Legenda Malin Kundang amat terkenal sampai sekarang. Legenda itu menunjukkan betapa mustab (ampuh) doa seorang ibu, baik doa kebaikan maupun doa buruk.
Rasulullah pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan dengan doa ibu. Suatu kisah nyata yang terjadi pada masa sebelum Rasulullah yang patut diambil sebagai ibrah (pelajaran) bagi orang-orang beriman.
Dahulu, ada tiga bayi yang bisa berbicara. Salah satunya adalah bayi yang hidup pada masa Juraij, seorang ahli ibadah. Dia memiliki tempat ibadah yang sekaligus jadi tempat tinggalnya.
Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan shalat, tiba-tiba ibunya datang memanggilnya, "Wahai Juraij." Dalam hatinya, Juraij bergumam, "Wahai Rabbku, apakah yang harus aku dahulukan meneruskan shalatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?"
Dalam kebimbangan, dia tetap meneruskan shalatnya. Akhirnya sang ibu pulang. Esok harinya, sang ibu datang lagi dan memanggil, "Wahai Juraij!" Juraij yang saat itu pun sedang shalat bergumam dalam hatinya, "Wahai Robku, apakah aku harus meneruskan shalatku ataukah (memenuhi) panggilan ibuku?" Lagi-lagi Juraij tetap meneruskan shalatnya.
Sang ibu kembali pulang untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ibunya datang lagi seraya memanggil, "Wahai Juraij!" Lagi-lagi Juraij sedang menjalankan shalat. Kembali Juraij memilih tetap meneruskan shalatnya daripada memenuhi panggilan ibu.
Akhirnya, dengan kecewa setelah tiga kali panggilannya tidak mendapat sambutan/sahutan anaknya, sang ibu berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan Juraij hingga dia melihat wajah wanita pelacur."
Orang-orang Bani Israil (ketika itu) sering menyebut-nyebut nama Juraij serta ketekunan ibadahnya, sehingga ada seorang wanita pelacur berparas cantik jelita ingin membuktikan. "Jika kalian mau, aku akan menggodanya (Juraij)," kata wanita itu. Wanita pelacur itu pun kemudian merayu dan menawarkan diri kepada Juraij. Akan tetapi, sedikit pun Juraij tak memedulikannya. Namun apa yang kemudian dilakukan oleh wanita itu? Ia mendatangi seseorang yang tengah menggembala di sekitar tempat ibadah Juraij.
Lalu demi terlaksananya tipu muslihat, wanitu itu kemudian merayunya sehingga terjadilah perzinaan antara dia dan penggembala itu. Wanita itu hamil lalu melahirkan. Dia membuat pengakuan palsu dengan mengatakan ayah dari bayinya adalah Juraij. Mendengar hal itu, masyarakat percaya dan beramai-ramai mendatangi tempat ibadah Juraij, memaksanya turun, merusak tempat ibadahnya, dan memukulinya.
Juraij yang tidak tahu masalahnya bertanya dengan heran, "Ada apa dengan kalian?" Mereka menjawab, "Kamu telah berzina dengan wanita pelacur lalu dia sekarang melahirkan anakmu."
Tahulah Juraij bahwa ini adalah makar wanita lacur itu. Lantas bertanya, "Di mana bayinya?" Mereka pun membawa bayinya. Juraij berkata, "Biarkan saya melakukan shalat dulu." Seusai menunaikan shalat, dia menghampiri si bayi lalu mencubit perutnya seraya bertanya, "Wahai bayi, siapakah ayahmu?" Si bayi menjawab, "Ayahku adalah si Fulan, seorang penggembala."
Akhirnya, masyarakat bergegas menghampiri Juraij, mencium dan mengusapnya. Mereka minta maaf dan berkata, "Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas." Juraij berkata, "Tidak, bangun saja seperti semula yaitu dari tanah Hat." Mereka pun mengerjakannya.
Demikian pula saat zaman Nabi Muhammad SAW., terdapat kisah Alqamah yang ahli ibadah, tetapi mengalami masalah saat akan meninggal dunia. Nabi pun mendatangi ke rumah ibu yang telah melahirkan Alqamah agar Alqamah bisa meninggal dengan tenang.
Karena sang ibu tidak jua memaafkan Alqamah akhirnya Nabi berkesimpulan akan membakar saja Alqamah. Sang ibu pun luluh hatinya sehingga memaafkan anaknya sehingga Alqamah pun meninggal dunia dengan tenang.
Itulah sekelimut kisah yang menggambarkan keberadaan seorang ibu. Apakah kita masih berani untuk melalaikan, menelentarkan, apalagi sampai tidak mengakuinya? Naudzubillah.
Sudah waktunya kita sadar betapa agung dan tinggi kedudukan seorang ibu. Pernah suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi soal kedudukan antara ibu dan ayah. Nabi menjawab sampai tiga kali, kalau taat kepada seorang ibu harus diutamakan. Baru pada perkataan keempat menaati kepada ayah.
Pantas dan wajar apabila hadits menyatakan surga di bawah telapak kaki ibu. Tentu jangan dimaknai seorang anak harus selalu membersihkan atau mencuci telapak kaki ibunya agar mendapatkan surga karena yang terpenting adalah kepatuhan dan ketaatan anak kepada ibunya.
Apalagi apabila seorang ibu telah lanjut usia, Allah pun memerintahkan agar seorang anak lebih bersabar dan meningkatkan ketabahannya. Ibu telah mengandung selama sembilan bulan, menyusui sampai dua tahun, merawat anaknya sampai lima tahun bahkan sampai sekolah dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA bahkan perguruan tinggi. Mengapa kita tidak sabar merawat ibu?
Rasulullah pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan dengan doa ibu. Suatu kisah nyata yang terjadi pada masa sebelum Rasulullah yang patut diambil sebagai ibrah (pelajaran) bagi orang-orang beriman.
Dahulu, ada tiga bayi yang bisa berbicara. Salah satunya adalah bayi yang hidup pada masa Juraij, seorang ahli ibadah. Dia memiliki tempat ibadah yang sekaligus jadi tempat tinggalnya.
Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan shalat, tiba-tiba ibunya datang memanggilnya, "Wahai Juraij." Dalam hatinya, Juraij bergumam, "Wahai Rabbku, apakah yang harus aku dahulukan meneruskan shalatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?"
Dalam kebimbangan, dia tetap meneruskan shalatnya. Akhirnya sang ibu pulang. Esok harinya, sang ibu datang lagi dan memanggil, "Wahai Juraij!" Juraij yang saat itu pun sedang shalat bergumam dalam hatinya, "Wahai Robku, apakah aku harus meneruskan shalatku ataukah (memenuhi) panggilan ibuku?" Lagi-lagi Juraij tetap meneruskan shalatnya.
Sang ibu kembali pulang untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ibunya datang lagi seraya memanggil, "Wahai Juraij!" Lagi-lagi Juraij sedang menjalankan shalat. Kembali Juraij memilih tetap meneruskan shalatnya daripada memenuhi panggilan ibu.
Akhirnya, dengan kecewa setelah tiga kali panggilannya tidak mendapat sambutan/sahutan anaknya, sang ibu berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan Juraij hingga dia melihat wajah wanita pelacur."
Orang-orang Bani Israil (ketika itu) sering menyebut-nyebut nama Juraij serta ketekunan ibadahnya, sehingga ada seorang wanita pelacur berparas cantik jelita ingin membuktikan. "Jika kalian mau, aku akan menggodanya (Juraij)," kata wanita itu. Wanita pelacur itu pun kemudian merayu dan menawarkan diri kepada Juraij. Akan tetapi, sedikit pun Juraij tak memedulikannya. Namun apa yang kemudian dilakukan oleh wanita itu? Ia mendatangi seseorang yang tengah menggembala di sekitar tempat ibadah Juraij.
Lalu demi terlaksananya tipu muslihat, wanitu itu kemudian merayunya sehingga terjadilah perzinaan antara dia dan penggembala itu. Wanita itu hamil lalu melahirkan. Dia membuat pengakuan palsu dengan mengatakan ayah dari bayinya adalah Juraij. Mendengar hal itu, masyarakat percaya dan beramai-ramai mendatangi tempat ibadah Juraij, memaksanya turun, merusak tempat ibadahnya, dan memukulinya.
Juraij yang tidak tahu masalahnya bertanya dengan heran, "Ada apa dengan kalian?" Mereka menjawab, "Kamu telah berzina dengan wanita pelacur lalu dia sekarang melahirkan anakmu."
Tahulah Juraij bahwa ini adalah makar wanita lacur itu. Lantas bertanya, "Di mana bayinya?" Mereka pun membawa bayinya. Juraij berkata, "Biarkan saya melakukan shalat dulu." Seusai menunaikan shalat, dia menghampiri si bayi lalu mencubit perutnya seraya bertanya, "Wahai bayi, siapakah ayahmu?" Si bayi menjawab, "Ayahku adalah si Fulan, seorang penggembala."
Akhirnya, masyarakat bergegas menghampiri Juraij, mencium dan mengusapnya. Mereka minta maaf dan berkata, "Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas." Juraij berkata, "Tidak, bangun saja seperti semula yaitu dari tanah Hat." Mereka pun mengerjakannya.
Demikian pula saat zaman Nabi Muhammad SAW., terdapat kisah Alqamah yang ahli ibadah, tetapi mengalami masalah saat akan meninggal dunia. Nabi pun mendatangi ke rumah ibu yang telah melahirkan Alqamah agar Alqamah bisa meninggal dengan tenang.
Karena sang ibu tidak jua memaafkan Alqamah akhirnya Nabi berkesimpulan akan membakar saja Alqamah. Sang ibu pun luluh hatinya sehingga memaafkan anaknya sehingga Alqamah pun meninggal dunia dengan tenang.
Itulah sekelimut kisah yang menggambarkan keberadaan seorang ibu. Apakah kita masih berani untuk melalaikan, menelentarkan, apalagi sampai tidak mengakuinya? Naudzubillah.
Sudah waktunya kita sadar betapa agung dan tinggi kedudukan seorang ibu. Pernah suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi soal kedudukan antara ibu dan ayah. Nabi menjawab sampai tiga kali, kalau taat kepada seorang ibu harus diutamakan. Baru pada perkataan keempat menaati kepada ayah.
Pantas dan wajar apabila hadits menyatakan surga di bawah telapak kaki ibu. Tentu jangan dimaknai seorang anak harus selalu membersihkan atau mencuci telapak kaki ibunya agar mendapatkan surga karena yang terpenting adalah kepatuhan dan ketaatan anak kepada ibunya.
Apalagi apabila seorang ibu telah lanjut usia, Allah pun memerintahkan agar seorang anak lebih bersabar dan meningkatkan ketabahannya. Ibu telah mengandung selama sembilan bulan, menyusui sampai dua tahun, merawat anaknya sampai lima tahun bahkan sampai sekolah dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA bahkan perguruan tinggi. Mengapa kita tidak sabar merawat ibu?
0 comments:
Post a Comment