Ramadhan baru berlalu beberapa hari. Semua umat Muslim yang beriman merasa sangat kehilangan momentum tersebut. Momen ketika banyak sarana untuk pembersihan diri, perbaikan kualitas diri kita melalui pemenuhan kebutuhan rohaniah. Pada momen Ramadhan tersebut, kaum Muslim menggunakan banyak waktunya untuk berorientasi pada kehidupan setelah di dunia (akhirat). Secara sadar, saat Ramadhan, Muslim juga sangat getol dalam ibadah. Mereka berpuasa, tadarus, shalat Tarawih, mengaji, bersedekah, berzakat, itikaf, berdoa, dan amal lainnya. Namun, secara tidak sadar, kaum Muslim telah berkomunikasi dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Komunikasi langsung tanpa pembatas antara manusia dan Tuhan ini sering diistilahkan "komunikasi transendental" yang dimaksudkan dan bermuara pada suatu keinginan atau menggapai ridha Allah SWT. dan mengharapkan agar selamat dunia akhirat. Lalu, apa pentingnya komunikasi transendental ini?
Sebagian besar aktivitas keseharian manusia diisi oleh komunikasi. Manusia sebagai Homo communicus dan makhluk sosial yang tidak bisa tidak harus terkait dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi sebagai syarat bersosialisasi memiliki inti, yaitu persepsi (Deddy Mulyana, 2004). Jika diteliti lebih jauh, dalam khazanah ilmu komunikasi yang melingkup kehidupan manusia dapat dibagi ke dalam empat kelompok (Deddy Mulyana, 2004); komunikasi massa, komunikasi kelompok, komunikasi antarpersona (intra dan inter), komunikasi transedental.
Sebagian besar aktivitas keseharian manusia diisi oleh komunikasi. Manusia sebagai Homo communicus dan makhluk sosial yang tidak bisa tidak harus terkait dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi sebagai syarat bersosialisasi memiliki inti, yaitu persepsi (Deddy Mulyana, 2004). Jika diteliti lebih jauh, dalam khazanah ilmu komunikasi yang melingkup kehidupan manusia dapat dibagi ke dalam empat kelompok (Deddy Mulyana, 2004); komunikasi massa, komunikasi kelompok, komunikasi antarpersona (intra dan inter), komunikasi transedental.
Tiga poin pertama tentunya sering kita simak pembahasannya dan sering kita dengar istilahnya. Namun, untuk poin terakhir, komunikasi transendental memang tidak pernah dibahas secara luas.
Dalam komunikasi antara manusia dan penciptanya, Allah SWT. telah begitu banyak menebarkan ayat-ayatnya yang terbagi dalam dua bentuk:
1. Ayat quraniyah (Al-Qur'an)
2. Ayat kauniyah (alam semesta dan penciptaannya).
2. Ayat kauniyah (alam semesta dan penciptaannya).
Dalam Al-Qur'an, sangat jelas digambarkan perintah serta larangan yang harus kita ikuti. Bila kita ingin disebut sebagai komunikan yang baik dalam komunikasi transendental, kita harus mempersepsikan secara akurat tanda dan simbol yang digariskan Allah SWT. dalam Al-Qur'an. Melengkapi tanda dan simbol tekstual dalam Al-Qur'an, Allah SWT. menghamparkan dunia dan alam raya untuk ditafakuri.
Sebagai partisipan komunikasi transendental yang efektif, tentunya hati kita akan mudah tersentuh begitu melihat bulan dan bintang yang bertaburan di langit pada malam hari karena menganggap bahwa itu bukan sekedar fenomena alam, tetapi adalah bentuk perwujudan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Juga hati kita akan mudah tergetar bila mendengar atau menyebut Asma Allah. Apabila hati sudah benar-benar tersentuh, kita akan menitikkan air mata bahkan menangis tersedu mengingat betapa kecilnya kita sebagai manusia di hadapan-Nya.
Aplikasi yang sesungguhnya dari komunikasi transendental adalah pada saat kita mendirikan shalat, berdzikir, dan berdoa. Shalat pada dasarnya adalah saat manusia berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Saat itu sebenarnya tidak ada pembatas antara manusia dan Allah SWT. Komunikasi langsung terjadi asal kita benar-benar punya keyakinan yang kuat bahwa Allah ada di hadapan kita sedang memperhatikan dan mendengar doa kita. Takbir, ruku, dan sujud adalah bentuk tawadu pada-Nya, memasrahkan seluruh jiwa dan raga kita pada Allah SWT.Shalat yang dilakukan dengan dzikir dan doa akan sangat membantu menenangkan hati, jiwa, dan raga kita sehingga gerak langkah kita hidup di dunia adalah atas dasar tuntunan-Nya. Kita harus yakin, tuntunan dan perlindungan Allah SWT. dapat membuat hidup kita penuh makna untuk bekal di dunia dan akhirat sebagai perwujudan dari komunikasi transendental yang efektif.
Keberhasilan komunikaisi dengan Allah SWT. sebagaimana keberhasilan komunikasi antarmanusia juga ditentukan oleh ketepatan persepsi kita sendiri. Siapakah kita, apa tujuan hidup kita di dunia, dan mau ke mana kita setelah hidup ini, adalah kunci agar kita memiliki ketepatan persepsi seperti yang diharapkan Allah SWT. Lalu, bagaimana Allah SWT. harus mempersepsikan komunikasi yang kita sampaikan? Allah yang Mahasempurna tentu tidak akan keliru mempersepsikannya. Jika doa kita belum terkabul, itu karena Allah menangguhkan atau menggantikannya dengan yang lebih baik Semua itu untuk kebaikan hamba-Nya dan mungkin karena beberapa faktor, seperti kurangnya kita berikhtiar, kurang bersabar dan ikhlas, kurang sedekah, dan perlu adanya peningkatan amal ibadah kepada Allah SWT.Analoginya, jika kita ingin menyampaikan pesan atau keinginan kepada orang lain dan harapannya pesan atau keinginan kita ingin dikabulkan maka kita akan memohon dan mematuhi serta pengertian terhadap (perintah) orang tersebut. Begitu juga komunikasi dengan Allah SWT., harus lebih banyak pengorbanan kita demi mencapai ridha Allah SWT. dengan cara meningkatkan amal kita, seperti meningkatkan shalat, dzikir, tadarus, qiyamulail, infak, sedekah, berbuat baik, dan banyak lagi. Bahkan, jika habluminallah kita baik dan berkualitas, secara otomatis habluminannas kita juga akan berkualitas baik.
Terakhir, komunikasi transendental bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun, meskipun Ramadhan tahun ini sudah berlalu dan belum tentu Allah SWT. mengizinkan kita untuk bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan, tetapi kualitas dan intensitas komunikasi transedental kita tentu tidak boleh menurun bahkan harus lebih meningkat.
Teknologi sekarang memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan sesama bahkan sampai lintas negara dan benua melalui telefon seluler, faksimile, internet, itu pun masih membutuhkan biaya yang cukup mahal. Akan tetapi, menghubungi Allah SWT. tidak perlu mengeluarkan pulsa, tanpa perantara, dan bahkan tanpa nada sibuk lainnya...
Wallahualam bissawab.***
[Ditulis oleh IMAM AHMAD MAULANA YUSUP, alumnus Yayasan Pendidikan Islam Asyafeiyyah (YPIA) Cikeris, Purwakarta dan Kader DKM Al-Amanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 9 September 2011 / 8 Syawal 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment