Setiap manusia ingin memperoleh kehidupan mulia. Dalam arti memiliki kedudukan yang mapan secara lahiriah (material-finansial) dan batiniah (moral-spiritual) di tengah lingkungan keluarga dan masyarakat sehingga ada semboyan populer yang menggambarkan tentang ini, "isy kariman, awu mutsyahidan" (Hidup mulia atau mati syahid).
Hidup dihiasi perbuatan-perbuatan bermanfaat, baik yang bersifat vertikal berupa ketaatan kepada Allah SWT., menjalankan segala perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya, maupun bersifat horizontal. Berbuat amal saleh, kebajikan, yang ikhlas tanpa pamrih, sesuai dengan tuntunan Allah SWT. dan Rasul-Nya, kepada sesama manusia. Sementara ketika mati, mencapai nilai syahid, berkat sikap dan perilaku ketika menjalani tugas kewajiban di muka bumi.
Kemuliaan itu seluruhnya milik Allah SWT. Dia akan memberikannya kepada siapa saja yang memenuhi syarat. Sebagaimana firman-Nya,
مَن
كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ
يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
Man kana yureedu alAAizzata falillahi alAAizzatu jameeAAan ilayhi yasAAadu alkalimu alttayyibu waalAAamalu alssalihu yarfaAAuhu
Siapa saja yang menghendaki kemuliaan, maka kemuliaan itu seluruhnya kepunyaan Allah. Kepada-Nya lah naik kalimat-kalimat yang baik dan amal saleh mengangkatnya. (QS. Fathir (35): 10)
Para mufasir menjelaskan, kemuliaan hidup yang didambakan manusia berada pada genggaman kekuasaan Allah SWT. Setiap manusia yang memperoleh kemuliaan yang membawa kebahagiaan, derajat kedudukan terhormat, hakikatnya merupakan pinjaman sementara dari Allah SWT. Sewaktu-waktu Allah SWT. dapat mencabutnya tanpa kompromi.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ
الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن
تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ
Quli allahumma malika almulki tutee almulka man tashao watanziAAu almulka mimman tashao watuAAizzu man tashao
Katakanlah, ya Allah Pemilik Kerajaan, Engkau beri kerajaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau rengggut kerajaan itu dari siapa saja yang Engkau kehendaki, Engkau beri kemuliaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau timpakan kehinaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki. (QS. Ali Imran (3): 26)
Syarat untuk mendapat bagian dari kemuliaan (izzah) adalah keimanan dan ketakwaan. Iman merupakan fondasi untuk menancapkan pilar-pilar takwa. Takwa itulah yang menjadi tangga pencapaian kemuliaan hidup di dunia kini dan di akhirat kelak.
Dalam takwa itu terdapat kalimat yang baik (kalimatuth thayyibah). Perilaku yang serba bagus, mulai dari niat, ucapan, hingga tindakan. Semua menunjukkan kerendahan hati, sopan santun, lemah lembut, kasih sayang, tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah SWT., menjaga norma dan etika yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dirumuskan oleh para ulama salafiis shalihin, kalimat yang baik meliputi doa, dzikir, membaca Al-Qur'an, dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah ritual. Hubungan dengan Allah SWT. (hablum minallahi), serta perbuatan-perbuatan baik dan bajik terhadap sesama manusia (hablum minannasi). Di antara kalimat yang baik dengan perbuatan baik dan bajik atau amal saleh, tidak terpisahkan satu sama lain dalam menghasilkan kemuliaan dari Allah SWT. Tegasnya, kalimat yang baik yang merupakan presentasi hubungan dengan Allah SWT., tidak sempurna tanpa amal saleh yang merupakan wujud hubungan dengan sesama manusia. Ibadah ritual akan terangkat berkat ibadah sosial (amal saleh).
Orang yang sudah beruntung mendapat kemuliaan dari Allah SWT. dalam bentuk harta kekaayaan, pangkat, jabatan, ketinggian ilmu, ketekunan ibadah, serta bentuk-bentuk lain yang menjadi ciri kehormatan diri serta penghormatan orang lain, harus mampu mempertahankannya hingga akhir hayat. Jangan sampai ternodai oleh hal-hal yang dapat menghancurkan nilai kemuliaan itu, terutama sikap lupa diri dan penyalahgunaaan wewenang kemuliaan itu. Tumpuan fondasi iman dan takwa jangan digoyahkan oleh perilaku-perilaku yang menyimpang dari kalimat thayyibah dan amal saleh.
Terjatuhnya seseorang dari kemuliaan hidup yang sudah diperolehnya, akan muncul hanya karena menyimpang dari prinsip-prinsip kalimat thayyibah dan amal saleh. Merasa kuat, kaya, tampan, dan sebagainya, seolah-olah milik pribadi. Lupa bahwa itu hanya pinjaman atau titipan dari Allah SWT. yang diberikan berkat kalimat thayyibah dan amal saleh. Begitu kalimat thayyibah dan amal saleh hilang, hilang pulalah kemuliaan itu dalam sekejap.
Peringatan dari Allah SWT. sangat jelas,
وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۖ وَمَكْرُ أُولَٰئِكَ هُوَ يَبُورُ
waallatheena yamkuroona alssayyiati lahum AAathabun shadeedun wamakru olaika huwa yabooru
Dan orang-orang yang membuat rencana jahat, bagi mereka azab yang keras, serta rencana jahat mereka akan binasa. (QS. Fathir (35): 10)
Artinya, orang-orang yang bermaksud menyelewengkan kemuliaan yang ada pada dirinya, untuk memuaskan hawa nafsu, mengumbar perilaku sewenang-wenang, dan tindakan tercela lainnya, segera akan dicabut kemuliaannya. Anggapan untuk mempertahankan kemuliaan dengan mencederai kalimat thayyibah dan amal soleh, adalah salah sama sekali. Allah SWT. sebagai pemilik kemuliaan, tidak akan tinggal diam. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk mencampakkan manusia yang hari ini mulia, besok hina dina.
Tidak ada jalan lain bagi orang yang sudah mencapai kemuliaan, untuk mempertahankannya dengan memelihara kalimat thayyibah, yang menjadi pertanda hablum minallah, dan amal saleh (hablum minannasi).
Wallahua'lam. ***
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM, pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk Garut, pembimbing Haji dan Umrah BPIH Megacitra/KBIHMega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 14 Maret 2013 / 2 Jumadil Awal 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment