Salah satu akhlak yang sangat tinggi nilainya dalam Islam adalah bersyukur. Demikian tinggi nilainya sehingga tidaklah salah kalau kita mengatakan bahwa syukur itu mempunyai keagungan dan kedahsyatan yang mengagumkan.
Marilah kita lihat beberapa ayat Al-Qur'an yang mengungkapkan keagungan dan kedahsyatan syukur.
Marilah kita lihat beberapa ayat Al-Qur'an yang mengungkapkan keagungan dan kedahsyatan syukur.
Dalam Al-Qur'an sekurang-kurangnya disebutkan ada empat keutamaan syukur.
Pertama, menyebabkan terhindarnya siksaan.
مَّا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَآمَنتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
Ma yafAAalu Allahu biAAathabikum in shakartum waamantum wakana Allahu shakiran AAaleeman
Mengapa Allah akan menyiksamu. Jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Mahasyukur lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa: 147)
Secara gamblang ayat tersebut menyatakan bahwa Allah tidak akan menyiksa hamba-Nya yang bersyukur dan beriman. Dalam Kitab Tarjamah Al-Qur'an Al-Hakim karangan Salim Bahreisy, dan Abdullah Bahreisy, frase Maa yaf'alullaahu bi'adzaabikum, diterjemahkan dengan "Untuk apa Allah akan menyiksamu". Dalam Kitab The Holy Quran karangan Yusuf Ali, frase tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris "What can God gain by your punishment..."
Kedua, menyebabkan bertambahnya nikmat.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Waith taaththana rabbukum lain shakartum laazeedannakum walain kafartum inna AAathabee lashadeedun
Dan ingatlah juga tatkala Tuhan-mu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)
Dalam ayat di atas, Allah menyatakan pasti akan menambah nikmat apabila hamba-Nya bersyukur. Janji Allah tersebut dikuatkan dengan kata-kata "pasti", dan tidak ada syarat apa pun setelahnya. Artinya, secara absolut orang-orang yang bersyukur akan diberi tambahan nikmatnya oleh Allah.
Ketiga, balasan syukur adalah mutlak tanpa syarat.
Balasan bagi hamba yang bersyukur itu mutlak, tanpa batasan dan tanpa syarat. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam akhir ayat 145 Surat Ali Imran,
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
wasanajzee alshshakireena
Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Hal itu berbeda dengan janji Allah berkenaan dengan hal-hal lainnya, misalnya,
أَلَمْ تَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَن
يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Alam taAAlam anna Allaha lahu mulku alssamawati waalardi yuAAaththibu man yashao wayaghfiru liman yashao waAllahu AAala kulli shayin qadeerun
Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya, (yu'adzdzibu may yasyaa-u), dan di-ampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya (wa yaghfiru li may yasyaa-u). Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Maaidah: 40)
Keempat, dibenci oleh iblis.
Karena demikian agung dan dahsyatnya rasa syukur itu, iblis sangat membenci orang-orang yang bersyukur. Ketika iblis mengetahui keagungan dan kedahsyatan syukur, iblis berkata,
ثُمَّ
لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ
أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Thumma laatiyannahum min bayni aydeehim wamin khalfihim waAAan aymanihim waAAan shamailihim wala tajidu aktharahum shakireena
Kemudian aku akan mendatangi mereka dari hadapan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. (QS. Al-A'raaf: 17)
TIGA ASPEK SYUKUR
Prof Dr Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur'an menulis bahwa syukur mencakup tiga aspek, yaitu:
Pertama, syukur dengan hati yaitu kepuasan batin atas anugerah. Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan hati. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapa pun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun boleh jadi dapat memuji Allah, bukan atas malapetaka tersebut, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.
Kedua, syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah seraya memuji-Nya. Al-Qur'an mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi alhamdulillah.
Hamdun (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji ataupun kepada yang lain. Kata "al" pada kata "alhamdulillah" oleh pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti keseluruhan, sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT., bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Dengan demikian syukur dengan lidah adalah dengan mengucapkan "alhamdulillah" (segala puji bagi Allah).
Ketiga, syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Nabi Daud AS. beserta putranya, Nabi Sulaiman AS., memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan dalam surat Saba: 13,
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
iAAmaloo ala dawooda shukran waqaleelun min AAibadiya alshshakooru
Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.
Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh tersebut sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Sebagaimana tujuan penciptaan laut melalui firman-Nya dalam surat An-Nahl: 14,
وَهُوَ الَّذِي
سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا
مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ
وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Wahuwa allathee sakhkhara albahra litakuloo minhu lahman tariyyan watastakhrijoo minhu hilyatan talbasoonaha watara alfulka mawakhira feehi walitabtaghoo min fadlihi walaAAallakum tashkuroona
Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur.
Wallahua'lam. ***
[Ditulis Oleh H. ACHMAD S., DKM Masjid Nurul Iman Cibeureum Kab. Tasikmalaya. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 21 Desember 2012 / 7 Safar 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
0 comments:
Post a Comment