KEMANA KALIAN AKAN PERGI?

Pertanyaan ke mana, mungkin paling sering digunakan secara massal dan fenomenal. Penyanyi dangdut Ayu Tingting baru-baru ini meraup sukses karena mendendangkan lagu "Alamat Palsu" yang penuh kata tanya, "Ke mana, ke mana?" Setengah abad sebelumnya (1969), mendiang penyanyi Ellya M. Haris (Khadam) mengalami hal serupa, berkat lagu "Kau Pergi Tanpa Pesan" yang dimulai dengan kata tanya "Ke mana?" Demikian pula Elvie Sukaesih yang lagunya "Ke Mana", sangat populer pada pertengahan 1970-an.
Kata tanya ke mana memang sangat umum. Menjadi keperluan pokok dalam percakapan sehari-hari. Namun, akan mengandung makna sangat mendalam karena di situ terdapat gambaran ketidaktahuan manusia yang serba lemah dan terbatas pengetahuannya.

Apalagi jika dilontarkan oleh Allah SWT., Sang Maha Pencipta kata, sekaligus Pencipta makhluk pengguna kata, kalimat, dan bahasa

فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
Faayna tathhaboona

maka ke manakah kalian akan pergi? (QS At-Takwir: 26)

Sayyid Qutub, penulis tafsir "Fi Dzilalil Qur'an" menyebut pertanyaan tersebut, sangat menyentak. Menguak kesadaran setiap insan atas ketakberdayaan dirinya menghadapi kekuasaan Allah SWT., yang telah memberi pilihan jelas tentang arah kehidupan di jalan lurus. Namun, kebanyakan manusia mengabaikannya. Justru terseret ke arah jalan sesat dan menyesatkan yang membawa kepada kehancuran di dunia dan akhirat.

Sebelum melontarkan pertanyaan lumrah tetapi sangat dahsyat itu, Allah SWT. terlebih dulu memaparkan kondisi alam semesta pada saat terjadi hari kiamat. Yaitu tatkala matahari digulung, bintang-bintang berjatuhan, gunung-gunung dihancurkan, sehingga seluruh makhluk lintang pukang mencari penyelamatan. Tak ingat apa-apa lagi.
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ
Itha alshshamsu kuwwirat Waitha alnnujoomu inkadarat Waitha aljibalu suyyirat Waitha alAAisharu AAuttilat Waitha alwuhooshu hushirat Waitha albiharu sujjirat Waitha alnnufoosu zuwwijat

Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan) dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, dan apabila lautan dijadikan meluap dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) (QS. At-Takwir : 1-7)

Termasuk unta-unta bunting yang akan melahirkan. Dalam tradisi Arab, memelihara unta adalah sangat istimewa. Selain menjadi sumber nafkah, juga sebagai gengsi. Jumlah unta peliharaan menjadi salah satu ukuran kekayaan dan kehormatan. Terlebih jika banyak di antara unta peliharaan bunting-bunting. Berarti sehat-sehat, di samping akan menambah koleksi jumlah unta. Menunggui dan menjaga unta bunting siap melahirkan merupakan tugas penting setiap anggota keluarga. Tidak boleh dibiarkan telantar, terutama pada saat bayi unta keluar dari rahim induknya.

Dalam tradisi modern, unta bunting mungkin setara dengan emas intan, deposito, tabungan, saham, harta bergerak, harta tidak bergerak, dan lain-lain yang juga menjadi ukuran dan kehormatan duniawi. Akan tetapi, ketika terjadi guncangan kiamat, semua tak berarti. Harta, kekayaan, kehormatan, tak perlu lagi dipertahankan. Semua gonjang-ganjing. Tak tahu arah pelarian.

Di daratan, gunung-gunung sudah hancur lebur. Di lautan, air menggelegak. Panas jutaan derajat. Kemudian ruh dipertemukan dengan tubuh. Manusia yang sudah mati dibangkitkan kembali. Yang masih hidup mengalami kematian pula bersama proses pelenyapan alam semesta, dan juga dihidupkan lagi seperti yang sudah mati terdahulu. Lalu digiring ke alam mahsyar, untuk menempuh perhitungan amal perbuatan. Yaumul Hisab. Hari Perhitungan, Hari Pengadilan yang dipimpin langsung oleh Allah SWT. Ahkamul Hakimin. Hakim Mahahakim. Di situ, bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, dosa apa yang membuat mereka dibunuh?
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ
Waitha almawoodatu suilat Biayyi thanbin qutilat

dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh, (QS. At-Takwir: 8-9)

Dalam tradisi Arab Jahiliyah (sebelum kedatangan Islam), memiliki bayi perempuan dianggap aib, noda, penghinaan. Karena yang dibutuhkan adalah bayi laki-laki yang kelak tumbuh dewasa menjadi pahlawan. Akibatnya, setiap bayi perempuan yang baru lahir, langsung dikubur hidup-hidup hanya karena rasa malu keluarga yang tumbuh dari keangkuhan dan kesombongan heroisme belaka. Namun, tradisi Jahiliyah tersebut, ternyata masih terus tumbuh berkembang pada zaman modern. Tatkala sebagian manusia merasa malu mempunyai bayi. Bukan hanya perempuan tetapi juga lelaki. Malu karena lahir dari hubungan tidak sah, hubungan gelap, perzinaan yang terkutuk sehingga membawa dosa tambahan terkutuk pula. Yaitu pembunuhan terhadap bayi tak berdosa. Bahkan berbagai praktik pembunuhan bayi di abad Jahiliyah modern ini lebih sadis. Mulai dari aborsi janin, baik ilmiah, maupun non-ilmiah, maupun pembunuhan langsung begitu bayi keluar. Termasuk juga membuang dan menelantarkan bayi atau anak-anak yang masih membutuhkan asuhan dan kasih sayang orangtua.

Kemudian catatan amal perbuatan dibuka terang-terangan. Gamblang segamblang-gamblangnya. Tak ada sedikit pun yang disembunyikan, direkayasa, diputarbalikkan. Neraka telah dinyalakan. Siap menelan para pendosa. Surga telah dibukakan. Siap menyambut para penerima pahala kebajikan. Setiap jiwa, saat itu, akan mengetahui apa yang dikerjakannya.
وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ
وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ
وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ
وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ
Waitha alssuhufu nushirat Waitha alssamao kushitat Waitha aljaheemu suAAAAirat Waitha aljannatu ozlifat AAalimat nafsun ma ahdarat

dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, dan apabila langit dilenyapkan, dan apabila neraka Jahim dinyalakan, dan apabila surga didekatkan, (QS. At-Takwir: 10-14)

Dipaparkan pula posisi Malaikat Jibril, sebagai panglima para malaikat, yang telah bertugas menyampaikan wahyu Ilahi kepada Nabi Muhammad SAW., berupa ayat-ayat Al-Qur'an. Mustahil jika ayat Al-Qur'an itu merupakan perkataan setan terkutuk.
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ
مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ
وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ
وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ
وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ
Innahu laqawlu rasoolin kareemin Thee quwwatin AAinda thee alAAarshi makeenin MutaAAin thamma ameenin Wama sahibukum bimajnoonin Walaqad raahu bialofuqi almubeeni Wama huwa AAala alghaybi bidaneenin Wama huwa biqawli shaytanin rajeemin

sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. Dan Al Quran itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk, (QS. At-Takwir: 19-25)

Ayat-ayat Al-Qur'an itu merupakan peringatan bagi semesta alam. Bagi siapa saja di antara manusia yang bersedia menempuh jalan lurus.
وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ
فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ
لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ
Wama huwa AAala alghaybi bidaneenin Wama huwa biqawli shaytanin rajeemin Faayna tathhaboona In huwa illa thikrun lilAAalameena Liman shaa minkum an yastaqeema

Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. Dan Al Quran itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk, maka ke manakah kamu akan pergi? Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. (QS. At-Takwir: 24-28)

Untuk memperoleh petunjuk ke jalan lurus tersebut, Allah SWT. menguji manusia dengan kewajiban menempuh proses pembelajaran.
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Wama tashaoona illa an yashaa Allahu rabbu alAAalameena

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At-Takwir: 29)

Atas kehendak-Nya, berhasil meraih pencapaian posisi terpuji. Tunduk patuh menjalankan segala perintah Allah SWT., sekaligus meninggalkan segala larangan-Nya yaitu taqwa.

Maka pertanyaan, "Ke mana kalian akan pergi?" Jawabannya jelas sudah. Apakah menuju jalan lurus yang dipandu petunjuk Al-Qur'an menuju ridha Allah SWT., atau menuju jalan sesat menyesatkan seperti yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang dimurkai-Nya

Namun, jika direnungkan, dicamkan, dan diyakinkan, mengenai kekuasan Allah SWT. terhadap masa depan dan masa akhir kehidupan dunia dan alam semesta, sebagaimana dipaparkan secara rinci di atas, mustahil jika ada orang yang memilih jalan terkutuk, penuh dosa kemaksiatan yang tak mungkin dapat tertanggungkan dalam Hari Pengadilan Yang Maha Adil.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Sirata allatheena anAAamta AAalayhim ghayri almaghdoobi AAalayhim wala alddalleena

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah: 7)

Tentu semua ingin memilih jalan lurus, penuh amal kebaikan dan kebajikan, serta janji ganjaran dan pengampunan dari Allah al Wahabul Ghoffar

Semoga kita tetap berada di situ, bersama orang-orang yang mendapat petunjuk.***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., pengasuh pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan, Cibiuk, Garut juga pembimbing haji dan umrah BPIH Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 3 Mei 2012 / 11 Jumadil Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: