Bangkrut adalah kata keterpurukan yang amat parah. Bangkrut adalah sebuah kata yang sangat ditakuti manusia, bahkan momok yang mengerikan karena umumnya bukan hanya menghabisi manusia dari segi material dan finansial, tetapi juga dapat meremukkan mental dan moral.
Oleh karena itu, bangkrut jadi gambaran bagi suatu evolusi dari kesuburmakmuran, kejayaan, dan kecukupan, bahkan bisa jadi kelebihan dan keunggulan, lalu jatuh pailit, serba-habis, dan berbalik menjadi miskin disertai mental dan moral yang jatuh. Bahkan, tidak jarang menjadi garim (tenggelam di dalam utang). Hal seperti ini dapat menimpa siapa pun, baik perseorangan, yayasan, perusahaan, bahkan lembaga, hingga lembaga besar seperti suatu negara sekalipun.
Yunani yang notebene merupakan sokoguru ekonomi Eropa ambruk dengan demo-demo dari masyarakat yang berkelanjutan. Bahkan, Yunani tidak mampu walau hanya untuk membayar gaji PNS. Mereka mencoba menawarkan beberapa pulau yang sekiranya dapat dijual. Amerika yang utang tahap I-nya jatuh tempo, ketar-ketir untuk mempertahankan kehidupan ekonomi, dengan ancaman jatuh tempo utang tahap II-nya. Jadi, Eropa dan Amerika, di ambang kebangkrutan.
Sementara itu, ada cerita yang sering dianggap sederhana. Konon, seorang tuan/bos dengan banyak pekerja atau karyawan bergerak di bidang perusahaan toko besi dan material. Ia tampak berhasil dengan beberapa kendaraan besar pengangkut barang, beberapa rumah mewah serta vila di tempat-tempat yang elite. Istri-istri dan anak-anaknya pun masing-masing berkendaraan mewah, sehinggga terlihat sebagai keluarga yang teramat mulia dan terhormat dengan limpahan harta dan kekayaan.
Akan tetapi, karena keberhasilan yang dirasakannya demikian melimpah, ia lupa diri. Ia gila judi, terbuai dengan perempuan nakal, bahkan minuman keras. Suatu ketika dia dikejar-kejar oleh bank dan bandar. Kekayaan yang dimilikinya terus disita, hingga pihak bank menyatakan kebangkrutannya karena tidak ada lagi yang bisa ditarik. Kini ia hanyalah seorang yang tidak mempunyai keberanian untuk keluar rumah. Ia senantiasa mengurung diri di sebuah rumah kecil kontrakan. Ia pun tidak mempunyai kemampuan untuk bertemu dengan orang-orang; malu, pilu, dan terhina rasanya. Setiap orang yang ditemui seakan mencibir dan memandangnya dengan pandangan yang merendahkan. Dua istri mudanya pulang kepada orang tuanya masing-masing. Tinggallah istri pertamanya yang sesekali tampak keluar, mungkin untuk mendapatkan keperluan sekadar makan dan minum. Adapun anak-anaknya yang dahulu dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan kemewahan tetapi tanpa terayomi kebutuhan rohani dan akhlaknya, entah di mana dan bagaimana nasibnya. Mereka bahkan malu dikatakan anak bapaknya.
Ini hanyalah sekelumit kisah yang tidak mustahil dialami oleh yang lainnya dengan nama dan kasus yang berbeda tetapi dengan substasi yang sama, lebih besar atau lebih kecil. Masih adakah dari kita yang sedang mempersiapkan nasib menuju prahara seperti itu? Nauzubillahi min zalik.
Pertanyaannya, apakah ini benar-benar kebangkrutan? Dalam pandangan Islam, cerita ini sesungguhnya amat sederhana karena bagaimana pun urusan dunia, kekayaan atau kemiskinan, kekurangan atau kelebihan, mendapatkan jabatan atau kehilangan jabatan, semua itu merupakan hal yang relatif dan tidak absolut. Bukankah Rasulullah SAW. telah bersabda,
"Dua rakaat qabla subuh lebih baik dari dunia dan segala isinya." (HR. Muslim)
Bahkan, Rasulullah SAW. belum memandang bangkrut terhadap orang yang kaya menjadi miskin, pejabat menjadi rakyat, dan hal-hal lain seperti itu. Sebuah negara sekalipun dengan limpahan utang yang tidak terbayar, sehingga pemerintahannya harus terus-menerus mengemis agar dibebaskan dari beban utangnya atau paling tidak diberi tempo lagi dan lagi.
Di dalam Islam tidak ada istilah negara yang bangkrut. Kalau pun ada, maksudnya adalah negara dengan penduduk yang berakhlak hina, para pejabatnya korup, rakyatnya sudah merasa susah untuk mendapatkan yang halal, wanita-wanitanya sudah tidak malu memamerkan aurat sehingga perzinaan mendapatkan legalitasnya. Pernikahan syah secara syar'i dipersulit dengan berbagai dalih, anak-anak telantar, beringas, dan tawuran. Hal itu karena tidak terpayungi kasih sayang orang tua dan lingkungan. Keamanan tidak lagi terjamin sehingga biaya hidup terus meningkat dan harga-harga tidak terkendali. Minuman keras, perjudian, perkelahian, dan kejahatan semakin meningkat. Jadi, pada dasarnya kembali kepada para pengisi dan pengelola negeri itu.
Suatu ketika Rasulullah SAW. bertanya kepada para sahabatnya,
"Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Yang bangkrut dari kita ialah orang yang tidak punya dirham dan perhiasan." Rasulullah SAW. bersabda, "Sesugguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah orang-orang yang datang pada hari kiamat dengan pahala shaum, shalat, dan zakat, tetapi (malang nian) ia pernah mencaci-maki orang, menuduh orang lain berbuat zina, ia pernah memakan harta orang (dengan tidak halal), membunuh dan memukul ini dan itu, maka diberikanlah dari kebaikan-kebaikannya ke sana kesini sampai apabila telah habis dari kebaikan-kebaikannya itu sebelum benar-benar terlunasi, diambillah keburukan orang-orang yang didzalimnya dibebankan kepadanya lalu dicampakkan ke neraka." (HR. Muttfaq alaih)
Demikian pula apabila suatu negara atau lingkup lainnya yang lebih kecil, penduduknya telah berlaku dzalim, saling tuduh, saling injak, bahkan sesama kawan sudah saling menggunting dalam lipatan, hilanglah rasa silaturahmi dalam hati, yang ada hanyalah rasa curiga dan syak wasangka. Hal ini berarti kebangkrutan telah melanda mereka. Maka wajib bagi setiap umat Muhammad SAW. berlindung dengan sungguh-sungguh dari kebangkrutan seperti ini dan kembali ke jalan Allah SWT. dengan menjalankan syariah-Nya.
Setiap umat Muhammad SAW. hendaklah menyadari bahwa kebaikan yang telah dikerjakanya belumlah banyak. Bahkan, mungkin masih sangat kurang, dengan berbagai kenikmatan, kemampuan, dan kesempatan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya. Alangkah malangnya apabila dari kebaikan yang teramat sedikit ini pahalanya harus diberikan kepada yang lain karena kedzaliman yang dilakukannya, lalu dosa orang lain dipikul karena perbuatannya.
Sebenarnya di antara semua itu ada yang lebih bangkrut daripada bangkrut, yaitu orang yang hidup dengan anak yang banyak, harta melimpah, uang yang berlebih, sawah ladang yang luas. Akan tetapi, semua itu mengendalikan dirinya sehingga ia menjadi hamba dunia.
Tidak ada yang dilakukan oleh anak-anaknya selain mendatangkan derita dan coreng-moreng di mukanya, sehingga tidak pernah lagi disebut namanya selain laknatan orang-orang yang didzalimnya. Uang yang banyak dan sawah ladang yang luas itu dihasilkan dengan cara yang dzalim, karena saking banyaknya, tidak sempat dinikmati semuanya, bahkan sebagian miliknya ada yang belum sempat dilihatnya. Namun, ketahuilah, detik demi detik, waktu yang terus berjalan, tetap ia sebagai pemiliknya dan dihisab oleh Allah SWT. sebagai pemiliknya.
Oleh karena itu, berangkat dari harta yang halal, keberkahan harta dan anak saleh dapat diharap, doa-doa yang dipanjatkan besar harapan terijabah, mawadah dan sakinahnya rumah tangga bukan khayalan.
Mudah-mudahan Allah SWT. senantiasa melindungi kita dari kebangkrutan dunia dan akhirat. ***
0 comments:
Post a Comment