Takut kepada Allah adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang mukmin, padahal itu menjadi dasar beribadah dengan benar.
Firman Allah Ta’ala:
فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali ‘Imran : 175)Tanda-tanda takut kepada Allah:
- Pada lisannya.
Seseorang yang takut kepada Allah mempunyai kekhawatiran atau ketakutan sekiranya lisannya mengucapkan perkataan yang mendatangkan murka Allah. Sehingga dia menjaganya dari perkataan dusta, ghibah (bergosip) dan perkataan yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. Bahkan selalu berusaha agar lisannya senantiasa basah dan sibuk dengan berdzikir kepada Allah, dengan bacaan Al Qur’an, dan mudzakarah ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya : “Barangsiapa yang dapat menjaga (menjamin) untukku mulut dan kemaluannya, aku akan memberi jaminan kepadanya syurga.” (HR. Al Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : “Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna.” (HR. At Tirmidzi)
Kemudian dalam riwayat lain disebutkan, artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia diam.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Begitulah, sesungguhnya seseorang itu akan memetik hasil ucapan lisannya, maka hendaklah seorang mukmin itu takut dan benar-benar menjaga lisannya. - Pada perutnya.
Orang mukmin yang baik tidak akan memasuk kan makanan ke dalam perutnya kecuali dari yang halal, dan memakannya hanya terbatas pada kebutuhannya saja.
Firman Allah Ta’ala :وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al Baqarah : 188)
Ibnu Abbas menjelaskan, memakan dengan cara batil ini ada dua jalan yaitu;- Pertama, dengan cara zhalim seperti merampas, menipu, mencuri, dll.
- Kedua, dengan jalan permainan seperti berjudi, taruhan dan lainnya.
Sufyan Ats-Tsauri menjelaskan : “Barangsiapa menginfaq kan harta haram (di jalan Allah) adalah seperti seseorang mencuci pakaiannya dengan air kencing, dan dosa itu tidak bisa dihapus kecuali dengan cara yang baik.”
Bahkan dijelaskan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, setiap jasad (daging) yang tumbuh dari harta haram maka neraka lebih pantas untuknya.
Jadi, itulah urgensi memperhatikan jalan mencari harta.
Sudahkah kita takut kepada Allah dengan menjaga agar jangan sampai perut kita dimasuki harta yang diharamkan Allah ? - Pada tangannya.
Orang mukmin yang takut kepada Allah akan menjaga tangannya agar jangan sampai dijulurkan kepada hal-hal yang diharamkan Allah seperti : (sengaja) menyentuh wanita yang bukan muhrim, berbuat zhalim, aniaya.
Dan tidak bermain dengan alat-alat permainan syetan seperti alat perjudian.
Orang mukmin selalu menggunakan tangannya untuk melakukan ketaatan, seperti bershadaqah, menolong orang lain (dengan tangannya) karena dia takut di akhirat nanti tangannya akan berbicara di hadapan Allah tentang apa yang pernah dilakukannya, sedangkan anggota badannya yang lain menjadi saksi atasnya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala :الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin : 65)
Bahkan salah seorang ulama salaf berkata, ”Sekiranya kulit saya ditempeli bara api yang panas,maka itu lebih aku sukai daripada saya harus menyentuh perempuan yang bukan muhrim.”
Itulah gambaran orang mukmin sejati yang takut kepada Allah di dalam menggunakan tangannya.
Maka bagaimanakah dengan kita ? - Pada penglihatannya.
Penglihatan merupakan nikmat Allah Ta’ala yang amat besar, maka musuh Allah yaitu syetan tidak senang kalau nikmat ini digunakan sesuai kehendak-Nya.
Orang yang takut kepada Allah selalu menjaga pandangannya dan merasa takut apabila memandang sesuatu yang diharamkan Allah, tidak memandang dunia dengan pandangan yang rakus namun me-mandangnya hanya untuk ibrah (pelajaran) semata.
Pandangan merupakan panah api yang dilepaskan oleh iblis dari busurnya, maka berbahagialah bagi siapa saja yang mampu menahannya.
Allah berfirman :قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur : 30)
Jika kita teliti banyaknya kemaksiatan dan kemungkaran yang merajalela, seperti; perzinaan dan pemerkosaan, salah satu penyebabnya adalah ketidak mampuan seseorang menahan pandangannya.
Sebab, sekali seseorang memandang, lebih dari sepuluh kali hati membayangkan.
Maka, sudahkah kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan menahan pandangan kepada sesuatu yang diharamkan-Nya ? - Pada pendengarannya.
Ini perlu kita renungi bersama, sehingga seorang mukmin akan selalu menjaga pendengarannya untuk tidak mendengarkan sesuatu yang diharamkan Allah, seperti nyanyian yang mengundang birahi beserta irama musiknya, dll.
Firman Allah Ta’ala :إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai tanggung jawabnya.” (QS. Al Israa’ : 36)
Dan seorang mukmin akan menggunakan pendengarannya untuk hal-hal yang bermanfaat. - Pada kakinya.
Seseorang yang takut kepada Allah akan melangkahkan kakinya ke arah ketaatan, seperti mendatangi shalat jama’ah, majlis ta’lim dan majlis dzikir. Dan takut untuk melangkahkan kakinya ke tempat-tempat maksiat serta menyesal bila terlanjur melakukannya karena ingat bahwa di hari kiamat kelak kaki akan berbicara di hadapan Allah, ke mana saja kaki melangkah, sedang bumi yang dipijaknya akan menjadi saksi.
Firman Allah Ta’ala :إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” (QS. Yaasin : 12)
Asbabun nuzul ayat ini adalah : bahwa seorang dari Bani Salamah yang tinggal di pinggir Madinah (jauh dari masjid) merencanakan untuk pindah ke dekat masjid, maka turunlah ayat ini yang kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa bekas langkah (telapak) menuju masjid dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh.
Semua bekas langkah kaki akan dicatat oleh Allah ke mana dilangkahkan, dan tidak ada yang tertinggal karena bumi yang diinjaknya akan mengabarkan kepada Allah tentang apa, kapan, dan di mana seseorang melakukan suatu perbuatan.
Jika baik maka baiklah balasannya, tetapi jika buruk maka buruk pula balasannya.
Ini semua tidak lepas dari kaki yang dilangkahkan, maka ke manakah kaki kita banyak dilangkahkan ? - Pada hatinya.
Seorang mukmin akan selalu menjaga hatinya dengan selalu berzikir dan istighfar supaya hatinya tetap bersih, dan menjaganya dari racun-racun hati.
Seorang mukmin akan takut jika dalam hatinya muncul sifat jahat seperti buruk sangka, permusuhan, kebencian, hasad dan lain sebagainya kepada mukmin yang lain.
Karena itu semua telah dilarang Allah dan RasulNya dalam rangka menjaga kesucian hati. Hati adalah penentu, apabila ia baik maka akan baik seluruh anggota tubuh, tetapi apabila ia jelek maka akan jeleklah semuanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Riwayat Al Bukhari dan Muslim)
Maka pernahkah kita merasa takut bila hati kita menjadi gelap ?
Bahkan kita selalu merasa bahwa hati kita sama sekali tidak ada kejelekannya ? Naudzubillah.
[Maraji’ : Tazkiyatun Nafs, Ibnu Rajab Al Hambali dan Ibnu Qayyim]
0 comments:
Post a Comment