Hidup ini akan dipenuhi ujian dari Allah SWT. Dia memberikan ujian dari mana saja. Ujian bisa datang dari dalam diri kita, dari luar, dari orang-orang terdekat, dari orang-orang jauh, dari orang yang kita cintai, bahkan dari orang-orang yang membenci kita. Selama hayat dikandung badan, ujian hidup pasti datang menghampiri.
Inilah kenapa Allah SWT. mewanti-wanti bahwa seorang manusia harus meyakini di balik ujian yang terasa sulit sekalipun, tersimpan kemudahan. Firman-Nya,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب
Fainna maAAa alAAusri yusran Inna maAAa alAAusri yusran Faitha faraghta fainsab Waila rabbika fairghab
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al-Insyirah [94]: 5-8)
Ujian selalu datang ke dalam kehidupan kita sesuai kapasitas keimanan di dalam diri. Dia (Allah) memberikan dosis ujian sesuai dengan tingkat keimanan kita. Namun, tanpa sadar, kita justru selalu tidak sabaran. Selalu mudah putus asa. Bahkan selalu mencaci-Nya kala ujian hidup menghampiri. Akhirnya ujian yang sebetulnya dapat diselesaikan dengan mudah, menjadi sangat sulit dan mencekik kehidupan kita.
Dalam ayat yang saya kutip di atas, Allah SWT. mendahulukan "kesulitan" atau penderitaan (al-'usr) daripada "kemudahan" atau kebahagiaan (al-yusr). Ayat ini setidaknya membicarakan bahwa ujian hidup akan mampu diselesaikan dengan mudah. Pasti akan selalu ada jalan kemudahan dari setiap ujian yang menimpa kita.
Surah alam nasyrah ini disebut juga dengan Al-Insyirah yang berarti lapang hati atau kebahagiaan. Ini mengindikasikan ketika ujian hidup datang menghampiri, sebagai seorang Muslim, kita patut berhati lapang dan berusaha menghilangkan beban di hati dengan keimanan penuh bahwa Allah akan selalu memberikan jalan terbaik.
Jalaluddin Rakhmat, seorang cendekiawan Muslim, menafsirkan Surah Al-Insyirah tersebut secara optimistik. Ia mengatakan dengan ayat tersebut, bahwa Allah hendak menyampaikan bahwa kesulitan tidak berdiri sendiri. Kesulitan akan selalu berdampingan dengan kemudahan. Secara redaksional, ada dua tanda penegasan: pertama, kata inna yang berarti sungguh dan benar-benar. Kemudian yang kedua, penegasan itu ialah dengan pengulangan kalimat "sesudah kesulian itu ada kemudahan". Penegasan ini mengindikasikan seorang manusia harus optimistis ketika menghadapi ujian hidup, sebab ujian selalu ada dan berdampingan dengan kemudahan menyelesaikannya. (Tafsir Kebahagiaan, 2011: 29-32)
Lantas, kenapa ketika ujian datang, kadang kita dipenuhi beban dalam hati? Secara psikologis, perasaan ini wajar terjadi. Namun, kalau terus-menerus larut dalam kenestapaan, perjalanan hidup kita akan dilalui dengan pesimistik Kita akan merasa menjadi manusia gagal ketika rumah tangga dihantam badai perceraian. Kita akan menempatkan diri sebagai orang tak berarti ketika gagal mewujudkan harapan jadi kenyataan. Secara psikologis juga, kita gampang tersinggung, mudah cemas, dan alam pikir selalu merasa takut pada sesuatu yang belum tentu terjadi (baca: paranoid).
Kadang ketika ujian tidak mampu dihadapi, seseorang selalu terjebak pada perilaku tak bermoral. Kolusi, korupsi, dan nepotisme selalu diinisiasi persoalan material yang melanda keluarga pejabat. Karena ada anggota keluarga yang sedang sakit dan membutuhkan biaya mahal untuk pengobatan, akhirnya jalan tak jujur mendapatkan rezeki pun ditempuh. Allah SWT. berfirman,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
yureedu Allahu bikumu alyusra wala yureedu bikumu alAAusra
Allah menghendaki untuk kamu kemudahan dan Dia tidak menghendaki untuk kamu kesulitan. (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Berita yang dimuat media cetak, online, dan elektronik beberapa minggu ini yang marak membahas kasus korupsi SKK-Migas menjadi pelajaran penting. Betapa keteladanan seorang akademisi tidak menjamin dirinya jujur dan amanah ketika masalah kehidupan pribadi (keluarga) sedang menimpa. Tak hanya itu, tekanan dari orang-orang yang lebih berpengaruh darinya juga mengakibatkan seseorang selalu terjebak pada perilaku tidak bermoral.
Rasulullah SAW. bersabda,
"Seseorang yang berakal selama akalnya tidak terkalahkan nafsu, hendaknya memiliki sifat: ada saat dimana dia berdialog dengan Allah, ada saat di mana dia melakukan introspeksi diri; ada saat dia berpikir tentang ciptaan Allah; dan ada juga saat di mana dia memenuhi kebutuhan makanan dan minumannya (secara halal)" (HR. Ibnu Hibban)
Ingat, selama kita masih hidup, ujian atau masalah akan selalu ada. Tugas kita sebagai manusia ialah berusaha keluar dari masalah yang menimpa. Bagi orang yang beriman, ia meyakini bahwa Allah akan selalu memberikan jalan terbaik bagi kehidupan atau kita harus selalu berbaik sangka kepada Allah SWT.
Semoga kita tergolong orang-orang yang beriman dan sabar menghadapi ujian hidup yang berbeda-beda antara kita dengan orang lain.
Wallahu'alam. ***
[Ditulis oleh H. IDAT MUSTARI SUKARYA, Ketua Biro Keagamaan DPD Golkar Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 6 September 2013 / 30 Syawal 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment