MENCARI RAMADHAN

Khoja Ahmad Mubarak, sufi pengembara (darwis), abad ke-16, menatap hilal (bakal bulan sabit), pertanda datang bulan Ramadhan, dengan wajah berseri-seri. Di suatu perhentian kafilah kota Balkh, Afghanistan, ia menyerukan sabda Nabi Muhammad SAW. tentang kegembiraan menyambut Ramadhan.

"Atakum Ramadhanu sayyi-dusy syuhuri! Fa marhaban bihi wa ahlan. Ja-a syahrush shiyami bil barakati. Fa akrim bihi min za-irin huwa-atin." Artinya, "Telah datang kepadamu bulan, penghulu segala bulan. Selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala macam keberkatan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu."

Selama menjalankan ibadah shaum seraya berpindah-pindah dari satu masjid ke masjid lain, dan menyantuni fakir miskin serta orang-orang lemah, Khoja Ahmad selalu menampakkan wajah berbeda-beda. Suatu kali ia sangat murung. Suatu kali ia sangat gembira. Sahabat sepengembarannya mempertanyakan hal itu.

Khoja Ahmad menjawab, "Hatiku selalu diinggapi perasaan cemas. Takut kesempatan setahun sekali ini terlepas dariku. Lalu aku tak dapat apa-apa dari keberkahan Ramadhan. Ingatkah kau akan sabda Nabi SAW. bahwa telah datang kepada kita bulan Ramadhan penuh berkah. Allah telah mewajibkan bagi kita shaum di dalamnya. Pintu surga dibukakan. Pintu neraka dikunci rapat. Semua setan dibelenggu erat. Dalam Ramadhan itu pula, terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa tidak diberikan kebajikan malam itu, maka tidak diberikan kebajikan kepadanya. Wahai, sahabat! Mampukah kita memasuki surga yang terbuka lebar itu dengan kehinadinaan diri kita? Mampukah kita lolos dari neraka yang terkunci rapat itu dengan kesombongan ego kita? Mampukah kita melepaskan diri dari tipu daya setan yang terbelenggu itu dari kelengahan kita yang sudah menjadi kebiasaan? Dan mampukah kita memanfaatkan malam seribu bulan dengan kebajikan kita yang serba terbatas? Untuk itu, aku selalu cemas dan cemas!"

"Tapi sesekali kulihat engkau tampak gembira," kata sahabatnya kembali bertanya. "Aku punya harapan," jawab Khoja Ahmad, "Karena sabda Nabi SAW. mengenai bulan Ramadhan adalah janji penghapusan dosa bagi orang yang melakukan fardhu shaum di dalamnya, menjalankan sunah Nabi dengan mendirikan ibadah malam hari. Ramadhan itu sendiri terdiri atas tiga fase. Sepuluh hari pertama, ampunan. Sepuluh hari kedua, rahmat. Dan sepuluh hari ketiga, pembebasan dari api neraka. Siapa yang tak berharap akan ampunan, rahmat, dan pembebasan dari siksa?"

Kisah di atas menjadi tuturan cerita rakyat (folklor) di kalangan pengikut sufi tradisional. Banyak dikutip para pengamat sufi. Antara lain, Idris Shah (wafat 1996), penulis buku Tales of Sufi, The Way of Sufi, dan lain-lain. Banyak disukai, karena mengandung unsur koreksi diri (muhasabah) terhadap watak manusia, yang pada dasarnya lemah tetapi selalu ambisius, mulia tetapi kadang-kadang sesat dan hina, mengetahui kebenaran tetapi sering lupa karena diselimuti kabut kesalahan.

Prinsip takut (khauf) dan harap (raja'), yang dipopulerkan Imam Gazhali (abad 11), penulis Ihya Ulwnuddin, menjadi acuan para shoimin (orang-orang yang menjalankan Shaum), dalam menghadapi ujian Ramadhan. Takut menjalani lapar, dahaga, dan menghindari nafsu syahwat siang hari yang semua bersifat fisik, tidak dibarengi ketetapan hati dari gangguan was-was, ketertutupan mata, telinga, dan mulut dari berbagai penglihatan, pendengaran, dan ucapan kotor, sehingga shaumnya kehilangan nilai. Hanya mendapat lapar dan dahaga serta lesu juga kantuk akibat bangun malam. Pahalanya nol besar (Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah dan at Thabarani). Sebab, setiap manusia, sering terkooptasi oleh tiga hal yang oleh Nabi SAW. dianggap merusak (tsalatsa muhlikaf), yaitu i'jabul mir'i bi nafsihi (takjub terhadap diri sendiri), syahhun matha'un (kekikiran yang akut), dan hawan mattaba'un (hawa nafsu yang diperturutkan).

Sementara itu, harapan terletak pada keagungan nilai Ramadhan itu sendiri, yang terbuka bagi siapa saja yang ingin mengecapnya, dengan syarat imanan (beriman kepada Allah dan Rasul-Nya), dan ihtisab (mengharap ampunan Allah). Kesempatan setiap manusia menikmati bulan Ramadhan setiap tahun, dengan imanan wahtisaban merupakan kesempatan untuk menghapus dosa-dosa kecil dalam tenggang waktu itu, selama tidak berbuat dosa-dosa besar.

Sabda Nabi SAW.,
"Ash shalatul khamsu waljumu'atu ilaljumu'ati wa ramadhanu ila ramadhani mukaffiratun lima bainahunna idaj tunibatil kaba-iru." Artinya, shalat lima waktu, shalat Jumat ke Jumat, dan dari Ramadan ke Ramadan, menjadi penebus dosa yang ada di antaranya, selama menjauhi dosa-dosa besar. (Hadits sahih riwayat Muslim)

Sufi pengembara Khoja Ahmad Mubarak mengingatkan kita, agar memperhatikan adab dan tertib shaum Ramadhan sebagai sarana, bukan tujuan. Sementara tujuan dari Ramadhan itu sendiri, adalah pencapaian taqwa. Ia ingin shaum itu sebenar-benar shaum, total, menyeluruh. Tidak hanya lapar dan dahaga. Karena untuk tiba ke tujuan tattaqun (bertaqwa) diperlukan alat dan penggunaan alat yang baik dan benar. Tidak asal-asalan.

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
innama yataqabbalu Allahu mina almuttaqeena
Sesungguhnya Allah hanya menerima amal ibadah dari orang yang taqwa kepada-Nya saja. (QS. Al Maidah: 27)

Di pengujung bulan Ramadhan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib berseru, mempertanyakan siapa gerangan yang puasanya diterima atau ditolak. Kepada yang diterima, akan mengucapkan tahni'ah. Selamat berbahagia. Kepada yang ditolak, akan dihibur agar terlepas dari gundah gulana.

Nabi Muhammad SAW. juga berseru di akhir Ramadhan,
"Wahai saudara-saudara yang puasanya telah diterima oleh Allah SWT. bergembiralah kalian. Namun, wahai saudara-saudara yang puasanya ditolak, semoga Allah SWT. menghapus bencana yang telah menimpa kalian."
Semoga kita menemukan Ramadhan yang bernilai seperti dambaan Khoja Ahmad Mubarak.***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI, pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk, Garut, pembimbing haji dan umrah BPIH Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 2 Agustus 2012 / 13 Ramadhan 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: