SHAUM MAKBUL VS SHAUM MARDUD

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب
"Fa idzafarogh tafanshob. Wa ila Robbikafarghob." Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Ash-Sharh : 7-8)

Alhamdulillah, tugas kewajiban shaum Ramadhan sudah usai. Sebulan penuh, umat Islam beriman menahan lapar, dahaga, dan syahwat sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Diakhiri Idulfitri yang ditandai takbir, tahlil, tahmid, shalat Ied, dan silaturahmi. Saling bermaafaan dosa dan kesalahan, serta harapan mendapat ampunan Allah SWT. Ghafurur Rahim.

Namun, tak cukup hanya sekian. Tak cukup kembali kepada kebiasaan sehari-hari. Kembali sarapan pagi menggantikan sahur. Kembali capek rahem sehari-hari, tanpa batas waktu. Sebab, masih ada tugas lain yang lebih penting yaitu membuktikan hasil shaum Ramadhan dalam segala bidang kehidupan. Sebagai tolok ukur dan bukti nyata bahwa shaum kita makbul, diterima Allah SWT. atau justru mardud, ditolak mentah-mentah oleh-Nya.

Orang yang berhasil mencapai derajat shaum makbul akan berusaha sekuat tenaga menunjukkan kemakbulannya, dengan cara mengubah total perilaku buruk yang biasa dikerjakan sebelum Ramadhan, menjadi perilaku bagus setelah Ramadhan. Perubahan nyata dari berkah Ramadhan, berupa rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka, tumbuh subur dalam kalbu, dan tercermin jelas dalam tindak tanduk sehari-hari. Ia menjadi orang bertakwa. Mampu melaksanakan segala perintah Allah SWT., sekaligus menjauhi larangan-Nya sebagai tujuan utama shaum Ramadhan.

Sebagaimana disabdakan Nabi SAW.,
Ramadhan terbagi tiga fase. Pertama, sepuluh hari bagian awal adalah rahmat (ar-rahmah). Kedua, sepuluh hari bagian pertengahan adalah ampunan (maghfirah). Ketiga, sepuluh hari terahir, pembebasan dari api neraka (itqum minannari).


Adapun rahmat senantiasa dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. 

 إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
"Inna rahmatallahi garibun minal muhsinin." Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al A'raaf : 56)

 Orang yang shaumnya makbul, tentu akan banyak berbuat kebaikan, baik mental secara mental-spritual, maupun secara fisik-material yang mendekatkan dirinya kepada rahmat Allah. Lantaran mengharap rahmat Allah, dengan berbuat baik, akan berusaha sekuat tenaga meninggalkan pekerjaan-pekerjaan tercela dan haram. Meredam hawa nafsu yang membujuk-bujuk agar terjerumus kepada hal-hal melanggar hukum. Menghindar dari persekongkolan kotor sumber dosa dan permusuhan yang dilarang keras oleh Allah SWT.

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Wa la ta-awanu alal itsmi wal udwan." Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah : 2)

Maghfirah atau ampunan selalu dekat kepada orang-orang yang bertobat dan membersihkan diri.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Innaloha yuhibbut tawwabina wa yuhibbul mutatohhirin." Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat serta menyucikan diri. (QS. al-Baqarah : 222)

Orang yang berharap dan berupaya mendapat ampunan, pasti akan tetap berada pada tempat dan koridor yang bersih. Senantiasa tobat dan memelihara kesucian lahir batin. Menolak keras segala jenis perilaku haram. Makan, minum, berpakaian, bersih karena bersumber dari mata pencaharian yang halalan thayyiban. Bukan hasil korupsi, menipu, berdusta, dan aneka macam lainnya yang mengandung unsur perbuatan yang diharamkan Allah SWT. dan Rasul-Nya, serta melanggar hukum yang berlaku.

Itqum minannari, bebas dari ancaman siksa api neraka. Ancaman siksa neraka terbesar ditujukan kepada orang-orang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Melanggar aturan-Nya. Berbuat maksiat di segala bidang kehidupan. Firman Allah SWT.,

وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Wa man ya'shi llaha wa Rasulahu wa yasy'adda hududahu yud hilhu naran khalidin fiha wa lahu adzaban muhinun." Siapa saja yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya serta melanggar ketentuan-Nya, niscaya Allah akan menjerumuskan dia ke dalam api neraka selamanya dan baginya merapakan siksa menghinakan. (QS. an-Nisa : 14)

Orang yang mendapat itqum minannari, pembebasan dari api neraka, berkah shaum Ramadhan, akan tunduk patuh melaksanakan perintah Allah sekaligus menjauhi dan meninggalkan larangan-Nya. Yang semula korup, segera melepaskan kesukaan dan kebiasan korupsinya. Bahkan, semua hasil korupsi yang pernah diraupnya, segera dikembalikan kepada yang berhak melalui proses yang transparan. Yang suka mabuk, tak lagi menenggak minuman keras, narkoba, dan sejenisnya yang mengundang kerusakan bagi diri pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Akan tetapi, apabila shaum Ramadhan tidak membawa pengaruh apa-apa kepada setiap orang berpuasa, itu pertanda mardud. Yang korup tetap korupsi, malah semakin menjadi-jadi. Yang mabuk tetap mabuk, malah memperluas jaringan permabukannya ke mana-mana. Walaupun pada bulan Ramadhan ikut-ikutan shaum, menahan lapar, dahaga, dan syahwat sepanjang siang, tetapi tidak pernah meninggalkan perbuatan yang dilarang Allah SWT. dan Rasul-Nya. Bual dan dusta, fitnah, iri dengki, khianat, sombong, berlanjut terus. Tanpa sedikit pun menyadari kondisi diri yang lemah, hina dina, tak berdaya. Shaum orang semacam demikian adalah shaum yang hanya mendapat lapar dan dahaga. Nol, kosong, nihil dari berkah dan pahala, sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW.,
"Ka min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ju'i wal athosyi."

Lebaran ikut gembira, Namun, hanya pura-pura, semu, sekadar menyelimuti perbuatan maksiat yang tidak lebur oleh shaum, tidak tergoyahkan oleh kemuliaan Ramadhan. Mempersetankan berkah dan pahala. Yang penting, hawa nafsu tersalur, angkara murka mendapat wadah. Lepas bebas tanpa kendali. Makan, minum tanpa aturan. Yang penting, jenis (zat) yang dimakan halal. Bukan daging babi, darah, bangkai, binatang yang disembelih bukan karena Allah, sesajen buat berhala, dan sebagainya. Namun, asal usul makanan itu dari cara memperolehnya, tak dipedulikan. Apakah dari hasil korupsi, zina, mabuk, judi, dan pekerjaan lain yang diharamkan. Halal jenisnya tetapi haram cara perolehannya, disebut "haram afaliyah" tak pernah diacuhkan.

Itulah yang disebut dalam Hadits Riwayat Imam Tabrani,
"Yuhibbunal kasab, wa yansaunal hisab." Mencintai usaha, apa dan bagaimana saja, tanpa memperdulikan halal haram. Yang penting berhasil, seraya melupakan perhitungan di hari akhir.

Orang demikian, kendati telah shaum Ramadhan, dapat dikategorikan tidak pernah mendapat manfaat Ramadhan. Tak mendapat kebaikan dan kebajikan Ramadhan. Luput dari rahmat, ampunan, dan pembebasan siksa neraka. Itulah yang dimaksudkan Nabi SAW.,
"Siapa yang diharamkan dari kebaikan (Ramadhan), selamanya akan diharamkan dari perbuatan baik dan bajik pada dirinya."

Oleh karena itu, mari kita wujudkan, buktikan hasil shaum Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari yang bersih, halal, aman, tenteram, sejahtera, dengan tunduk patuh kepada perintah Allah, sekaligus meninggalkan larangan-Nya, tanpa kecuali. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI H.M., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut serta pembimbing Haji dan Umrah Megacitra / KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan di salin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis(Manis) 15 September 2011 / 14 Syawal 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: