Di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekarang ini, tidak jarang kita mendapati ada orang yang selalu bersedekah kepada orang lain, sementara sanak kerabat yang membutuhkan uluran tangannya terlewatkan.
Hal ini tentunya bukanlah perbuatan terpuji. Walaupun sedekah dapat diberikan kepada siapa saja dan dapat dikelola menjadi potensi ekonomi masyarakat, tetapi roh dari sedekah sebenarnya adalah untuk mempererat jalinan hubungan antar manusia dalam hubungan kekerabatan, hubungan antar tetangga, dan pembinaan masyarakat secara lebih luas.
Oleh karena itu, ajaran Islam menetapkan skala prioritas mengenai siapa saja yang harus didahulukan untuk dapat menerima sedekah yang kita keluarkan, dan perioritas yang harus didahulukan adalah bersedekah kepada sanak kerabat.
Diriwayatkan dari Anas RA., Beliau berkata,
"Abu Thalhah RA. adalah salah seorang sahabat Anshar yang paling banyak memiliki harta dari kebun kurma di Madinah. Harta kekayaan yang paling disukainya adalah kebun bairuha yang berhadapan dengan masjid. Rasulullah SAW. sering masuk ke kebun itu dan minum air yang bersih di dalamnya."
Anas pun mengatakan, ketika turun ayat yang berbunyi,
Abu Thalhah datang kepada Rasulullah SAW. Lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, Allah SWT. berfirman, 'Kamu sekalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu sekalian mendermakan sebagian harta yang kamu cintai,' sedangkan harta yang paling saya cintai adalah kebun bairuha. Kini kebun itu saya sedekahkan karena Allah SWT., dengan harapan kebajikannya dan simpanan (pahala)nya di sisi Allah SWT., maka letakkanlah kebun itu wahai Rasulullah sesuai dengan apa yang diberitahukan Allah kepadamu."
Rasulullah SAW. bersabda, "Bagus! Itulah harta yang menguntungkan. Saya telah mendengar apa yang kamu katakan, dan saya berpendapat, sebaiknya kebun itu kamu jadikan sedekah kepada sanak kerabat."
Lalu, Abu Thalhah berkata, "Saya laksanakan ya Rasulullah." Kemudian Abu Thalhah membagi-bagikan kebun itu untuk sanak kerabat dan anak-anak pamannya." (HR Bukhori dan Muslim)
Anas pun mengatakan, ketika turun ayat yang berbunyi,
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
"Kamu sekalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu sekalian mendermakan sebagian harta yang kamu cintai. (QS. Ali Imran: 92)" Abu Thalhah datang kepada Rasulullah SAW. Lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, Allah SWT. berfirman, 'Kamu sekalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu sekalian mendermakan sebagian harta yang kamu cintai,' sedangkan harta yang paling saya cintai adalah kebun bairuha. Kini kebun itu saya sedekahkan karena Allah SWT., dengan harapan kebajikannya dan simpanan (pahala)nya di sisi Allah SWT., maka letakkanlah kebun itu wahai Rasulullah sesuai dengan apa yang diberitahukan Allah kepadamu."
Rasulullah SAW. bersabda, "Bagus! Itulah harta yang menguntungkan. Saya telah mendengar apa yang kamu katakan, dan saya berpendapat, sebaiknya kebun itu kamu jadikan sedekah kepada sanak kerabat."
Lalu, Abu Thalhah berkata, "Saya laksanakan ya Rasulullah." Kemudian Abu Thalhah membagi-bagikan kebun itu untuk sanak kerabat dan anak-anak pamannya." (HR Bukhori dan Muslim)
Hadits di atas, secara jelas memberikan tuntunan kepada kita untuk mengutamakan dan mendahulukan bersedekah kepada sanak kerabat sebelum bersedekah kepada orang lain. Bahkan bersedekah kepada kerabat yang membenci kepadanya atau kepada kerabat yang memutuskan ikatan kekerabatan itu lebih utama lagi. Hal ini dipandang sebagai sebaik-baiknya bersedekah. Sebagaimana diriwayatkan dari Ummu Kultsum bin Uqbah bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Sebaik-baik sedekah adalah kau berikan kepada kerabat yang membencimu." (HR. Hakim)
Mendahulukan bersedekah kepada kerabat merupakan bagian dari pokok-pokok kebajikan. Hal ini termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 177, Allah SWT. berfirman,
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dalam firman-Nya yang lain,
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah: 215)
Tujuan dari mendahulukan bersedekah kepada sanak kerabat adalah untuk mempererat hubungan kekerabatan. Dalam ajaran Islam, mempererat hubungan kekerabatan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang beriman. Pemberian sedekah itu menjadi gambaran keinginan untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan hubungan kekerabatan tersebut.
Ketika seseorang memberikan sedekah kepada sanak kerabat, ia mendapatkan dua pahala. Pertama, pahala sedekah itu sendiri, dan yang kedua, pahala menyambung tali kekerabatan. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Salman bin 'Amir RA. dari Nabi SAW.,
"Jika salah seorang di antara kalian berbuka puasa, hendaklah ia berbuka dengan kurma, karena mengandung berkah. Jika tidak ada, hendaklah dengan air karena air itu suci."
Beliau juga bersabda,
"Sedekah kepada orang miskin hanya mendapatkan pahala sedekah saja, sedang sedekah kepada sanak kerabat mengandung dua keutamaan, yaitu sedekah dan menyambung tali kekerabatan." (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah)
Dengan demikian, para kerabat itu berhak untuk didahulukan dari pada orang lain dalam menerima sedekah. Allah SWT. berfirman,
فَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. (QS Ar-Rum: 38)
Untuk itu, ketika kita akan bersedekah, pertama-tama perhatikan dulu apakah ada kerabat kita yang miskin atau anak yatim yang membutuhkan uluran tangan kita? Jika ada, merekalah yang harus didahulukan untuk menerima sedekah.
Allah SWT. berfirman,
يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ
(Kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. (QS Al-Balad: 15)
Rasulullah SAW. bersabda,
"Untuk yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian apabila masih ada barulah untuk ini dan itu." (HR. Ahmad dan Muslim)
Selanjutnya, kepada tetangga kita yang fakir dan miskin juga seterusnya kepada yang lebih luas lagi, bila masih belum menemukannya dan kita tidak mengetahui lagi siapa yang harus kita beri sedekah, kita bisa menitipkannya kepada lembaga sosial atau pada Badan Amil Zakat yang terpercaya.
[Ditulis oleh H MOCH HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 07 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 5 Januari 2012 / 11 Safar 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment