MENELISIK DIRI

Siapakah diri ini ? Pertanyaan ini sejak ribuan bahkan jutaan tahun lalu tetap menjadi pembahasan hangat kaum terdidik ataupun alim ulama. Dengan mengenali diri, kita bisa mengenal Sang Khalik dengan lebih baik.

Pada hakikatnya, manusia merupakan pribadi yang utuh, terdiri atas jasmani dan rohani, antara intelektualitas (akal) dan perasaan atau sanubari (kalbu).

Sebagian ulama menyatakan bahwa manusia merupakan hewan yang bisa berpikir. Adanya roh menjadikan manusia sebagai makhluk yang unik (khalgun akhar) karena mampu merasa, berpikir, memiliki daya nalar, dan berkehendak.

Ketika memberikan materi kuliah ataupun seminar, penulis sempat ditanya, berapakah sebenarnya harga seorang manusia kalau diuangkan ?

Memang sampai sekarang belum pernah ada ilmuwan yang berani menghitung harga nyawa manusia, mungkin karena memang hanya itu satu-satunya bagian yang tidak bisa dihargai alias tak terkalkulasi lagi dengan uang berapa pun.

Namun, seorang pakar kimia dan komputer, Prof. Norweigh, pernah menghitung harga tubuh manusia dalam suatu jurnal ilmiah kedokteran. Ternyata hasilnya mengejutkan. Jika diuangkan, total harga organ tubuh, enzim, kelenjar, saraf, dan lain-lain dari manusia itu kurang lebih 85 miliar dolar AS atau sekitar Rp 840 triliun !

Menurut Prof. Norweigh, untuk harga zat penumbuh rambut, dengan perkiraan seseorang berusia sampai dengan 50 tahun yang membutuhkan sebanyak 20 gram, satu gramnya berharga 2 juta dolar atau sekitar Rp 18 miliar. Jadi, jangan pernah pandang remeh rambut Anda, baik rambut yang keriting, lurus, tipis, berombak, setengah botak, atau apa pun karena harganya mahal.

Namun, ada sesuatu yang menarik dari penyelidikan sang profesor. Harga seluruh organ manusia, cairan kimia di dalam tubuh, bagian dalam tubuh, dan lain-lain sebesar Rp 840 triliun, belum termasuk untuk harga roh atau nyawa manusia. Satu-satunya komponen yang tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan itu adalah nyawa manusia.

Allah SWT. menempatkan manusia sebagai makhluk termulia dari semua makhluk di alam semesta ini.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya." (QS. At Tin : 4)

Ayat ini menjelaskan dari segi kejadian (bentuk) dan kedudukan, manusia ditempatkan pada posisi teratas dan terunggul.

Ulama terkenal, Murtadha Mutahhari, menjelaskan gambaran Al-Quran tentang manusia, yakni makhluk Tuhan, khalifah di muka bumi, semisamawi dan semiduniawi, didalamnya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas percaya, serta tanggung jawab terhadap diri dan alam.

Manusia cenderung kepada kebaikan maupun kejahatan. Kemajuan mereka dari kelemahan dan ketidakmampuan lalu bergerak kepada kekuatan. Namun, semua itu tidak akan menghapuskan kegelisahan manusia kecuali jika manusia dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَىٰ
أَن رَّآهُ اسْتَغْنَىٰ

إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, ...." (QS. Al 'Alaq : 1-8)

Pada ayat tersebut di atas diterangkan ada tiga macam ciri manusia, yaitu manusia dijadikan dari segumpal darah, manusia memiliki kemampuan untuk belajar dan menerapkan ilmu, serta manusia dapat bersifat diktator karena tidak melupakan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Manusia kerap bertindak sewenang-wenang, tidak mengakui malah ingin lepas dari semua aturan yang mengikatnya, dan congkak (takabur) terhadap Allah SWT.

Berkaitan dengan hal itu, Al-Quran mengarahkan manusia untuk lebih mengenal akal dan hati nuraninya. Tanda-tanda di alam semesta merupakan upaya memberdayakan (meningkatkan) potensi akal manusia.

Sungguh teramat banyak ayat di Al-Quran yang menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya seoptimal mungkin. Misalnya, apakah mereka tak berpikir (afalaa-tatafakkarun).

Dalam ayat-ayat lain, Al-Quran menekankan juga pentingnya memberdayakan sanubari, seperti dalam QS. Al Hajj : 46.

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
".......Sungguh bukanlah mata yang buta, tetapi kalbu yang ada di dalam dada."

Dengan potensi besar dari akal dan sanubari itu sehiggga proses pendidikan harus mengembangkan keduanya. Bukan pendidikan yang terpecah dengan mengutamakan akal ataupun sebaliknya.

Alim ulama terdahulu bukan hanya jago dalam urusan fatwa keagamaan, melainkan juga lihai dalam masalah ilmu sains. Mereka tak jarang mengembara ke berbagai tempat untuk meneliti dan mencari pengetahuan baru agar bisa mewariskan ilmu kepada generasi selanjutnya.

Sementara dalam urusan mengolah sanubari, ajaran Islam mengenal banyak ibadah seperti shalat, zikir, puasa, haji, zakat, dan lain-lain yang bertujuan agar roh manusia selalu dekat dengan Tuhan. Ibadah dapat mempertajam perasaan seseorang dan budi manusia.

Di tengah banyaknya kritik kepada dunia pendidikan yang lebih mementingkan urusan akal, sudah sepantasnya para guru, kepala sekolah, pemerintah, dan masyarakat menelisik kembali jati diri seorang manusia.

Pendidikan tidak sebatas mengejar nilai-nilai lahiriah, apalagi sebatas nilai Ujian Nasional (UN) karena banyak nilai lain yang juga harus diajarkan dan dibiasakan.***

[Ditulis Oleh
H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 24 Februari 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]

0 comments: