Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci) bersih dari segala dosa. Namun, dalam perjalanan hidup selanjutnya, manusia mengalami berbagai godaaan dan rayuan setan yang membujuknya untuk berbuat kemaksiatan sehingga mengotori kesucian dirinya. Berbahagialah orang-orang yang menjaga fitrahnya sampai akhir hayatnya sehingga akan memperoleh keuntungan berupa ampunan dan kasih sayang Allah, dan rugilah orang-orang yang mengotori dirinya dengan maksiat sehingga terhalang dari rahmat Allah.
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Qad aflaha man zakkaha
Waqad khaba man dassaha
Waqad khaba man dassaha
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syam: 9-10)
Persoalannya, bagaimana kita memenangi perseteruan untuk mencapai kesuksesan melawan kemaksiatan itu? Rasulullah Muhammad SAW. bersabda,
"Di antara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tak berguna baginya." (HR. Tirmidzi dan lainnya)
Inilah jawaban pertama untuk memenangi pertarungan melawan kemaksiatan. Seorang Muslim harus mempunyai kesensitifan terhadap kebaikan dan keburukan. Seorang Muslim harus mampu menghindarkan diri dari hal-hal tidak berguna, mubazir, terlebih-lebih bila kemaksiatan yang menimbulkan dosa. Hati seorang Muslim sensitif menerima sinyal kebaikan, dan sensitif menolak sinyal kemaksiatan, ibarat power control yang menggerakkan atau remote yang memberi komando ke program mana yang diinginkan. Terlebih lagi bila sinyal itu datangnya dari Sang Pencipta.
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Innama almuminoona allatheena itha thukira Allahu wajilat quloobuhum waitha tuliyat AAalayhim ayatuhu zadathum eemanan waAAala rabbihim yatawakkaloona
Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu hanyalah mereka yang apabila disebut asma Allah maka bergetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya dan kepada Rabbnya mereka bertawakal. (QS. Al-Anfal: 2)
Kemudian,
"Barang siapa bergembira atas kebaikannya dan bersedih atas keburukannya, maka dia adalah seorang Mukmin." (Diriwayatkan Thabrani dari Abu Musa RA.)
Jika kemaksiatan merajalela dan kita tidak mempunyai sensitivitas terhadapnya, akan tampak kerusakan pada segala tataran kehidupan sebab kemaksiatan mengundang kerusakan dan bencana.
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Thahara alfasadu fee albarri waalbahri bima kasabat aydee alnnasi liyutheeqahum baAAda allathee AAamiloo laAAallahum yarjiAAoona
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. (QS. Ar-Rum: 41)
Musibah banjir, longsor, angin badai, gagal panen, hilangnya rasa aman, kemiskinan, itu korelasi dari perilaku kemaksiatan yang selalu berbanding lurus dengan bencana. Manusia sering tidak sensitif untuk menyadarinya. Menurut Ibnul Qoyyim al-Zauziyyah, selain mendatangkan bencana, maksiat akan berakibat menghalangi ilmu, putusnya rezeki, mendatangkan kesedihan, kesepian hati, mengundang kesulitan, melemahkan hati dan badan, sulit melaksanakan ketaatan, mengurangi umur, menghilangkan berkah, hilangnya dorongan untuk berbuat kebaikan, bertumpuknya dosa, membuat hinanya seorang makhluk di hadapan Allah, mewariskan kehinaan, merusak akal, membuat hati menjadi keras, menghilangkan rasa malu, membuat lupa kepada dirinya sendiri dan kepada Allah, menghilangkan sikap ikhsan dari pelakunya, serta yang paling penting mendatangkan bencana.
Adakah perasaan sensitif kita terhadap semua akibat maksiat tersebut? Adakah rasa takut, cemas, dan berbekas dalam hati semua akibat maksiat tersebut? Tentu saja kembali kepada kualitas keimanan kita masing-masing. Ketika seseorang melakukan kemaksiatan, iman akan berkurang, melemah, atau bahkan hilang. Sebaliknya, ketika seseorang melakukan ketaatan, iman akan naik, bertambah, dan kuat. Frekuensi iman turun naik bergantung pada pembinaan.
Kemaksiatan adalah dorongan hati yang membuat perilaku tidak lagi selaras dengan hukum alam yang digariskan Allah SWT. Ciri yang paling dominan pelaku kemaksiatan adalah perilakunya tidak ingin diketahui oleh orang lain, atau paling tidak ketika diketahui orang lain ia akan merasa malu telah melakukannya. Ketika kemaksiatan telanjur dilakukan akan membuat si pelakunya menjadi sempit bergerak dan susah dunia akhirat.
Dalam hal ini, Allah berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Waman aAArada AAan thikree fainna lahu maAAeeshatan dankan wanahshuruhu yawma alqiyamati aAAman
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS. Thaha: 124)
Di dunia pelaku maksiat akan selalu mengasingkan diri, bersembunyi, berbohong, gelisah. Ruang geraknya menjadi terbatas karena takut diketahui oleh orang lain, takut oleh polisi, KPK, bahkan akan takut dengan raungan sirene ambulans yang lewat, padahal hanya pengangkut jenazah. Pelaku maksiat akan terpuruk di sudut-sudut penjara yang sempit, di tempat-tempat pengasingan, tempat persembunyian dengan kewaspadaan superketat karena takut bertemu dengan orang kenal.
Sebagian ulama menafsirkan "kehidupan yang sempit" pada ayat di atas adalah siksa kubur. Bagaimana tidak, siksa kubur adalah bagian episode permulaan dari rentetan penderitaan yang akan dialami oleh manusia sebelum menuju alam akhirat. Alam kubur adalah alam yang sempit, gelap, yang dijaga oleh para malaikat yang bengis dan kejam bagi pelaku kemaksiatan. Hal itu pun wajib dipercaya sebagai bagian dari keimanan kita kepada alam gaib. Masihkah kita sensitif dan punya rasa takut dengan siksa kubur, sehingga kita berhenti bermaksiat?
Wallahualam.***
[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, imam dan khatib Jumat, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 8 Februari 2013 / 27 Rabiul Awal 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment