Ali bin Abi Thalib RA. pernah berkata,
"Ketika kumohon kepada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat. Ketika kumohon kepada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk dipecahkan. Ketika kumohon kepada Allah kesejahteraan, Allah memberiku akal untuk berpikir. Ketika kumohon kepada Allah keberanian, Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi. Ketika kumohon kepada Allah sebuah cinta, Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong. Ketika kumohon kepada Allah bantuan, Allah memberiku kesempitan. Aku tidak pernah menerima apa yang kupinta, tetapi aku menerima segala yang kubutuhkan. Doaku terjawab sudah."
Ungkapan tersebut mengingatkan kita bahwa Allah memberikan jalan terbaik yang kadang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita, tetapi sebenarnya itulah yang terbaik bagi kita. Sama halnya dengan kesuksesan diharapkan, tetapi kegagalan yang kita dapatkan. Saat itulah kita sering mempersepsikan bahwa kegagalan adalah peristiwa negatif, kejadian buruk dan pengalaman keterpurukan dan kenyataan pahit yang menjauhkan kita dari kesuksesan. Jika tidak memiliki iman yang mumpuni, kita menganggap ini adalah bentuk ketidakadilan Allah atas jalan hidup kita. Akhirnya, sebagai bentuk pemberontakan, kita sering protes mengambinghitamkan Allah atas ketentuan dan takdir-Nya.
Pepatah mengatakan, ketika Allah menutup sebuah pintu, Allah akan membukakan jendela bagi kita. Sering kali kita menunggu sampai pintu itu terbuka tanpa melihat kesempatan lain menunggu di depan mata. Kita banyak mengeluh, panik bahkan menyalahkan orang lain akan kegagalan kita. Padahal, seharusnya kita menggunakan kegagalan itu untuk mendorong kita mencapai kesuksesan. Jika mau menerima kegagalan dan belajar darinya dan menganggap kegagalan merupakan karunia yang tersembunyi serta bangkit kembali, kita memiliki potensi menggunakan salah satu sumber kekuatan paling hebat untuk meraih kesuksesan.
Jika kita mengacu pada kisah kehidupan orang sukses, cenderung diperoleh kesimpulan yang sama bahwa kegagalan adalah peristiwa potensial yang bersifat netral, tidak memiliki makna tertentu kecuali setelah diberi pemaknaan oleh kita. Secara positif, ada beberapa cara untuk memaknai kegagalan.
Pertama, kegagalan merupakan guru terbaik dalam hidup. Bagi setiap Muslim bermental positif, kegagalan merupakan guru terbaik dalam perjalanan menuju pintu kesuksesan. Pada hakikatnya, kegagalan merupakan hal lumrah terjadi dalam setiap episode kehidupan. Tidak ada suatu pencapaian sukses tanpa pernah terlebih dahulu melewati pintu kegagalan. Kegagalan akan memberikan pelajaran langsung berupa fakta-fakta yang akan membawa kita ke arah yang benar dalam perjalanan menuju puncak kesuksesan.
Kedua, kegagalan adalah tantangan yang akan membuat kita lebih kuat menjalani hidup. Sesungguhnya kegagalan akan memperkuat karakter kita. Bayangkan jika karakter kita laksana bola pingpong yang dipukul dengan kekerasan tertentu. Setelah bola tersebut kena papan akibat pukulan yang keras, bola tersebut akan memantul tinggi. Hal yang sama berlaku dalam hidup kita. Semakin keras tantangan yang ada di hadapan kita, semakin besar pula potensi yang akan kita keluarkan untuk meresponsnya. Itulah realitas hidup.
Ketika jatuh dan gagal dalam suatu episode kehidupan kita, bukan berarti kita akan jatuh selamanya. Kita harus belajar dari sebab-sebab kejatuhan dan kegagalan tersebut dan kemudian memperkuat diri dengannya. Dengan demikian, pasti kita akan menjadi pribadi yang lebih kuat di masa datang.
Ketiga, kegagalan akan menumbuhkan keberanian untuk mengambil risiko. Mereka yang terbiasa dengan kegagalan, tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berani menghadapi risiko dalam kancah kehidupan. Kegagalan bukanlah sesuatu hal yang permanen, tetapi hanya bersifat sementara asalkan kita tidak menyerah. Proses untuk mencoba dan gagal adalah proses pelajaran penting. Jika gagal dan kita tidak pernah mencoba mempunyai risiko, jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan kegagalan setelah mencoba.
Oleh karena itu, kegagalan merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus kita hadapi setiap saat. Kita harus mampu mengubah ketakutan terhadap kegagalan menjadi kekuatan atas kegagalan karena takut gagal adalah alasan paling utama yang menyebabkan seseorang tidak mengambil tindakan.
Wallahu'alam. ***
[Ditulis oleh ATEP HASAN SUKARNA, Khatib di Masjid Jami Al-Furqan Pacet Bandung, aktifis di Pemuda Muslimin Indonesia (PMI) Cabang Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" edisi Jumat (Wage) 27 September 2013 / 21 Zulkaidah 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment