Seorang siswa bersama teman-temannya nekat mencegat dan memukuli gurunya di tengah jalan pulang gara-gara tidak tahan diomeli, dihina, diejek, dan dilecehkan gurunya hampir setiap hari di depan teman-temannya di kelas. Pun dengan seorang tetangga yang berniat mengajukan gugatan ke pengadilan karena dituding melakukan tindakan asusila oleh seorang kawannya di kompleks perumahannya. Itulah sedikit contoh kekacauan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh lisan yang tak terjaga. Menghina, mengejek, dan memfitnah adalah salah satu bahaya yang disebabkan lisan yang tidak terpelihara.
Lisan, salah satu nikmat anggota tubuh yang luar biasa dahsyat fungsinya. Dengan kehebatan lisannya, seseorang bisa dijuluki da'i sejuta umat. Dengan kedahsyatan lisannya, seseorang disebut orator ulung, dan dengan kekuatan lisannya seseorang digelari ulama sepanjang hayat. Sebaliknya, dengan keburukan lisannya, seseorang bisa dicap sebagai tukang fitnah. Dengan kejelekan lisannya seseorang dijuluki tukang gibah, dan kebusukan lisannya seseorang bisa digelari provokator.
Itulah lisan. Ibarat dua mata pisau, lisan bisa menyelamatkan sekaligus mematikan. Bisa menguntungkan tetapi bisa juga merugikan. Bisa melahirkan pahala tetapi juga dosa. Tentunya, itu semua bergantung pada bagaimana si empunya lisan menggunakannya. Apakah lisan sebagai nikmat Allah digunakan untuk kebaikan atau keburukan.
Perintah berkata baik telah tertera di dalam Al-Qur'an,
Perintah berkata baik telah tertera di dalam Al-Qur'an,
وَقُل
لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا
مُّبِينًا
Waqul liAAibadee yaqooloo allatee hiya ahsanu inna alshshaytana yanzaghu baynahum inna alshshaytana kana lilinsani AAaduwwan mubeenan
Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS. Al-Isra' (17): 53)
Begitu pula dengan wasiat Rasulullah SAW. dalam haditsnya,
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Muttafaq Alaih)
Dengan jelas hadits ini memberikan pelajaran bahwa berkata yang baik adalah salah satu tanda keimanan seseorang, dan jika tidak bisa berkata baik, Rasul menyarankan untuk diam, karena diam itu lebih baik daripada berucap sesuatu yang tidak berguna. Ayat dan hadits ini juga seolah memberikan perintah tegas bahwa setiap orang dari kita harus pandai-pandai menjaga lisannya. Jika tidak bisa menjaganya, akan menimbulkan bahaya kemanusiaan yang berat.
Lisan yang tak terjaga cenderung berbicara sesuatu yang tak berguna, Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya kita diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Manusia memiliki penyakit keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekadar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Rasulullah SAW. mengingatkan,
"Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak berguna." (HR. Tirmidzi)
Lisan yang tak terjaga sering memunculkan perdebatan dan perselisihan. Perdebatan yang berlebihan membuat lisan kita gatal untuk menjatuhkan orang lain dengan menyerang, menyanggah, dan membantah pembicaraan orang lain. Pun orang yang diserang sering kali merasa tidak terima, tak tanggung-tanggung ia melakukan serangan balik dengan kata-kata yang lebih tajam. Perdebatan berlebihan ini sering berakhir dengan perselisihan. Rasulullah SAW. bersabda,
"Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah kecuali mereka melakukan perdebatan." (HR. Tirmidzi)
Lisan yang tak terpelihara lebih suka pada caci maki, ucapan keji dan kotor. Cacian dan makian sering kali timbul karena hati yang penuh kebencian. Saat lisan mencaci maki biasanya diiringi dengan kata-kata keji dan kotor sebagai penguatnya. Apa yang harus kita lakukan jika mendapat cacian dan makian dari orang lain. Kita tidak usah membalasnya. Ada seorang A'rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi. Sabda Nabi,
"Bertakwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapa pun." (HR. Ahmad)
Lisan yang tak terjaga sering kali mudah berbohong dan mengumbar janji palsu. Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi tanda kemunafikan seseorang.
Lisan yang tak terpelihara hobinya adalah menggibah (menggunjing). Inilah yang paling sering kita lakukan tanpa sadar. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti gibah.
Jawab para sahabat, "Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui." Sabda Nabi, "Gibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya." Para sahabat bertanya, "Jika yang diceritakan itu memang ada?" Jawab Nabi, "Jika memang ada itulah gibah, jika tidak ada maka kamu telah mengada-ada (fitnah)." (HR Muslim)
Itulah sebagian bahaya yang ditimbulkan dari lisan yang tak terjaga. Paling tidak ada beberapa upaya yang dapat kita lakukan agar lisan kita selalu terjaga.
- Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke dalam kebaikan.
- Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita maupun orang lain yang mendengarnya.
- Ketiga, menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
- Keempat, tidak membicarakan semua yang kita dengar.
Rasulullah berwasiat,"Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar." (HR. Muslim)>
Lisan adalah salah satu bentuk nikmat Allah yang harus dijaga dan digunakan sebaik-baiknya di jalan kebaikan. Jika tidak dijaga, akan menimbulkan bahaya hebat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, karena keselamatan seseorang bergantung pada bagaimana ia menjaga lisannya. ***
[Ditulis oleh TAUFIK HIDAYATULLAH, khatib dan pengurus DKM Masjid Jami Al-Huda Pacet, Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" edisi Jumat (Pahing) 18 Januari 2013/6 Rabiul Awal 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment