Ada beragam versi adil yang kita dapatkan. Sebut saja ada adil harimau. Alkisah diceritakan bahwa seekor harimau, anjing, dan kucing berburu bersama. Didapatlah mangsa sebanyak tiga ekor yang terdiri dari sapi, domba, dan kelinci. Ketika selesai berburu, harimau pun memerintahkan kepada anjing untuk membagikan hasil buruannya. Silakan dibagikan dengan adil hasil buruan ini.
Anjing berpikiran, hasil buruan tiga ekor tadi dibagi rata masing-masing satu ekor supaya adil. Dengan pembagian, sapi untuk harimau, domba untuk anjing, dan kelinci untuk kucing. Pembagian itu didasarkan kepada besarnya ukuran masing-masing dan dianggap adil serta pas !
Akan tetapi, ternyata hasil pembagian anjing tersebut tidak bisa diterima harimau. Harimau pun marah dengan cara pembagian tersebut, dan menerkam anjing hingga mati. Selanjutnya harimau menyuruh kepada kucing untuk membagikan hasil buruannya. Giliran Anda untuk membaginya dengan adil.
Karena tidak mau bernasib sama dengan anjing, kucing pun punya pikiran berbeda. Akhirnya kucing memutuskan, kelinci untuk sarapan tuan, domba untuk makan siang tuan, dan sapi untuk makan malam tuan ! Semua binatang buruan diperuntukkan bagi sang harimau. Dia punya pikiran seperti itu, karena takut bernasib seperti anjing !
Ada pula adil versi monyet. Adil monyet berbeda dengan adil harimau Suatu ketika, induk monyet hendak membagi dua buah jambu untuk anaknya. Kedua buah jambu tersebut dipegang di dua kepalan tangannya.
Ketika mau diberikan kepada anaknya, ia melihat jambu yang ada di kepalan tangan kiri, sepertinya terlalu besar dibandingkan dengan yang ada di tangan kanan. Maka ia pun menggigitnya supaya sama. Akan tetapi, ternyata ia menggigitnya terlalu besar, sehingga jambu yang ada di kepalan tangan kanan digigitnya pula.
Lagi-lagi, hasil gigitannya terlalu besar, sehingga ukuran jambu yang ada di kepalannya masih tidak sama besarnya. Yang pada akhirnya, tanpa disadari, akibat hasil gigitannya yang berulang-ulang, jambu yang akan diberikan kepada anaknya habis digigit oleh sang induk. Anak monyet pun terbengong-bengong, melihat jambu yang harusnya dia makan, ternyata. habis dimakan oleh induknya.
Antara adil harimau dan adil monyet setidaknya menggambarkan kondisi kehidupan kita sehari-hari. Tidak sedikit rakyat kecil menjadi korban keadilan para pejabatnya karena yang dipakai oleh para bawahannya adalah adil harimau. Mengorbankan rakyat untuk kepentingan penguasa, akhirnya rakyat yang menjadi korban.
Tidak sedikit pula janji-janji para pejabat yang sampai hari ini tidak kunjung ada, seperti halnya adil monyet. Rakyat hanya terbengong-bengong menunggu keadilan tersebut datang. Rakyat kembali menjadi korban keserakahan para pejabat. Yang seharusnya diterima rakyat, ternyata tidak karena sudah habis pembagiannya oleh orang-orang di sekitar pejabat.
Keadilan sudah menjadi barang mahal, dan seolah-olah tidak mungkin didapat oleh rakyat. Padahal balasan kepada orang yang tidak berbuat adil sangatlah berat. Nabi SAW. bersabda.
Tidak ada seorang hamba yang diberikan Allah jabatan untuk memimpin rakyat mati di saat dia mati sedang ia menipu rakyatnya kecuali Allah pasti mengharamkan surga untuknya. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits lain yang diterima Aisyah RA., Nabi SAW. bersabda,
Ya Allah, siapa yang memimpin urusan umatku lalu ia memberatkan atau mempersulit urusannya, maka perberatlah (Ya Allah) urusan dia. (HR. Muslim)
Ini berarti, Nabi sendiri mendoakan (dan tentu saja doa Nabi, itu dikabulkan) agar para pemimpin yang mempersulit urusan rakyat supaya dipersulit lagi oleh Allah dalam segala urusannya.
Sangat wajar kalau balasan kepada orang yang tidak berbuat adil sangat berat. Karena lawannya keadilan adalah kedzaliman. Kalau tidak berbuat adil, berarti orang itu telah berbuat dzalim. Dalam hadits qudsi riwayat Imam Muslim, Allah SWT. berfirman,
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan dzalim atas diriku, dan Aku telah mengharamkan kedzaliman di antara sesama kalian. Dan janganlah kalian bertindak dzalim.
Mengingat upaya menegakkan keadilan itu berat, maka imbalannya pun besar; sekali dari Allah. Dalam salah satu hadits dinyatakan,
Sesungguhnya mereka yang bertindak adil di sisi Allah akan berada di atas mimbar cahaya, berada di sebelah kanan Allah SWT., dan kedua tangan Allah di sebelah kanan mereka yang adil dalam putusan mereka, dan di keluarga dan apa yang mereka pimpin. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Nabi SAW. menyatakan,
Tujuh orang yang akan mendapatkan perlindungan dari Allah di saat tidak ada perlindungan kecuali perlindungan dari Allah, yaitu: 1) Imam yang adil....
Hadits ini juga merupakan imbalan dari Allah bagi mereka yang berlaku adil dalam memberikan keputusannya. Sungguh beruntung mereka yang dapat menegakkan keadilan sesuai dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT. berfirman kepada Nabi Daud AS.,
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad : 26)
Nabi Daud AS. sebagai nabi dan penguasa dinyatakan Khalifatullah (tangan kanan Allah) dituntut untuk bertindak adil dalam memutuskan perkara dan kasus-kasus yang terjadi di kalangan manusia.
Demikian juga kita, umat Muhammad adalah Khalifatullah Fi al-Ardhi, berarti para pejabat dan penguasa hendaklah menyadari, bahwa dirinya adalah Khalifatullah, jabatan yang tertinggi dan terhormat sekaligus amanah dari Allah untuk bertindak adil dalam segala urusan yang dihadapinya.
Upaya menegakkan keadilan adalah hal yang berat, memerlukan ketekunan, ketabahan, dan keberanian. Tidak setiap orang apalagi yang terlibat dalam kasus siap menerimanya. Ada saja pro dan kontra apalagi kalau menimpa keluarga atau teman dekat. Dalam hal ini, Nabi SAW. telah menegaskan dengan sabdanya,
Andai Fatimah anak kesayanganku mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.
Dalam Al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 90, Allah SWT. berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Menurut Imam Raghib Al-Ashfahany, adil adalah kesamaan dalam takaran (kafa'ah), jika berbuat adil akan berbuah baik dan jika tidak adil akan berbuah jelek pula. Sementara al-ihsan adalah membalas sebuah kebaikan dengan kebaikan yang berlipat, dan membalas kejelekan dengan lebih sedikit kejelekan.
Ibarat anak-anak TK, hafal lagu "bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi", tetapi ketika ibu hendak memandikannya, anak langsung menolak bahkan menangis, Demikian pula nasib adil di masyarakat kita.
[Ditulis oleh KH. ACENG ZAKARIA, Ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan Pimpinan Pesantren Persis 99 Rancabango Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 21 Juli 2011 / 19 Saban 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment