MENAHAN AMARAH

Begitu mudahnya sebuah nyawa melayang. Hanya karena bersenggolan di tempat keramaian lalu terjadi perkelahian dan nyawa hilang. Akibat rebutan uang receh juga membuat amarah memuncak lalu membunuh teman yang selama ini sering bergurau bersama.

Puasa atau shaum pada hakikatnya tidak sebatas menahan nafsu makan dan minum dari Subuh sampai Maghrib, melainkan pelatihan menahan nafsu dan amarah. Bentuk tipu daya setan di antaranya amarah dan dendam kesumat.

Amarah dan dendam kesumat akan mengeraskan dan menodai hati. Rasulullah SAW. ketika dimintai nasihat oleh salah seorang sahabatnya tentang urusan agama hanya bisa menjawab dengan singkat, "Jangan marah."

Sahabat Abu Hurairah RA. berkata, seseorang datang menemui Rasulullah SAW. dan meminta diajarkan perkara agama dan ia meminta agar tidak banyak-banyak sehingga tidak memberatkan, Rasulullah SAW. menjawab, "Jangan marah." Orang itu bertanya sampai tiga kali, dan dijawab Rasulullah SAW. dengan jawaban yang sama, "Jangan marah." Sikap tidak marah menunjukkan hati yang lemah lembut.

Kelembutan hati Rasulullah SAW. diakui seorang sahabat bernama Anas bin Malik RA.
"Aku telah melayani Rasulullah SAW. selama sepuluh tahun. Demi Allah, Nabi tidak pernah mengeluarkan kata-kata menghardik kepadaku, tidak pernah menanyakan, 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan, 'Mengapa tidak engkau lakukan?" (HR. Bukhari Muslim)

Hadits di atas menggambarkan betapa terpuji sifat dan akhlak Rasulullah SAW. yang tidak pernah menghardik atau membentak ketika menyikapi seseorang. Bahkan, terhadap seseorang yang dianggap pembantu di rumah tangga. Akhlak yang dicontohkan Rasul adalah bersikap lemah lembut.

Sikap lemah lembut ini menjadi prinsip dasar bagi siapa saja yang mengharap ridha Allah SWT. Sahabat Jarir bin Abdullah RA. meriwayatkan sebuah hadits. Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda,
"Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah lembut, ia tidak dikarunia segala macam kebaikan." (HR Muslim)

Ath-Thabrani dengan sanad dari Abu Darda' RA. meriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW. mengadukan hatinya yang keras. Lalu Rasul pun bersabda,
"Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhamu terpenuhi." (HR. Ath-Thabrani)

Teladan Rasulullah SAW. tersebut mengarah pada saran bagi setiap orang yang berhati keras (sekeras perilakunya) agar melatih sifat lemah lembut atau melunakkan hatinya dengan belajar memberi kasih sayang secara lahir berupa makan dan minum dan kasih sayang batin dengan mengusap kepala anak yatim (touch behavior).

Bayangkan jika ajaran tersebut kita praktikan, saat kita melihat, bertemu, dan bersentuhan langsung (kontak fisik) dengan anak yatim. Hati kita juga akan tersentuh, tubuh kita bergetar, terasa aliran darah mengalir mengirim sinyal-sinyal pesan kasih sayang ke otak.

Di otak ini, pesan akan diorganisasi menjadi perintah dalam bentuk perilaku. Dengan seizin Allah, pesan kasih sayang yang kita miliki akan berbuah hikmah sikap dan perilaku kita menjadi lebih lemah lembut.

Puasa sebulan di Ramadhan ini sebagai ajang latihan terbaik untuk menahan amarah sekaligus melembutkan hati. Meskipun banyak godaan sehingga membuat kita seharusnya menumpahkan amarah, toh bisa kita tahan. Caranya, dengan satu kalimat,

Inni shoimun (saya sedang berpuasa).

Demikian pula dengan lemah lembut bisa terbentuk melalui puasa ini. Bukankah selama puasa kita dilatih untuk merasakan penderitaan dan kesusahan orang lain? Kita juga dilatih agar mengulurkan kebaikan termasuk harta benda kita kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Alangkah baik apabila orangtua mengajak anak-anaknya mengunjungi panti-panti asuhan, panti jompo, atau rumah sakit. Tujuannya agar anak-anak melihat langsung kondisi orang-orang yang berada dalam kesusahan dan penderitaan. Anak-anak yatim piatu bisa diminta menceritakan kondisi kehidupannya yang sudah ditinggalkan kedua orangtuanya.

Dampak dari kunjungan itu adalah meningkatkan rasa syukur kepada anak maupun diri kita sebagai orangtua dan menambah kepedulian sosial kepada orang-orang yang kesusahan. Ramadhan mengajarkan kita kelembutan dan kepedulian sebagai bekal menggapai kehidupan di sebelas bulan berikutnya.

Insya Allah. Semoga. ***

[Ditulis oleh : H HABIB SYARIEF MUHAMMAD AL AYDRUS, mantan anggota MPR RI dan Ketua Yayasan As-salaam Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 9 Agustus 2012 / 20 Ramadhan 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: