"Sesungguhnya, yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah berkah bumi yang Allah keluarkan bagi kalian."
Seorang sahabat bertanya, "Apakah berkah bumi itu, ya Rasulullah?"
Beliau menjawab,
"Zahratud dunya."
Tanya sahabat yang lain, "Bukankah berkah identik dengan kebaikan? Adakah kebaikan mendatangkan kejahatan?"
Jawab Rasulullah SAW.,
"Sesungguhnya kebaikan tidak mendatangkan kejahatan. Ketahuilah, dunia ini manis dan hijau. Siapa yang mencari, mendapatkan, dan menggunakannya secara benar, itulah orang yang paling nikmat hidupnya. Sedangkan siapa yang mendapatkan dunia tanpa semestinya, maka ia seperti binatang pemakan rumput yang tak pernah kenyang."
Hadits berbentuk dialog interaktif yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim itu mengandung banyak poin penting untuk diresapi. Dimulai dari kekhawatiran Rasulullah SAW. terhadap kondisi kaum Muslimin yang mendapatkan nikmat berkah Allah SWT.
Berkah yang keluar dari bumi berupa aneka macam kekayaan, baik tumbuhan maupun mineral yang sangat dibutuhkan dalam memenuhi hajat kehidupan manusia. Berkah yang disebut zahratud dunya, bunga atau keindahan dunia, yang seharusnya membawa kebaikan dan kebajikan, berubah menjadi malapetaka. Dunia itu manis dan hijau sehingga mengakibatkan bencana jika tidak waspada, ibarat semut terpuruk di situ.
Tempat yang manis dan hijau mengandung arti subur, makmur, indah, permai. Tentu banyak yang menginginkan, baik untuk bermukim, maupun investasi. Namun kadangkala keinginan itu tidak terkendali. Berbagai upaya dilakukan termasuk cara-cara yang tidak proporsional, tidak semestinya. Menempuh segala jalan pintas yang melanggar hukum. Terjadilah hal-hal yang bertentangan dengan makna dan nilai berkah yang mengandung unsur kebaikan. Berkah bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari permohonan kepada Allah SWT., baik berupa doa individu atau jemaah, maupun selawat dan salam kepada para Nabi dan Rasul Allah, khususnya Muhammad Rasulullah SAW.
Namun Rasulullah SAW. merisaukan, berkah yang positif menjadi negatif karena kelalaian umat manusia dalam memanfaatkannya. Berkah sebagai sesuatu kebaikan, tidak akan mendatangkan kejahatan. Akan tetapi, tergantung dari manusia yang memanfaatkan berkah itu. Apakah ia teguh, kukuh memegang amanah berkah sesuai dengan ketentuan asal sebagai sumber kebaikan dan kebajikan atau justru menyelewengkannya, menjadi keburukan dan kejahatan. Menempatkan berkah tidak pada tempat semestinya sehingga manusia pemilik dan pengguna berkah itu berubah drastis. Kehilangan jati diri kemanusiaan. Menjadi mirip binatang pemakan rumput yang tak pernah kenyang. Semua dimakan. Bahkan sambil buang kotoran pun tak henti-henti memamah biak.
Berkah Allah SWT. dari langit dan bumi memang selalu tersedia bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Namun berkah tersebut dapat menjadi siksa bencana tatkala penerima berkah ingkar dari keimanan dan ketakwaan. Melupakan syukur nikmat dan memilih kufur nikmat untuk menentang Maha Pemberi Berkah. Dalam Qur'an Surah al A'raf ayat 96, ditegaskan,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم
بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا
فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka, berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (menyelewengkan nikmat itu), akan Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
Dari hadits di atas tadi kemudian diperkuat ayat Al-Qur'an barusan dapatlah disimpulkan, karunia anugerah berkah Allah SWT. selalu tersedia bagi umat-Nya yang memenuhi syarat keimanan dan ketakwaan. Yang dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW. adalah sikap lupa diri pada manusia. Mengelola berkah itu ibarat semut mengerumuni manisan. Zahratud dunya, bunga atau hiasan keindahan dunia memang menggiurkan.
Padahal, Rasulullah SAW. telah membuat rambu-rambu. Dalam sebuah hadits dinyatakan,
"Orang Islam yang paling beruntung adalah orang yang memperoleh dunia (penghasilan) secara halal (proporsional) lalu digunakan untuk kepentingan di jalan Allah (fi sabilillah), yatim piatu fakir miskin dan ibnu sabil (orang yang menjalankan tugas syiar agama Allah SWT.)."
Tegasnya, orang-orang yang beruntung mendapat anugerah karunia berkah Allah SWT. menggunakannya dengan cara benar pada jalan yang benar pula. Orang yang paling beruntung adalah orang yang mendapat berkah serta mampu memanfaatkannya untuk kepentingan kemaslahatan umat.***
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., pengasuh Pesantren Du'afa wal Yatama Raksa Sarakan, di perdesaan Cibiuk, Kabupaten Garut. Pembimbing haji dan umrah Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 23 Februari 2012 / 1 Rabiul Akhir 1433 H pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment