Media massa kerap memberitakan mengenai munculnya aliran sesat. Bisa pemimpinnya mengaku nabi, praktik ibadah yang menyimpang, atau kesesatan lainnya. Kita juga mendengar mengenai aliran Al-Qur'an suci yang hanya mengakui Al-Qur'an dan tidak mengakui As-sunnah sebagai sumber hukum.
Perlu diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah ada di Jawa Barat sejak 1955 (dahulu Majelis Ulama, disingkat MU) dan diresmikan secara nasional tahun 1970. Sebagai wadah berkumpulnya para ulama dari berbagai organisasi Islam, MUI telah beberapa kali mengeluarkan fatwa mengenai aliran sesat yang meresahkan umat dan menggoyahkan akidah.
Tujuan MUI mengeluarkan fatwa adalah agar aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum sesuai dengan aturan dan perundang-undangan di Indonesia.
Kalau kita melihat perbandingan di zaman Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA., di Provinsi Yamamah ada juga Musailamah Al-Kadzdzab yang mengaku sebagai nabi, bahkan didukung penuh oleh orang-orang di daerahnya. Musailamah kemudian dibunuh oleh Wahsyi pada pertempuran Yamamah.
Berkembangnya aliran sesat bisa disebabkan beberapa hal.
Pertama, mencari hidayah Allah dengan cara salah, seperti bertapa dan merenung. Islam tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui shaum, tahajud, dan dzikir. Justru ketika bertapa, setan akan lebih mudah masuk sampai-sampai ada orang yang mengaku menjadi nabi.
Kedua, akibat ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan, dianggap suci. Jebakan setan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika doa sering dikabulkan, makin banyak orang yang datang meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari penyakit maupun untuk hal-hal lain.
Penulis sendiri pernah dimarahi ayah karena beberapa kali mendoakan orang agar sembuh dari penyakitnya dan ternyata benar-benar sembuh dan kebetulan hal tersebut terekspos wartawan. Alasan ayah penulis marah adalah karena hal tersebut dapat menjadikan ulama beralih profesi menjadi dukun dan dapat memudahkan iblis menggoda ulama untuk lebih mementingkan perdukunannya daripada fungsi utamanya. Lebih parah lagi, dapat membuat ulama dikultuskan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Ketiga, ada pula aliran sesat yang tujuannya mengumpulkan harta. Kita kenal adanya Negara Islam Indonesia (NII). Mereka punya baiat setelah syahadat, harus patuh kepada imam jauh di atas kepatuhan terhadap orang tua dan kepada suami (bagi wanita).
Bentuk kepatuhan tersebut juga dapat berupa pengalihan nama surat-surat tanah menjadi milik imam atau guru, sehingga si imam menjadi orang yang sangat kaya dengan kekayaan dari muridnya.
Keempat, bisa juga diakibatkan nafsu syahwat imam atau guru. Seperti ada aliran di Jawa Barat yang cara ibadahnya ialah di dalam kegelapan, cenderung kepada perdukunan. Setelah diteliti, ternyata mereka beribadah tanpa busana, sungguh hal yang sangat jauh dari petunjuk Allah SWT., naudzu billah min dzalik. Ujung-ujungnya tentu agar si imam dapat memilih wanita sesuka nafsunya, sangat jauh dari ajaran Islam.
Kelima, maraknya aliran sesat bisa juga akibat penyebaran dakwah yang belum merata. Dakwah masih terfokus di kota atau pinggiran kota, sedangkan di pedalaman belum tersentuh dakwah.
Ingatlah bila ada yang mengaku sebagai nabi, pastilah ia berbohong, karena Rasulullah Muhammad SAW. adalah rasul terakhir.
Ketika Rasulullah keluar menuju Perang Tabuk, dan beliau mewakilkan Ali untuk tinggal di Kota Madinah. Ali pun berkata, "Apakah engkau tinggalkan aku dengan para wanita dan anak-anak?"
Ketika Rasulullah keluar menuju Perang Tabuk, dan beliau mewakilkan Ali untuk tinggal di Kota Madinah. Ali pun berkata, "Apakah engkau tinggalkan aku dengan para wanita dan anak-anak?"
Rasulullah bersabda,
"Apakah engkau tidak rela apabila kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, tetapi tidak ada nabi setelahku." (HR. Bukhari)
Bila ada yang mengingkari Al-Qur'an, sunah, atau menambahkan sumber hukum sendiri selain Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta ijtima para ulama, dapat dipastikan kesesatannya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Ya ayyuha allatheena amanoo ateeAAoo Allaha waateeAAoo alrrasoola waolee alamri minkum fain tanazaAAtum fee shayin faruddoohu ila Allahi waalrrasooli in kuntum tuminoona biAllahi waalyawmi alakhiri thalika khayrun waahsanu taweelan
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa: 59)
Ternyata, kedua prinsip mendasar yakni berpegang kepada Al-Qur'an dan Sunah Nabi tersebut belum sampai kepada umat Islam secara keseluruhan. Padahal, dengan prinsip tersebut, begitu banyak aliran sesat yang dapat terbantahkan dengan mudah.
Semoga kita dilindungi Allah SWT. dari hal-hal yang menyesatkan. Amin.***
[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Ad Dakwah, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 7 Juni 2012 / 17 Rajab 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment