TUJUAN HIDUP KITA

Setiap Muslim hendaknya menyadari betul, tujuan hidupnya di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. karena itulah tujuan penciptaan manusia.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Aku tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariat : 56)

Setiap nabi dan utusan Allah senantiasa menyampaikan tema yang sama dalam dakwahnya, yakni ajakan menyembah Allah SWT.

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)." (QS. Al-A'raaf : 59)

Secara bahasa, ibadah berarti "merendahkan diri serta tunduk" atau "pengabdian". Sedangkan menurut syara'(terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu, yakni melaksanakan perintahAllah SWT. yang terangkum dalam syariat Islam. Perilaku seorang Muslim seluruhnya ibadah selama sikapnya berpedoman kepada aturan Allah SWT.

Salah satu gelar manusia di dunia ini adalah 'abid, artinya hamba, yakni hamba Allah SWT. yang harus siap diperintah apa saja oleh-Nya. Dalam fiqh Islam, ibadah terbagi dua, yakni ibadah mahdhah, yakni shalat, zakat, puasa, dan haji, dan ibadah ghair mahdhah sering juga disebut mu'amalah, yakni ibadah yang tidak langsung berhubungan dengan Allah, namun tujuannya tetap sama; demi menjalankan perintah-Nya dan menggapai ridha-Nya, seperti menolong sesama, membangun masjid, dan sebagainya.

Menurut Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan dalam bukunya, Kitab Tauhid, ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap),mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalahibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah (fisik dan hati). Masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. Ibadah itulah yang menjadi tujuan penciptaan manusia

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Adz-Dzariyat : 56-58)

Menurut Syaikh Dr. Shalih, ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan, dan yang lahir dari hati, seperti dzikir, tasbih, tahlil dan membaca Al-Qur'an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil.

Begitu pula cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah(kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha denganqadha'-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya, dan takut dari siksa-Nya.

Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan gurbah(mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu gurbah. Bahkan, adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah, jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya, seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah, dan sebagainya.

Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) dan sesuai dengan aturan Allah SWT., maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, ibadah itu tidak terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.

Menurut Syaikh Dr. Shalih, ibadah itu perkara taugifiyah. Artinya, tidak ada suatu bentuk ibadahpun yang disyari'atkan, kecuali berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari'atkan berarti bid'ah mardudah (bid'ah yang ditolak).

"Barang-siapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan ta'at.

Manhaj (metode) yang benar dalam pelaksanaan ibadah yang disyari'atkan adalah "sikap pertengahan". Antara meremehkan dan malas dengan sikap ekstrem serta melampaui batas.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas." (QS. Hud : 112)

Ayat itu garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah, yaitu dengan beristiqamah dalam melaksanakan ibadah pada "jalan tengah", tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari'at. Allah SWT. menegaskan lagi dengan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas." (QS. Al-Maidah : 87)

Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam ibadah, seorang dari mereka berkata, "Saya puasa terus dan tidak berbuka", dan yang kedua berkata, "Saya shalat terus dan tidak tidur", lalu yang ketiga berkata, "Saya tidak menikahi wanita". Maka beliau bersabda :

"Saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku, maka dia bukan golonganku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikh Dr. Shalih menyebutkan ada dua golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah.

Golongan Pertama, yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakannya terbatas pada syi'ar-syi'ar tertentu dan sedikit, hanya diadakan di masjid-masjid.

Tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.

Padahal, ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.

Golongan Kedua, bersikap berlebih-lebihan sampai pada batas ekstrem; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.

Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW. dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid'ah.

Wallahua'lam.*****

[Tulisan dari Buletin Dakwah & Informasi Pusdai Jabar "USWAH" No. 04/XIV/ 28 Januari 2011 M / 23 Shafar 1432 H]

0 comments: