Salah satu nikmat sekaligus sebagai amanat dari Allah yang dikaruniakan kepada saya adalah diberinya kesempatan untuk terus mengunjungi Baitullah di Tanah Suci Mekah Al-Mukaramah, dengan fasilitas sebagai pembimbing jemaah umrah. Seperti biasanya, dalam memberikan pelayanan bimbingan kepada para tamu Allah, selalu mendapatkan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Kerinduan terhadap Baitullah tidak pernah surut atau berkurang sejengkal pun. Sejumlah pengalaman baru selalu ditemui, baik ketika sebagai pembimbing maupun sebagai jemaah.
Di sela-sela memberikan arahan dan bimbingan kepada para jemaah, saya selalu menyempatkan diri berkomunikasi dengan setiap jemaah yang sempat saya temui, termasuk dengan para penduduk asli baik di Mekah maupun di Madinah. Semua ini saya lakukan karena saya selalu terpesona dengan sejumlah tempat yang menurut saya merupakan "primadona" bagi para jemaah haji dan umrah.
Ada dua tempat primadona yang selalu menarik perhatian saya.
Sebagai pembimbing, saya sering mendapatkan beberapa pertanyaan dari para jemaah mengenai keistimewaan tempat yang kami kunjungi bersama. Begitu pun ketika kami sampai di Multazam. Salah seorang jemaah bertanya mengenai keistimewaannya. Saya pun kemudian bercerita tentang riwayat Rasulullah yang menjadikan Multazam sebagai tempat beliau sering memanjatkan doa sambil merapatkan badannya di antara pintu Kabah dan Hajar Aswad. Ketika kita secara khusus berdoa di Multazam, pada dasarnya merupakan napak tilas atau menjalankan sunah yang pernah dicontohkan Rasulullah, sekalipun tidak harus sama persis dengan cara Rasulullah melakukannya. Tentunya dengan alasan, situasi dan kondisi yang tidak lagi memungkinkan. Dengan kata lain, alasan inilah yang menjadikan Multazam sebagai salah satu primadona bagi para jemaah haji dan umrah di Mekah.
Sementara itu, dengan keistimewaan yang hampir sama, di Madinah ada tempat yang dikenal dengan Raudhah. Raudhah itu merupakan tempat yang berada di antara mimbar dan rumah Rasulullah SAW., sebagaimana sabda Beliau,
Tampaknya alasan ini pula yang menyebabkan Raudhah tidak pernah sepi, selalu diburu dan dipenuhi mereka yang hendak memanjatkan doa. Begitu pula dengan jemaah yang saya bimbing. Mereka berlomba-lomba untuk berlama-lama di Raudhah guna menyampaikan seluruh hajatnya kepada Allah, Sang Pencipta dan Pengabul doa.
Namun, ada hal lain yang membuat saya lebih penasaran. Jika diperhatikan secara lebih seksama, baik Multazam di Mekah maupun Raudhah di Madinah, ternyata kedua tempat yang sangat istimewa ini berada pada garis lurus dan searah dengan gimimg (jabal). Multazam di Masjidilharam berada di posisi yang lurus dengan Jabal Nur, di puncaknya terdapat gua yang menjadi tempat Nabi dalam menerima wahyu pertama.
Sementara itu, Raudhah di Madinah memiliki posisi yang lurus dengan Jabal Uhud. Dengan semua fakta ini, saya yakin bahwa ada sejumlah hikmah dan rahasia yang terkandung dalam fenomena ini.
Jika Jabal Nur merupakan tempat Gua Hira berada dan merupakan tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu, Uhud boleh dikata sebagai salah satu gunung yang paling bersejarah dalam perjalanan Rasulullah. Sebagaimana banyak dikemukakan para ahli sejarah Islam, Uhud merupakan salah satu tempat terjadinya perang di mana umat Islam menderita kekalahan atas kaum kafir Mekah yang kita kenal dengan Perang Uhud.
Sebagaimana banyak ditulis oleh para ahli sejarah, kekalahan yang diderita pasukan Rasulullah ini disebabkan oleh kelalaian pasukan Rasulullah yang tidak kuat memegang amanah dan pesan Nabi sebelum perang dimulai. Ada tiga pesan Rasulullah menjelang perang Uhud.
Sementara itu, hubungan Raudhah dan Jabal Uhud memberikan pelajaran lain. Melalui tiga pesan Nabi di atas, mustajabnya Raudhah seolah-olah juga memiliki persyaratan. Sebab, pesan Rasulullah ini tidak hanya berlaku untuk saat itu, tetapi dapat dikontekstualisasikan kapan pun, termasuk hari ini. Dalam pesan ini, Rasulullah menekankan tiga hal yakni amanah, istiqamah, dan zuhud. Amanah dalam konteks yang paling luas berhubungan dengan akuntabilitas kita sebagai hamba Allah, apa pun profesi dan jabatan kita. Istiqamah berkaitan dengan konsistensi diri dengan keyakinan kita sebagai hamba Allah. Sementara itu, zuhud artinya tidak tergiur dengan hal-hal yang bersifat duniawi (materialistik) sehingga lupa akan tugas diri sebagai hamba untuk terus mengabdi kepada Sang Ilahi.
Dengan kata lain, Rasulullah seolah-olah berada di hadapan kita seraya mengatakan bahwa untuk mendapatkan taman surga (raudah) dan dikabulnya doa, selain dibutuhkan kesucian hati dan diri, kita juga harus memiliki sifat amanah, istiqamah, dan zuhud yang selalu ngancik di diri nyangsang dina dada.
Wallahu a'lam. ***
[Ditulis oleh ABDUL MUJIB, pembimbing Umrah Qiblat Tour serta dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Kliwon) 26 Juli 2011 / 24 Saban 1432 H. pada kolom "UMRAH & HAJI"]
by
Di sela-sela memberikan arahan dan bimbingan kepada para jemaah, saya selalu menyempatkan diri berkomunikasi dengan setiap jemaah yang sempat saya temui, termasuk dengan para penduduk asli baik di Mekah maupun di Madinah. Semua ini saya lakukan karena saya selalu terpesona dengan sejumlah tempat yang menurut saya merupakan "primadona" bagi para jemaah haji dan umrah.
Ada dua tempat primadona yang selalu menarik perhatian saya.
- Pertama, adalah Multazam yang terletak di dalam Masjidilharam di Kota Mekah.
- Kedua adalah Raudhah yang terletak di bagian dalam Masjid Nabawi di Kota Madinah, Kota Sang Nabi.
Sebagai pembimbing, saya sering mendapatkan beberapa pertanyaan dari para jemaah mengenai keistimewaan tempat yang kami kunjungi bersama. Begitu pun ketika kami sampai di Multazam. Salah seorang jemaah bertanya mengenai keistimewaannya. Saya pun kemudian bercerita tentang riwayat Rasulullah yang menjadikan Multazam sebagai tempat beliau sering memanjatkan doa sambil merapatkan badannya di antara pintu Kabah dan Hajar Aswad. Ketika kita secara khusus berdoa di Multazam, pada dasarnya merupakan napak tilas atau menjalankan sunah yang pernah dicontohkan Rasulullah, sekalipun tidak harus sama persis dengan cara Rasulullah melakukannya. Tentunya dengan alasan, situasi dan kondisi yang tidak lagi memungkinkan. Dengan kata lain, alasan inilah yang menjadikan Multazam sebagai salah satu primadona bagi para jemaah haji dan umrah di Mekah.
Sementara itu, dengan keistimewaan yang hampir sama, di Madinah ada tempat yang dikenal dengan Raudhah. Raudhah itu merupakan tempat yang berada di antara mimbar dan rumah Rasulullah SAW., sebagaimana sabda Beliau,
Antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudah) dari surga.
Tampaknya alasan ini pula yang menyebabkan Raudhah tidak pernah sepi, selalu diburu dan dipenuhi mereka yang hendak memanjatkan doa. Begitu pula dengan jemaah yang saya bimbing. Mereka berlomba-lomba untuk berlama-lama di Raudhah guna menyampaikan seluruh hajatnya kepada Allah, Sang Pencipta dan Pengabul doa.
Namun, ada hal lain yang membuat saya lebih penasaran. Jika diperhatikan secara lebih seksama, baik Multazam di Mekah maupun Raudhah di Madinah, ternyata kedua tempat yang sangat istimewa ini berada pada garis lurus dan searah dengan gimimg (jabal). Multazam di Masjidilharam berada di posisi yang lurus dengan Jabal Nur, di puncaknya terdapat gua yang menjadi tempat Nabi dalam menerima wahyu pertama.
Sementara itu, Raudhah di Madinah memiliki posisi yang lurus dengan Jabal Uhud. Dengan semua fakta ini, saya yakin bahwa ada sejumlah hikmah dan rahasia yang terkandung dalam fenomena ini.
Jika Jabal Nur merupakan tempat Gua Hira berada dan merupakan tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu, Uhud boleh dikata sebagai salah satu gunung yang paling bersejarah dalam perjalanan Rasulullah. Sebagaimana banyak dikemukakan para ahli sejarah Islam, Uhud merupakan salah satu tempat terjadinya perang di mana umat Islam menderita kekalahan atas kaum kafir Mekah yang kita kenal dengan Perang Uhud.
Sebagaimana banyak ditulis oleh para ahli sejarah, kekalahan yang diderita pasukan Rasulullah ini disebabkan oleh kelalaian pasukan Rasulullah yang tidak kuat memegang amanah dan pesan Nabi sebelum perang dimulai. Ada tiga pesan Rasulullah menjelang perang Uhud.
- Pertama, Rasulullah meminta agar para sahabatnya membiarkan dirinya jika beliau tersudut dan terpukul dalam peperangan.
- Kedua, Rasulullah juga berpesan agar semua pasukan konsisten dengan niat awal.
- Ketiga, Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar tidak tergiur dengan ghanimah (harta rampasan perang).
Sementara itu, hubungan Raudhah dan Jabal Uhud memberikan pelajaran lain. Melalui tiga pesan Nabi di atas, mustajabnya Raudhah seolah-olah juga memiliki persyaratan. Sebab, pesan Rasulullah ini tidak hanya berlaku untuk saat itu, tetapi dapat dikontekstualisasikan kapan pun, termasuk hari ini. Dalam pesan ini, Rasulullah menekankan tiga hal yakni amanah, istiqamah, dan zuhud. Amanah dalam konteks yang paling luas berhubungan dengan akuntabilitas kita sebagai hamba Allah, apa pun profesi dan jabatan kita. Istiqamah berkaitan dengan konsistensi diri dengan keyakinan kita sebagai hamba Allah. Sementara itu, zuhud artinya tidak tergiur dengan hal-hal yang bersifat duniawi (materialistik) sehingga lupa akan tugas diri sebagai hamba untuk terus mengabdi kepada Sang Ilahi.
Dengan kata lain, Rasulullah seolah-olah berada di hadapan kita seraya mengatakan bahwa untuk mendapatkan taman surga (raudah) dan dikabulnya doa, selain dibutuhkan kesucian hati dan diri, kita juga harus memiliki sifat amanah, istiqamah, dan zuhud yang selalu ngancik di diri nyangsang dina dada.
Wallahu a'lam. ***
[Ditulis oleh ABDUL MUJIB, pembimbing Umrah Qiblat Tour serta dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Kliwon) 26 Juli 2011 / 24 Saban 1432 H. pada kolom "UMRAH & HAJI"]
by
0 comments:
Post a Comment