Ibadah atau pengabdian kepada Allah merupakan tugas pokok manusia. Al-Quran menegaskan,
Karena tugas utama manusia adalah beribadah, maka manusia disebut sebagai abdi atau hamba Allah. Pengertian ibadah yaitu pengertian umum dan khusus, sehingga ada ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah dalam makna umum adalah segala perbuatan yang tidak dilarang Allah dan Rasul-Nya yang dilakukan seorang Mukmin secara ikhlas. Dalam pengertian ini, yang termasuk ibadah adalah belajar, bekerja, merenung, berbicara, melukis, meneliti, membangun, dan lain-lain, asalkan dikerjakan tidak melanggar larangan Allah disertai dengan ikhlas.
Sementara ibadah dalam makna khusus, dalam pengertian amat terbatas yang dibahas dalam bab ibadah pada kitab suci. Yakni, ibadah yang cuma mencakup segala bentuk ritual kepada Allah, dikerjakan dengan sadar dan ikhlas serta ditujukan kepada Allah. Ahli fikih menyebutnya sebagai ibadah mahdhah atau khusus. Bentuk atau perbuatannya, di antaranya bersuci, salat, puasa, zakat, haji, umrah, infak, dan sedekah. Bentuk ibadah ini diatur secara pasti dan berlaku secara ketat, baik norma maupun caranya, sehingga tidak bisa ditambah atau dikurangi. Ukuran tetap atau benarnya ibadah khusus dari contoh Nabi Muhammad, baik yang rasional, irasional, bahkan suprarasional.
Tata cara ibadah khusus adalah menunggu komando nabi. Maksudnya, suatu ibadah dikatakan benar dan tepat kalau memang sesuai dengan contoh nabi dan dikatakan terlarang dikerjakan apabila tidak sesuai dengan aturan nabi.
Meskipun ibadah pada intinya kepatuhan kepada ajaran Rasulullah, bukan berarti dalam ibadah tidak ada faktor rasionalitas dan faktor lain berupa manfaat. Kemaslahatan ibadah dapat dirasakan manusia sebagai pelakunya maupun lingkungan.
Dengan jelas Alquran menyatakan, setiap ibadah dalam Islam ada hikmah dan manfaat bagi manusia dan lingkungan, baik ibadah bersifat rasional maupun irasional. Manfaat itu bisa terasakan langsung maupun tidak langsung. Ungkapan salah apabila ada yang menyatakan soal ibadah semata-mata urusan akhirat.
Ibadah dalam Islam bersifat duniawi sekaligus ukhrawi. Hasil yang diperoleh manusia dan lingkungan bukan hanya di akhirat melainkan sejak dari dunia. Bahkan, ibadah dikatakan berhasil apabila mampu memberikan manfaat di dunia sekaligus di akhirat.
Seseorang yang melaksanakan ibadah hendaknya mendapatkan kepuasan rohani, kedamaian batin, kehalusan budi dan ketajaman rasa serta kemulian akhlak. Setiap bentuk ibadah atau ritual yang tercantum dalam 5 (lima) rukun Islam mengandung pendidikan dan aspek ajaran untuk pembinaan mental, rohani, watak, moral, dan akhlak. Shalat tidak hanya untuk tujuan ibadah, tetapi juga menciptakan ketenteraman, ketenangan, dan mencegah diri dari perbuatan dosa dan mungkar.
Zakat sebagai ibadah harta (maliyah) seharusnya melahirkan sifat terpuji, yakni hilang sifat tamak dan kikir, selain membersihkan harta dari hak-hak fakir miskin. Demikian pula dengan shaum atau puasa yang mengajarkan ketabahan, kesabaran, dan menanamkan rasa cinta kepada sesama yang kekurangan harta. Puasa juga mengajarkan umat Islam untuk berbuat jujur, berbudi pekerti mulia, dan merasa selalu diawasi Allah.
Demikian juga dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti haji dan umrah juga memberikan hikmah yang teramat besar. Tidak salah apabila dikatakan ibadah dalam Islam ibarat kaderisasi dan pembinaan pribadi-pribadi Muslim secara rutin, sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Apabila ibadah belum mampu melahirkan manusia-manusia berakhlak mulia, berarti ibadah yang kita kerjakan belum sampai pada tingkat sempurna, seperti diinginkan Islam.
Keberhasilan ibadah bukan hanya dilihat saat pelaksanaan, seperti memenuhi syarat dan rukun ibadah. Namun lebih dari itu, harus pula dinilai setelah ibadah itu dilakukan secara sempurna, yakni dampak ibadah kepada akhlak. Lebih dari itu, selain mengandung aspek duniawi dan ukhrawi, ibadah dalam Islam juga bermuatan aspek pribadi dan aspek ritual. Istilah yang cukup terkenal adalah saleh ritual dan saleh sosial atau saleh individual dan saleh sosial.
Ajaran Islam mengenal adanya dua hubungan yang harus selalu dijaga dengan baik, yakni hubungan dengan Allah (hablumminallah) dan hubungan sesama manusia (hablumminannas). Intinya, ibadah dalam Islam mengandung aspek taqarrub atau pendekatan kepada Allah, sekaligus memiliki aspek kedamaian dan kasih sayang kepada sesama manusia.
Sudahkah Anda melaksanakan ibadah sesuai dengan syarat dan rukun serta aturan yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya ? Sudahkah ibadah Anda memberikan dampak pribadi sekaligus dampak sosial ? Semoga.***
[Ditulis oleh : KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah "Safari Suci" serta tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi hari Kamis (Wage) 6 Mei 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan, tidak semata-mata Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyat : 56)Karena tugas utama manusia adalah beribadah, maka manusia disebut sebagai abdi atau hamba Allah. Pengertian ibadah yaitu pengertian umum dan khusus, sehingga ada ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah dalam makna umum adalah segala perbuatan yang tidak dilarang Allah dan Rasul-Nya yang dilakukan seorang Mukmin secara ikhlas. Dalam pengertian ini, yang termasuk ibadah adalah belajar, bekerja, merenung, berbicara, melukis, meneliti, membangun, dan lain-lain, asalkan dikerjakan tidak melanggar larangan Allah disertai dengan ikhlas.
Sementara ibadah dalam makna khusus, dalam pengertian amat terbatas yang dibahas dalam bab ibadah pada kitab suci. Yakni, ibadah yang cuma mencakup segala bentuk ritual kepada Allah, dikerjakan dengan sadar dan ikhlas serta ditujukan kepada Allah. Ahli fikih menyebutnya sebagai ibadah mahdhah atau khusus. Bentuk atau perbuatannya, di antaranya bersuci, salat, puasa, zakat, haji, umrah, infak, dan sedekah. Bentuk ibadah ini diatur secara pasti dan berlaku secara ketat, baik norma maupun caranya, sehingga tidak bisa ditambah atau dikurangi. Ukuran tetap atau benarnya ibadah khusus dari contoh Nabi Muhammad, baik yang rasional, irasional, bahkan suprarasional.
Tata cara ibadah khusus adalah menunggu komando nabi. Maksudnya, suatu ibadah dikatakan benar dan tepat kalau memang sesuai dengan contoh nabi dan dikatakan terlarang dikerjakan apabila tidak sesuai dengan aturan nabi.
Meskipun ibadah pada intinya kepatuhan kepada ajaran Rasulullah, bukan berarti dalam ibadah tidak ada faktor rasionalitas dan faktor lain berupa manfaat. Kemaslahatan ibadah dapat dirasakan manusia sebagai pelakunya maupun lingkungan.
Dengan jelas Alquran menyatakan, setiap ibadah dalam Islam ada hikmah dan manfaat bagi manusia dan lingkungan, baik ibadah bersifat rasional maupun irasional. Manfaat itu bisa terasakan langsung maupun tidak langsung. Ungkapan salah apabila ada yang menyatakan soal ibadah semata-mata urusan akhirat.
Ibadah dalam Islam bersifat duniawi sekaligus ukhrawi. Hasil yang diperoleh manusia dan lingkungan bukan hanya di akhirat melainkan sejak dari dunia. Bahkan, ibadah dikatakan berhasil apabila mampu memberikan manfaat di dunia sekaligus di akhirat.
Seseorang yang melaksanakan ibadah hendaknya mendapatkan kepuasan rohani, kedamaian batin, kehalusan budi dan ketajaman rasa serta kemulian akhlak. Setiap bentuk ibadah atau ritual yang tercantum dalam 5 (lima) rukun Islam mengandung pendidikan dan aspek ajaran untuk pembinaan mental, rohani, watak, moral, dan akhlak. Shalat tidak hanya untuk tujuan ibadah, tetapi juga menciptakan ketenteraman, ketenangan, dan mencegah diri dari perbuatan dosa dan mungkar.
Zakat sebagai ibadah harta (maliyah) seharusnya melahirkan sifat terpuji, yakni hilang sifat tamak dan kikir, selain membersihkan harta dari hak-hak fakir miskin. Demikian pula dengan shaum atau puasa yang mengajarkan ketabahan, kesabaran, dan menanamkan rasa cinta kepada sesama yang kekurangan harta. Puasa juga mengajarkan umat Islam untuk berbuat jujur, berbudi pekerti mulia, dan merasa selalu diawasi Allah.
Demikian juga dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti haji dan umrah juga memberikan hikmah yang teramat besar. Tidak salah apabila dikatakan ibadah dalam Islam ibarat kaderisasi dan pembinaan pribadi-pribadi Muslim secara rutin, sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Apabila ibadah belum mampu melahirkan manusia-manusia berakhlak mulia, berarti ibadah yang kita kerjakan belum sampai pada tingkat sempurna, seperti diinginkan Islam.
Keberhasilan ibadah bukan hanya dilihat saat pelaksanaan, seperti memenuhi syarat dan rukun ibadah. Namun lebih dari itu, harus pula dinilai setelah ibadah itu dilakukan secara sempurna, yakni dampak ibadah kepada akhlak. Lebih dari itu, selain mengandung aspek duniawi dan ukhrawi, ibadah dalam Islam juga bermuatan aspek pribadi dan aspek ritual. Istilah yang cukup terkenal adalah saleh ritual dan saleh sosial atau saleh individual dan saleh sosial.
Ajaran Islam mengenal adanya dua hubungan yang harus selalu dijaga dengan baik, yakni hubungan dengan Allah (hablumminallah) dan hubungan sesama manusia (hablumminannas). Intinya, ibadah dalam Islam mengandung aspek taqarrub atau pendekatan kepada Allah, sekaligus memiliki aspek kedamaian dan kasih sayang kepada sesama manusia.
Sudahkah Anda melaksanakan ibadah sesuai dengan syarat dan rukun serta aturan yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya ? Sudahkah ibadah Anda memberikan dampak pribadi sekaligus dampak sosial ? Semoga.***
[Ditulis oleh : KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah "Safari Suci" serta tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi hari Kamis (Wage) 6 Mei 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
0 comments:
Post a Comment