Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. didatangi Malaikat Jibril AS. di saat beliau tengah melakukan perbincangan bersama para sahabat. Malaikat Jibril AS. sebagaimana yang telah dikabarkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari mendatangi Nabi SAW. dengan sosok manusia putih bersih dan berpakaian bersih. Para sahabat yang turut menyaksikan kehadiran sosok manusia asing tersebut, sama sekali tidak mengenali identitasnya, dan baru mengetahuinya setelah Nabi SAW. memberitahukan bahwa sosok manusia asing tersebut adalah Malaikat Jibril AS.
Dalam perbincangan tersebut, Malaikat Jibril AS. menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Nabi SAW. yang kemudian dijawab oleh Nabi SAW. dengan lugas dan tegas. Di antaranya, Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang tiga komponen yang telah membentuk ad-diin kita, yakni iman, Islam, dan ihsan. Ketika Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang iman, dijawab oleh Nabi SAW. dengan rukun iman. Kemudian juga ketika Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang Islam, dijawab oleh Nabi SAW. dengan rukun Islam. Namun ketika ditanyakan kepada Nabi SAW. perihal ihsan, dijawab oleh beliau,
Maksud kalimat seolah-olah atau seakan-akan kamu melihat-Nya (Allah) adalah bukan melihat zat-Nya (lidzaatihi), melainkan shifatuhu, sifat-sifat-Nya, keagungan atau kebesaran-Nya yang telah menciptakan alam semesta raya beserta isinya, yang telah mengadakan dan meniadakan sesuatu, dan sebagainya, atau sifat-sifat yang terangkum pada asmaul husna (nama-nama yang menyifati Allah SWT.) sebagaimana firman-Nya pada Al-Qur'an Surat Al-Hasr ayat 24,
Dalam perbincangan tersebut, Malaikat Jibril AS. menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Nabi SAW. yang kemudian dijawab oleh Nabi SAW. dengan lugas dan tegas. Di antaranya, Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang tiga komponen yang telah membentuk ad-diin kita, yakni iman, Islam, dan ihsan. Ketika Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang iman, dijawab oleh Nabi SAW. dengan rukun iman. Kemudian juga ketika Malaikat Jibril AS. menanyakan kepada Nabi SAW. tentang Islam, dijawab oleh Nabi SAW. dengan rukun Islam. Namun ketika ditanyakan kepada Nabi SAW. perihal ihsan, dijawab oleh beliau,
"anta budalloohu kaannaka tarooh, faillam takun taroohu fainnahu yarook (kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, maka apabila tidak melihat-Nya, niscaya Dia [Allah] melihatmu)."
Maksud kalimat seolah-olah atau seakan-akan kamu melihat-Nya (Allah) adalah bukan melihat zat-Nya (lidzaatihi), melainkan shifatuhu, sifat-sifat-Nya, keagungan atau kebesaran-Nya yang telah menciptakan alam semesta raya beserta isinya, yang telah mengadakan dan meniadakan sesuatu, dan sebagainya, atau sifat-sifat yang terangkum pada asmaul husna (nama-nama yang menyifati Allah SWT.) sebagaimana firman-Nya pada Al-Qur'an Surat Al-Hasr ayat 24,
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Huwalloohul khooliqul baariul moshowwirulahul asmaaul husna yusabbihu lahuu maqfis-samaawaati wal ardh wahuwal 'aziizul hakiim." (Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana).
Jadi pada garis besarnya, Ihsan itu terbagi pada dua macam.
- Pertama, musyahadah (anta budallooha kaannaka taroohu), seolah-olah menyaksikan/melihat Allah SWT. tatkala beribadah, bukan karena zat-Nya melainkan sifat-sifat-Nya, sebagaimana penjelasan di atas.
- Kedua, muroqobah (faillam takun taroohu fainnahu yarooka), mendapatkan pengawasan langsung dari Yang Maha Kuasa. Pada posisi yang kedua ini, umpamanya dalam hal ibadah shalat, ia akan berusaha membaguskan bacaan dan gerakan shalat karena telah tertanam dalam hatinya bahwa Allah SWT. sedang memberikan pengawasan. Jadi pada dirinya sudah merasa diawasi oleh Allah SWT.
Secara etimologi, ihsan artinya berbuat baik, lawan kata dari al-isaa a, berbuat keburukan. Dalam Al-Qur'an Surat Ali Imron ayat 134, Allah SWT. berfirman,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِي
"Walloohu yuhibbul muhsiniin." (Dan Allah menyukai kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.
Pada ayat lainnya, dalam Al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 128,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
"Innallooha ma'alladziina taqau walladziinahum muhsinuun." (Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.)
Makna kata ihsan dalam Al-Qur'an yang berarti berbuat kebaikan, mengandung makna yang cukup dalam, yakni mengandung makna pengabdian yang teguh kepada Allah SWT., atau hanya Allah SWT. yang menjadi pusat perhatiannya tatkala ia berbuat kebaikan. Banyak orang yang berbuat kebaikan kepada sesama makhluk lainnya. Namun belum tentu terdorong karena panggilan hati yang tulus semata-mata karena Allah SWT.
Sementara itu Syekh Abdurrahman As Sa'di arrohimahullah membagi ihsan kepada dua bentuk.
- Pertama, ihsan kepada Allah (antabudalloohu kaannaka taroohufaillam takun taroohu fainnahu yarook).
- Kedua, ihsan kepada makhluk lainnya dalam upaya memenuhi haknya sebagai makhluk. Pada yang kedua ini, terbagi kepada dua hukum yakni wajib dan mustahab (dianjurkan). Ihsan itu wajib dilakukan, pada kedua orangtua dan berbuat adil dalam bermuamalah. Mustahab, mendermakan tenaga atau harta di atas batas kewajibannya.
Ihsan yang paling utama adalah melakukan perbuatan ihsan kepada orang yang sudah jelas-jelas membenci kita. Hal ini sesuai dengan yang Nabi SAW. katakan, terkait pada masalah silaturahmi bahwa silaturahmi yang paling baik adalah menghubungkan persaudaraan dengan orang-orang benar-benar memusuhi kita.
Contoh perbuatan ihsan, ia (pedagang) tidak mengurangi timbangan dalam berjual beli. Ia pasrah dan menerima atas segala pemberian Allah. Umpamanya dengan kemiskinannya, ia sabar dan tidak melakukan perbuatan tercela kepada orang lain, seperti mencuri dan lain-lain. Pokoknya ia ihsan kepada Allah SWT. dalam ibadah shalat, maka ia akan ihsan pula dalam sikap dan perilaku kesehariannya.
Orang yang ihsan sudah tentu ia iman dan Islam, muhsin, mukmin, dan Muslim. Sebaliknya ia Muslim dan Mukmin, belum tentu ia muhsin. Para koruptor umpamanya, banyak pelakunya adalah seorang Muslim dan beriman, tetapi ia tidak ihsan. Pasalnya derajat ihsan hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang benar-benar tidak diragukan tingkat kesalehannya di hadapan Allah SWT.
Semoga kita semua bisa dan terus berbuat ihsan, insya Allah.***
Contoh perbuatan ihsan, ia (pedagang) tidak mengurangi timbangan dalam berjual beli. Ia pasrah dan menerima atas segala pemberian Allah. Umpamanya dengan kemiskinannya, ia sabar dan tidak melakukan perbuatan tercela kepada orang lain, seperti mencuri dan lain-lain. Pokoknya ia ihsan kepada Allah SWT. dalam ibadah shalat, maka ia akan ihsan pula dalam sikap dan perilaku kesehariannya.
Orang yang ihsan sudah tentu ia iman dan Islam, muhsin, mukmin, dan Muslim. Sebaliknya ia Muslim dan Mukmin, belum tentu ia muhsin. Para koruptor umpamanya, banyak pelakunya adalah seorang Muslim dan beriman, tetapi ia tidak ihsan. Pasalnya derajat ihsan hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang benar-benar tidak diragukan tingkat kesalehannya di hadapan Allah SWT.
Semoga kita semua bisa dan terus berbuat ihsan, insya Allah.***
[Ditulis oleh HM. RODJABUDIN SHOLIH, penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Bandung, Pimpinan Pontren Arroja Bandung. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 3 Februari 2012 / 10 Rabiul Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
0 comments:
Post a Comment