baik, hanya dapat dilakukan dengan kejujuran dengan semua dimensinya, sejak dari keyakinan/keimanan, undang-undang (peraturan hidup) sampai kepada muamalah dan akhlak sehari-hari.
  • Kedua, barometer kehidupan. Dalam Islam, barometer kehidupan itu bukanlah pangkat, kedudukan, harta, status sosial, dan berbagai label materialistik lainnya. Apatah lagi jika semua itu dihasilkan dengan kebohongan dan ketidakjujuran. Akan tetapi adalah keberhasilan dalam menjalankan berbagai amal saleh yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya yang dijalankan dengan niat yang ikhlas.
  • Ketiga, orientasi hidup. Orientasi hidup orang-orang jujur adalah kehidupan akhirat yang abadi dengan segala fasilitas super-super-super VIP yang telah Allah dan Rasul janjikan. Siapapun dia, setinggi apapun pangkat dan kedudukannya, sebanyak apapun harta dan ilmunya, tidak akan pernah. memalingkan sedikit pun dari orientasi hidupnya yang sebenarnya, yakni kemuliaan, keridhaan, ampunan, dan surga Allah di akhirat kelak. Sedangkan pembohong dan tidak jujur, hanya berorientasikan kehidupan dunia semata.
Sebagai Muslim yang mengaku Muhammad SAW., adalah teladan hidupnya, hendaklah memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong atau ketidakjujuran. Sifat jujur itu adalah sumber segala kebaikan di dunia dan akan menyebabkan meraih kebaikan di akhirat, yakni surga. Sedangkan kebohongan dan ketidakjujuran itu sumber segala kejahatan di dunia dan menyebabkan pelakunya sengsara di akhirat, yakni masuk neraka.***

[Ditulis oleh USEP SAEPUROHMAN, Koordinator Umum Kajian Ilmu Muslim Muda (KIMM) Kabupaten Bandung, Pegiat Kajian Islam Ilmiah Pemuda Yayasan Pesantren Islam (YPI) Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 4 Februari 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: