SESAMA MUSLIM ITU BERSAUDARA

Ketika kita mendengar kata saudara, yang langsung terlintas di pikiran kita adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah dengan kita. Padahal, yang dimaksud saudara ternyata bukan hanya mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan kita, tetapi juga orang-orang yang mempunyai kesamaan akidah dan kesatuan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan Nabi Muhammad SAW. adalah nabi dan utusan Allah. Dalam bahasa agama, persaudaraan semacam itu dikenal dengan istilah ukhuwah islamiah.

Allah SWT. berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Innama almuminoona ikhwatun faaslihoo bayna akhawaykum waittaqoo Allaha laAAallakum turhamoona

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat [49]: 10)

Kalau persepsi kita tentang saudara sudah bergeser dari sekadar orang-orang yang punya hubungan kekerabatan, tetapi juga yang punya kesamaan keyakinan, harapannya adalah bahwa perhatian, kepedulian, dan kasih sayang yang biasa kita curahkan kepada saudara yang mempunyai hubungan darah, kita lakukan juga kepada saudara kita yang mempunyai kesamaan keyakinan. Kalau hal itu sudah dilakukan, umat Islam di dunia, khususnya yang ada di Indonesia, akan hidup layaknya saudara, saling menyayangi, mengasihi, menyantuni, dan sebagainya.

Ada beberapa fakta yang seolah ingin menguatkan pentingnya ukhuwah islamiah.

Pertama, dalam berdoa, ajaran Islam mengajarkan agar kita tidak individualistik dengan hanya berdoa untuk diri sendiri, tetapi juga untuk saudara kita sesama Muslim. Oleh karena itu, mayoritas doa yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan hadits menggunakan kata nahnu (kita/kami) daripada ana (saya), Rabbanaa (Tuhan kami) daripada Rabbii (Tuhanku), dan sebagainya.

Contohnya, terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al-Fatihah ayat 6,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Ihdina alssirata almustaqeema

Tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fatihah [1]: 6)

Dengan kata lain, seorang Muslim yang baik selain berdoa untuk kebaikan dirinya, juga selalu berdoa untuk saudaranya sesama Muslim.

Kedua, aspek lain yang menumbuhkan ukhuwah islamiah adalah bahwa setiap amal ibadah dalam Islam yang jika dilihat dari hakikat dan bentuknya sama, tetapi pahalanya berbeda, bahkan perbedaannya sangat mencolok. Misalnya shalat. Shalat yang dikerjakan secara berjemaah pahalanya 27 kali lipat dari shalat yang dikerjakan munfarid (sendiri).

Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Rasulullah SAW.,
"Shalat berjemaah lebih utama dari shalat sendirian dengan meraih 27 derajat." (HR. Bukhari)

Ketiga, dalam sejarah peradaban Islam, banyak kasus nabi dan rasul yang lebih mementingkan hubungan keimanan dibandingkan hubungan kekerabatan. Misalnya Nabi Nuh AS. tidak,bisa menyelamatkan anaknya dari banjir besar yang melanda kaumnya waktu itu. Begitu juga Nabi Luth AS. yang tidak bisa menyelamatkan istrinya ketika azab Allah berupa hujan batu menimpa kaumnya, dan masih banyak lagi.

Selain fakla di atas, dalam beberapa haditsnya Rasulullah SAW. berusaha mengonfirmasi keutamaan persaudaraan antarsesama Muslim, di antaranya,
"Orang Islam itu ialah orang-orang Islam lainnya yang selamat dari gangguan lidahnya dan mulutnya." (HR. Bukhari)

Seorang Muslim yang baik adalah orang yang semua tingkah lakunya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, tidak pernah menyakiti sesama Muslim, sehingga mereka merasa aman berada di dekatnya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. bersabda,
"Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya (sesama Muslim) seperti halnya mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari)

Artinya, ukuran keimanan seorang Muslim, salah satunya ditentukan oleh sejauh mana cinta dan perhatiannya kepada saudaranya sesama Muslim.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. menggambarkan model persaudaraan sesama Muslim dengan sabdanya,
"Orang mukmin yang satu bagi mukmin yang lain, bagaikan bangunan yang saling munguatkan satu dengan yang lainnya." (HR. Bukhari)

Beberapa fakta dan referensi normatif di atas seolah mengonfirmasi kita bahwa berjemaah itu lebih baik daripada berpecah belah. Hidup bersaudara lebih nikmat dan lebih berkah dibandingkan dengan hidup bermusuhan. Hidup bersama orang lain akan terasa lebih bermakna dibandingkan dengan hidup sendiri.

Dalam konteks ukhuwah islamiah, yang patut kita jadikan teladan adalah persaudaraan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini tergambar jelas dalam firman Allah,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Waallatheena tabawwaoo alddara waaleemana min qablihim yuhibboona man hajara ilayhim wala yajidoona fee sudoorihim hajatan mimma ootoo wayuthiroona AAala anfusihim walaw kana bihim khasasatun waman yooqa shuhha nafsihi faolaika humu almuflihoona

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)

Di antara contoh praktis persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar yaitu kisah Abdurrahman bin Auf RA. dengan Sa'ad bin Rabi RA. Sa'ad berkata kepada Abdurrahman, "Aku adalah kaum Anshar yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa idahnya, engkau bisa menikahinya." Mendengar pernyataan saudaranya itu, Abdurrahman menjawab, "Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?" Lalu Sa'ad menunjukkan pasar Qainuqa. Mulai saat itu, Abdurrahman sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan saudaranya.

Namun sayang, pelaksanaan ukhuwah islamiah pascagenerasi Rasulullah dan khulafa al-Rasyidin, dapat dikatakan kurang begitu baik. Masih banyak umat Islam yang melaksanakan ukhuwah islmaiah secara sempit dan terbatas. Artinya, mereka membangun persudaraan, tetapi persaudaraan tersebut hanya terbatas pada komunitas mereka sendiri yang sepaham.

Oleh karena itu, tidak heran berbagai kerusuhan dan permusuhan sering terjadi, bahkan di internal umat Islam. Mereka merasa bahwa tafsir mereka atas agama paling benar sehingga berhak menghakimi orang Islam lainnya yang berbeda tafsir. Pembakaran masjid dan musala, pembumihangusan pesantren, dan kekerasan fisik lainnya yang dilakukan oleh Muslim terhadap sesamanya menjadi berita paling sering kita lihat dan kita dengar.

Dengan demikian, sudah merupakan sunnatullah bahwa umat Islam disatukan oleh Allah oleh ikatan akidah (keyakinan), syariat, dan prinsip-prinsip muamalah. Oleh karena itu, segala persoalan yang timbul dalam hubungan sesama Muslim, jangan sampai mengoyak rasa persaudaraan dan persatuan karena hakikatnya sesama Muslim adalah satu dan bersaudara, ibarat sebuah bangunan yang bagian-bagiannya satu sama lain saling menguatkan.***

[Ditulis oleh ERICK HILALUDDIN, pernah nyantri di Pesantren Modern Mathla'ul-Huda Baleendah Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 22 Juni 2012 / 2 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky

0 comments: