Meski bulan Maulid (Rabiul Awwal) sudah melintas, tak salah apabila kita mengenang kembali sejarah perjuangan nabi dan berkaca kepada reformasi Rasulullah SAW. dalam menata masyarakat. Sebuah reformasi yang tercatat dalam sejarah sebagai paling berhasil mengubah masyarakat tertinggal (jahiliyah) menjadi masyarakat maju dan beradab.
Sementara di Indonesia, 13 tahun reformasi telah bergulir di saat bangsa Indonesia mengalami runtuhnya nilai-nilai demokrasi, terjadi penyimpangan-penyimpangan dan tidak menentunya kepastian hukum dan keadilan di mata masyarakat. Namun reformasi sekalipun telah berlangsung cukup lama, tidak menunjukkan perubahan signifikan terhadap perilaku para pemimpin bangsa ini. Indikasinya dapat dilihat dari para pemimpin yang tidak memiliki sense of crisis (tidak ada keprihatinan) terhadap rakyatnya, tidak punya rasa malu melakukan korupsi mengambil uang rakyat dengan jalan batil.
Sosok Rasulullah SAW. tampil bukan hanya sebagai pemimpin agama tetapi sebagai pemimpin bangsa, negarawan, pejuang, murabbi (pendidik), dan reformis andal. Sebagai negarawan, Nabi tergolong orang yang menerapkan dan melaksanakan tatanan penyelenggaraan negara yang bersih (clean government) dan pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam semua posisi dan statusnya, beliau selalu mencerminkan perilaku indah dalam kehidupan manusia, sebagaimana sabdanya,
Sementara di Indonesia, 13 tahun reformasi telah bergulir di saat bangsa Indonesia mengalami runtuhnya nilai-nilai demokrasi, terjadi penyimpangan-penyimpangan dan tidak menentunya kepastian hukum dan keadilan di mata masyarakat. Namun reformasi sekalipun telah berlangsung cukup lama, tidak menunjukkan perubahan signifikan terhadap perilaku para pemimpin bangsa ini. Indikasinya dapat dilihat dari para pemimpin yang tidak memiliki sense of crisis (tidak ada keprihatinan) terhadap rakyatnya, tidak punya rasa malu melakukan korupsi mengambil uang rakyat dengan jalan batil.
Sosok Rasulullah SAW. tampil bukan hanya sebagai pemimpin agama tetapi sebagai pemimpin bangsa, negarawan, pejuang, murabbi (pendidik), dan reformis andal. Sebagai negarawan, Nabi tergolong orang yang menerapkan dan melaksanakan tatanan penyelenggaraan negara yang bersih (clean government) dan pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam semua posisi dan statusnya, beliau selalu mencerminkan perilaku indah dalam kehidupan manusia, sebagaimana sabdanya,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
Al-Qur'an menegaskan pribadi Rasulullah sebagai suri teladan bagi semua manusia. Sesuai firman Allah SWT.,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Laqad kana lakum fee rasooli Allahi oswatun hasanatun liman kana yarjoo Allaha waalyawma alakhira wathakara Allaha katheeran
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik. (QS. Al-Ahzab: 21)
Rasulullah SAW. secara konsisten memberikan contoh baik dalam perkataan dan perbuatan. Hal ini merupakan nilai substantif reformasi yang dijalankan. Oleh karena itu, reformasi bukan hanya mengganti orang atau rezim tetapi berubahnya perilaku orang tersebut dari perbuatan buruk kepada perbuatan baik.
Reformasi adalah mengubah pola berpikir, tingkah laku, pola kebijakan, dan sikap mental. Makna reformasi pada hakikatnya adalah gerakan yang memformat ulang, menata kembali hal-hal menyimpang dalam sikap mental, perilaku, dan sistem untuk dikembalikan pada bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan. Sebagai contoh sahabat Umar bin Khattab, sebelum masuk Islam adalah sosok yang kejam dan kasar tetapi setelah masuk Islam, berbalik 180 derajat menjadi seorang yang berakhlak mulia, penuh kasih, lembut, tawadu, dan rendah hati.
Demikian pula Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Zubair bin Awwam, dan Hamzah ketika sebelum Islam, mereka sosok yang kejam dan bengis, tetapi setelah masuk Islam, mereka menjadi sosok yang lembut dan kasih sayang.
Dalam konsep Islam, manifestasi reformasi yang substantif dan integral agar menjadi masyarakat, bangsa, dan negara yang adil dan sejahtera (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur) perlu memperhatikan prinsip perubahan komprehenshif, elementer, dan simultan.
- Pertama, ishlahul 'aqidah (reformasi akidah). Segala sesuatu yang berbau kemusyrikan diberantas sampai tuntas. Sebelum Islam datang di Indonesia, masyarakatnya menganut faham animisme dinamisme. Namun saat ini berhala-berhala yang disembah manusia bukanlah patung-patung melainkan penghambaan kepada pangkat, jabatan, harta yang dianggap segalanya.
- Kedua, ishlahul 'ibadah (reformasi ibadah). Reformasi ini bukan hanya gugur kewajiban agama, seperti shalat, tetapi mampu memotivasi terjadinya perubahan perilaku menjadi baik sebagai implementasi ibadah yang dilakukan. Ibadah harus berdampak kepada perkataan dan perbuatan sehari-hari.
- Ketiga, ishlahus siyasah (reformasi politik). Sebelum Rasulullah, tatanan politik tak ubahnya seperti hukum rimba, siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Islam datang mengubah tatanan politik dan mengembalikannya kepada tujuan benar dan mulia.
- Keempat, ishlahul ijtimaiyah (reformasi masyarakat). Masyarakat pada zaman jahiliyah tidak memperhatikan norma, susila, dan moral. Mereka bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Rasululullah mengubah manusia dari sikap amoral menjadi bermoral dan berbudi pekerti baik,
- Kelima, ishlahul iqtishadiyah (reformasi ekonomi). Jika jual-beli zaman jahiliyah tidak ada batasan keuntungan yang ditoleransi. Ekonomi saat itu tidak memiliki aturan jelas. Praktik riba merajalela. Mengurangi timbangan dan takaran dalam praktik jual-beli menjadi hal biasa. Rasulullah mengubah ekonomi ala zaman jahiliyah kepada ekonomi kerakyatan dengan meletakkan prinsip-prinsip kejujuran. Ekonomi Islam lebih memperhatikan kemaslahatan umum bukan kepentingan sendiri atau golongan.
- Keenam, ishlahul hukmi wal hukumah (reformasi hukum dan pemerintahan). Penegakan hukum bukan hanya untuk rakyat, tetapi untuk semua orang dan golongan. Siapa pun yang bersalah harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.
- Ketujuh, ishlahu mihnatun nisaa (reformasi kedudukan wanita). Sebelum Islam datang, bukan rahasia lagi apabila wanita dijadikan sebagai obyek seksualitas. Harkat dan martabat wanita dianggap rendah dan hina karena menjadi beban dalam keluarga. Islam mengangkat kedudukan wanita sejajar dengan laki-laki. Wanita diberikan porsi untuk berkembang dan bersosialisasi. Bahkan diberikan keleluasaan dalam hak berpendapat dan berkarya.
Semoga reformasi Indonesia kembali ke jalur yang benar layaknya reformasi ala Rasulullah.***
[Ditulis oleh HABIB SYARIEF MUHAMMAD AL'AYDRUS, Ketua Yayasan Assalaam dan mantan ketua PW NU Jabar. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 15 Maret 2012 / 22 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
[Ditulis oleh HABIB SYARIEF MUHAMMAD AL'AYDRUS, Ketua Yayasan Assalaam dan mantan ketua PW NU Jabar. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 15 Maret 2012 / 22 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment