Labbaik Allahumma labbaik. Labbaika laa syarika laka labbaik.
Sesungguhnya banyak pelajaran dari pelaksanaan ibadah termasuk haji terhadap pembentukan karakter seseorang. Istilahnya, ibadah amat menentukan pembentukan karakter seseorang. Bahkan, dampak tersebut sudah diteliti secara ilmiah oleh para ilmuwan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ketika lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) atau raudhatul athfal (RA) mengadakan manasik haji, sesungguhnya merupakan bagian dari pembentukan karakter anak. Sayangnya, tak jarang para guru kurang menjelaskan nilai-nilai dalam ibadah haji, sehingga anak-anak lebih mengetahui gerakan dalam haji, seperti sai dan tawaf.
Dalam beberapa pemberitaan di media massa kerap menyoroti kondisi psikis anak dan remaja dalam menghadapi perubahan saat ini. Hanya akibat hal sepele, membuat seorang anak atau remaja ingin mengakhiri hidupnya.
Anak dan remaja mudah terkena stres akibat tuntutan yang terlampau tinggi kepada mereka. Di lain pihak, mereka juga tidak mendapatkan keteladanan dari orang tua, guru, maupun tokoh-tokoh di masyarakat karena antara ucapan berbeda dengan perbuatan dalam keseharian.
Dari kajian ilmiah, stres merupakan kondisi yang tak diinginkan semua orang. Namun, tak seorang pun mampu menghindarinya. Secermat apa pun seseorang melangkah atau bertindak, suatu ketika stres bisa menghinggapinya. Ketika ada orang dengan bangga menyebutkan tak pernah mengalami stres, justru hal itu merupakan kebanggaan semu. Secara tak sadar ia pernah merasakan stres, tetapi mungkin dengan kadar dan dampak stres yang tak terlalu berat.
Dalam Alquran, Allah menyatakan akan menguji keimanan seseorang sehingga dia tak mudah mengucapkan telah beriman tanpa melalui berbagai ujian. Ujian dan hambatan dalam hidup merupakan wahana untuk manusia mengembangkan akal dan kemampuan yang ada dalam dirinya agar bisa makin matang dalam mengatasi masalah.
Untuk mengetahui apakah seseorang sedang mengalami stres atau tidak, bisa dilihat dari empat sisi, yaitu secara fisik, emosi, intelektual, dan sosial. Dari sisi fisik, gejala terlihat lewat rasa sakit di beberapa anggota tubuh, seperti kepala, sakit punggung, pinggang, tidur tidak teratur, susah tidur, mencret-mencret, radang usus besar, hingga gata-gatal pada kulit.
Dari sisi emosi, seseorang yang sedang mengalami stres bisa tampak gelisah, cemas, sedih, depresi, mudah menangis, gugup, marah-marah, dan mudah tersinggung. Sementara secara intelektual, gejala stres berupa mudah lupa, pikiran kacau, sulit membuat keputusan, sulit berkonsentrasi, produktivitas kerja menurun, dan kehilangan rasa humor.
Dari sisi sosial, dengan ciri kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, mendiamkan orang, dan mudah membatalkan janji. Sumber-sumber stres bisa dari diri pribadi atau dari luar dirinya yaitu keluarga atau lingkungan. Salah satu terapi cukup efektif untuk stres adalah dengan beribadah. Percayakah Anda jika ibadah bisa memberikan dampak besar pada kehidupan seseorang? Atau yakinkah Anda jika melaksanakan haji juga dapat menghilangkan rasa stres?
Secara agama sudah tentu Allah menjanjikan penghapusan dosa dan pelipatgandaan pahala salat di Masjidilharam dan Masjid Nabawi daripada salat di masjid-masjid lainnya. Lebih daripada itu, ibadah merupakan wisata spiritual yang bisa menenangkan pikiran dan jiwa seseorang.
Jemaah haji dengan mengunjungi Tanah Suci bisa menjadi penyeimbang perasaan dan tekanan hidup di era serbamodern ini. Seseorang yang melaksanakan rangkaian ibadah haji akan mengalami perasaan tenang dan kenyamanan yang drastis jauh sebelum melaksanakannya. Bahkan, ketika pertama kali melihat bangunan Masjidilharam dan Kabah dampaknya amat mujarab karena kalbu menjadi tenang, malah tak sengaja air mata keluar.
Ibadah lainnya seperti tawaf, sai, ditambah lagi dengan salat berjemaah atau berzikir di Masjidilharam atau Masjid Nabawi akan memicu penurunan hormon kortisol pada seseorang. Hormon kortisol ini sangat berkaitan dengan perasaan stres yang kerap melanda umat manusia zaman sekarang.
Selain itu, tumpukan beban hidup yang dirasanya akan hilang seketika saat peragangan otot dipadu dengan jiwa yang mengharap kepada Zat Mahasempurna. Kekhusyukan dan ketenangan dalam beribadah ini sungguh terasa ketika berada di dua masjid suci tersebut. Bahkan, beribadah di masjid kampung pun mampu menenangkan jiwa. Bukan hanya ketenangan jiwa melainkan dampak kepada karakter juga amat kuat. Asalkan ibadah yang kita lakukan adalah mabrur yang ditandai dengan makin meningkatnya kebaikan setelah melaksanakan ibadah.***
[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 21 Oktober 2010 pada Kolom "CIKARACAK"]
0 comments:
Post a Comment