Anak saya yang baru saja datang dari klub tempat latihan tenis meja bertanya, "Pak, apa benar puasa itu seperti bermain tenis meja?" Saya balik bertanya, "Kata siapa?" "Kata pelatih!" jawabnya sambil menyimpan tas dan sepatu di rak. Saya mencoba mencari jawaban yang tepat agar dimengerti, masuk logika anak, dan tentu saja tidak menyesatkan. Setelah berpikir sejenak, saya menjawab, "Betul, Nak! Puasa itu seperti mengikuti kejuaraan tenis meja. Harus siap fisik, teknik, taktik, dan mental. Kalau tidak, kita kalah."
"Memangnya, puasa ada teknik dan taktiknya?" kata anak saya bertanya lagi. Sambil mengusap kepalanya, saya menerangkan padanya bahwa puasa itu betul-betul seperti yang saya sebutkan tadi. Puasa itu ibadah yang harus dijalani dengan menggabungkan kekuatan fisik dan mental, kemampuan teknik, dan kecerdasan taktik.
Di antara ibadah mahdhoh yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental, selain ibadah haji/umrah adalah puasa, terutama pada bulan Ramadhan. Ibadah puasa tak ubahnya mengikuti kejuaraan olah raga. Siapa yang kuat fisik dan mentalnya, serta menguasai teknik dan taktik bermain, dialah yang akan menjadi pemenang. Sebaliknya, siapa yang lemah fisik dan mentalnya, dia akan menjadi pecundang dan hanya akan menjadi penonton saat orang lain naik podium merayakan kemenangan penuh sukacita.
Tujuan akhir puasa Ramadhan adalah meraih kemenangan, mendapatkan gelar paling terhormat di hadapan Allah SWT. yakni,
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
...laAAallakum tattaqoona
...agar kalian menjadi orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
Suatu gelar paling mulia bagi manusia sebagaimana Allah sebutkan dalam QS Al-Hujurat: 13,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
inna akramakum AAinda Allahi atqakum inna Allaha AAaleemun khabeerun
...sesunguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling takwa, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hal-hal yang belum diketahui.
Meraih gelar tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Setiap calon peserta harus mengikuti seleksi yang ekstra ketat. Dia harus bertanding mati-matian dengan segenap kemampuannya. Tidak boleh menyerah meskipun merasa lelah. Logikanya harus tetap berfungsi agar dia dapat menjalankan teknik-teknik yang sudah dikuasainya dengan baik. Dia juga harus cerdik menggunakan taktik saat mulai berada di lapangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah stabilitas emosional (mental). Kemampuan teknik seseorang akan hilang lebih dari 20 persen manakala mentalnya terganggu. Sehebat apa pun Wang Hao dalam teknik bermain, misalnya, pemain tenis meja Cina untuk Olimpiade di Inggris itu akan kehilangan kemampuan mengontrol bola di atas meja ketika emosinya terganggu. Akurasi pukulannya akan mengendur. Pasti, tidak akan menjadi juara seperti sekarang.
Itulah puasa. Banyak hal yang sangat berpengaruh pada para peserta "kejuaraan besar" ini. Setiap peserta (Muslim) mesti mempersiapkan stamina yang prima, karena selain harus menahan lapar dan dahaga, dia pun harus tetap survive untuk menjalankan aktivitas lain. Dia harus tetap shalat, tetap bekerja, dan berkreasi sesuai dengan profesinya masing-masing.
Angka Kecukupan Gizi
Stamina yang prima dihasilkan oleh nutrisi yang baik dan bergizi. Stamina yang prima bukan dihasilkan oleh kuantitas makanan yang masuk ke dalam perut, melainkan oleh kualitas gizi yang terkandung di dalamnya. Stamina yang prima ditentukan oleh angka kecukupan gizi.
Ramadhan membimbing umat Islam untuk belajar disiplin terhadap diri sendiri, terutama dalam soal makan.
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
wakuloo waishraboo wala tusrifoo
Makan dan minumlah tapi jangan berlebihan. (QS. Al-A'raf: 31)
Berbuka puasa dan sahur secukupnya saja, tetapi asupan gizinya harus tetap tinggi. Makan yang berlebihan hanya akan menghilangkan lapar. Mengonsumsi makanan secara berlebihan justru berpotensi mendatangkan gangguan kesehatan. Semua penyakit berasal dari perut.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar pandai-pandai memilih makanan yang baik dan halal, sehingga bermanfaat bagi tubuhnya, terutama saat menjalani ibadah puasa.
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ
Wakuloo mimma razaqakumu Allahu halalan tayyiban waittaqoo Allaha allathee antum bihi muminoona
Makanlah makanan yang halal dan baik dari semua yang telah (Allah) berikan kepada kalian. Bertakwa dan berimanlah kalian kepada Allah. (QS Al-Maidah: 88)
Dalam ayat lain Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُّبِينٌ
Ya ayyuha alnnasu kuloo mimma fee alardi halalan tayyiban wala tattabiAAoo khutuwati alshshaytani innahu lakum AAaduwwun mubeenun
Wahai manusia, makanlah makanan halal yang ada di bumi dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah: 168)
Memasuki babak akhir Ramadhan, stamina fisik harus tetap terjaga karena semakin hari semakin berat. Sayang jika kita harus gugur di babak final. Oleh karena itu, sangat bijak untuk mengonsumsi makanan-makanan yang sarat gizi. Tetap disiplin untuk makan sahur pada akhir waktu dan berbuka pada awal waktu dengan porsi yang proporsional.
Ini termasuk teknik seorang peserta agar meraih kemenangan dalam "pertandingan besar" tahunan ini.
Stabilitas Mental
Puasa bukan hanya manahan lapar dan dahaga, puasa bukan hanya menahan lelah, melainkan mengontrol dan mengelola emosi agar menjadi kekuatan dahsyat. Emosi dalam kajian psikologis bukan hanya marah, melainkan juga rasa senang, syahwat, benci, tidak nyaman, dan lain-lain. Puasa adalah aktivitas menahan keinginan (syahwat) untuk makan, minum, berhubungan dengan lawan jenis. Jika semua dilanggar maka batal puasanya.
Puasa juga merupakan aktivitas mengelola perasaan benci, marah, dan mengelola fungsi mata, telinga, lidah agar sesuai dengan tupoksinya. Tidak menghasut, tidak mencaci, tidak ghibah, tidak mencerca, tidak memandang lawan jenis dengan penuh hasrat. Jika itu dilabrak, dia hanya akan mendapatkan lapar dan dahaganya, tidak mendapatkan pahala puasa.
Sebagai peserta tangguh, beradu badan, dan beradu kaki saat berebut bola adalah hal yang sangat wajar karena itu merupakan bagian dari dinamika permainan. Para perserta tidak boleh tersulut emosi karena akan merugikan. Mungkin tidak terlalu berpengaruh pada skor, tetapi sangat berpengaruh terhadap kualitas permainan.
Begitu juga puasa. Boleh jadi kita tersingung, boleh jadi kita merasa sakit hati, merasa didzalimi, dirampas hak, dilecehkan, dan dihina, tetapi "peserta pertandingan besar" tidak boleh meluapkan emosinya. Orang yang sedang shaum justru harus mengelola emosinya, belajar menjadi orang sabar. Sebab, itu yang diajarkan Rasulullah SAW., "Jika ada yang mengajak bertengkar, katakan, 'Aku sedang puasa'."
Dengan demikian, fisik kuat, mental mantap, dan bersiaplah menyongsong podium untuk menerima piala besar langsung dari Allah SWT. Nabi mengatakan, imbalan puasa akan langsung diberikan oleh Al-Khalik.***
[Ditulis oleh NANA SUKAMANA, pengurus DKM Asy-Syifa STIKES Bhakti Kencana Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 10 Agustus 2012/21 Ramadhan 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment