Setiap perkara di dunia diciptakan dalam keadaan berpasangan. Ada gelap, ada terang. Ada susah, ada senang. Ada baik, ada buruk, dan seterusnya sesuai ketentuan Allah SWT. Termasuk kemudahan, kelancaran. Pasti diimbangi kesukaran, kesulitan.
Hal ini dijelaskan gamblang dalam Al-Qur'an, Surat Al-Lail (92) ayat 5-11,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ
وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
Faamma man aAAta waittaqa Wasaddaqa bialhusna Fasanuyassiruhu lilyusra Waamma man bakhila waistaghna Wakaththaba bialhusna Fasanuyassiruhu lilAAusra Wama yughnee AAanhu maluhu itha taradda
Adapun orang-orang pemurah, bertakwa, dan mengakui nilai-nilai kebaikan, akan Kami berikan kepadanya jalan yang mudah. Adapun orang-orang kikir, yang merasa serba cukup seraya mendustakan nilai-nilai kebaikan, akan Kami berikan kepadanya jalan yang sukar. Jika dia terjerumus, harta bendanya tidak akan dapat menolongnya sedikit pun.
Kalangan motivator sering menggunakan ayat ini untuk memecah kebuntuan yang menakutkan, yang membuat putus asa, dan kecil hati. Yaitu dengan mengoptimalkan sikap serta watak pemurah, takwa kepada Allah SWT., dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.
Pemurah atau penyantun adalah berjiwa dermawan. Suka menolong orang lain, terutama dengan memberikan sebagian harta benda miliknya melalui cara yang mendapat kredit poin tinggi dalam Islam. Semisal sedekah, infak kepada anak yatim, fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolongan lainnya. Membantu usaha-usaha bersifat sosial, seperti rumah sakit, sekolah, masjid, dan panti asuhan. Memberikan tanah serta bangunan (wakaf), mengisinya dengan sarana-sarana kebutuhan operasional (jariah).
Dalam Al-Qur'an, banyak terdapat ayat yang memacu setiap Muslim berlaku pemurah, penyantun, dan dermawan. Menafkahkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah SWT. untuk menunjang keberadaan tempat-tempat yang mengandung syiar Islam. Antara lain,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ
أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Ya ayyuha allatheena amanoo anfiqoo mimma razaqnakum min qabli an yatiya yawmun la bayAAun feehi wala khullatun wala shafaAAatun waalkafiroona humu alththalimoona
Hai orang-orang beriman! Nafkahkanlah sebagian rezeki yang Kami berikan kepada kalian, sebelum datang hari di mana tak ada lagi jual beli, tak ada lagi persahabatan istimewa, dan tidak ada saling bantu. Orang-orang yang mengingkari, termasuk golongan orang-orang dzalim. (QS. Al-Baqarah (2): 254)
مَّثَلُ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ
Mathalu allatheena yunfiqoona amwalahum fee sabeeli Allahi kamathali habbatin
Orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, laksana biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai, di setiap tangkai seratus buah. (QS. Al-Baqarah (2): 261)
Semuanya dilakukan ikhlas, tanpa pamrih, tanpa kenal musim, dan tidak ada motif lain di luar niat dan hasrat berbakti semata kepada Allah SWT.
Sifat dan sikap takwa adalah "memelihara diri sendiri dari segala hal yang merusakkan manusia dan berusaha mencapai tujuan mulia di dunia dan akhirat." (Syekh Mahmud Syaltut, Tafsir Quranul Karim). Tegasnya, menjauhi segala larangan Allah, sekaligus melaksanakan segala perintah-Nya.
Sifat dan sikap takwa menjadikan manusia mampu membedakan hal-hal yang baik dengan buruk. Membedakan hal-hal yang membawa manfaat maslahat, dengan yang membawa mudarat serta maksiat. Mendekatkan hubungan vertikal dengan Allah SWT. dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Serta memberi jalan keluar dari permasalahan rumit dan mendapatkan rezeki dari sumber tidak terduga.
فَإِذَا
بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ
لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ
شَيْءٍ قَدْرًا
Faitha balaghna ajalahunna faamsikoohunna bimaAAroofin aw fariqoohunna bimaAAroofin waashhidoo thaway AAadlin minkum waaqeemoo alshshahadata lillahi thalikum yooAAathu bihi man kana yuminu biAllahi waalyawmi alakhiri waman yattaqi Allaha yajAAal lahu makhrajan Wayarzuqhu min haythu la yahtasibu waman yatawakkal AAala Allahi fahuwa hasbuhu inna Allaha balighu amrihi qad jaAAala Allahu likulli shayin qadran
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 2-3)
Orang yang pemurah dan bertakwa tak akan ragu mengakui nilai-nilai kebajikan dari segala perbuatan yang mereka lakukan. Dengan demikian, mempermudah jalan untuk mencapai kebaikan yang lebih tinggi dan lebih banyak lagi. Jauh berbeda dengan orang-orang kikir. Orang-orang menutup aliran nikmat Allah SWT. kepada objek-objek yang diridhai-Nya. Punya harta melimpah, tetapi pelit membaginya untuk keperluan amal dan kebutuhan bersama. Bahkan, terhadap diri sendiri dan keluarganya pun selalu kikir. Sabda Rasulullah SAW., sikap kikir menjauhkan manusia dari Allah, dari manusia, juga dari surga, dan mendekatkannya ke neraka. (Al-hadits)
Demikian pula orang yang merasa serbacukup sehingga merasa tidak perlu toleran terhadap orang lain karena tidak merasa bergantung kepada siapa pun. Walaupun dalam kenyataan, ia tetap membutuhkan bantuan orang lain. Terutama ketika dirinya ditimpa musibah, seperti kematian. Dia tidak dapat lagi mempertahankan ego keserbacukupannya karena jasa bantuan orang lain masih dibutuhkan disitu, orang-orang kikir dan merasa serbacukup itu sama sekali tidak menghargai nilai-nilai kebaikan.
Menurut Amir Yusuf Ali, penulis The Holly Quran, mereka lebih mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain, congkak takabur, melihat segala sesuatu dengan buruk sangka karena menganggap akan merugikan dirinya.
Jika manusia sudah dihinggapi ketiga macam watak kikir, merasa serbacukup, dan mendustakan nilai-nilai kebaikan, mereka terjerumus ke jurang kehancuran. Segala yang mereka miliki tak akan memberi pertolongan sedikit pun. Di dunia menderita tekanan batin, stres, paranoid, traumatik. Di akhirat kelak, akan mendapat siksa yang amat dahsyat. ***
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM.,Pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk Garut, pembimbing Haji dan Umrah Mega Citra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 29 Agustus 2013 / 22 Syawal 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment