Dalam sejarah Islam, suatu waktu Nabi Ibrahim AS., Siti Hajar, dan Nabi Ismail yang masih kecil datang ke suatu daerah yang sekarang dikenal dengan Kota Mekah. Nabi Ibrahim berkata kepada Siti Hajar, "Nah, kamu harus tinggal di sini." Nabi Ibrahim menyuruh istrinya, Siti Hajar, untuk tinggal di tempat tersebut tanpa dirinya, di daerah yang belum ada penduduknya. Daerah itu hanya berupa padang pasir, gunung batu, tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada sumur, juga tidak ada sungai.
Walaupun dalam keadaan seperti itu, Siti Hajar menerima perintah suaminya karena ia yakin bahwa perintah itu benar dan merupakan perintah dari Allah SWT. Sebagaimana yang ia katakan, "Allahu amaroka bi hadza ?" (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, "Na’am." (Iya.) Kemudian Siti Hajar berkata lagi, "Idzan la yudlayyi’uni." (Jadi kalau begitu, Allah tidak akan membiarkanku.)
Ini merupakan gambaran seorang istri yang taat kepada suaminya. Ditinggalkan dakwah oleh suaminya. Ditinggalkan sendiri dan bukan satu atau dua hari karena perjalanan Nabi Ibrahim dari Mekah ke Syam sangat jauh dan belum ada pesawat udara. Hal itu bisa menjadi bahan renungan bagi kita, terutama tentang keadaan Siti Hajar. Bagaimana ia mendapatkan makanan, minuman, pakaian untuk melanjutkan hidupnya? Bahkan, tidak ada tempat tinggal dan tidak ada siapa-siapa. Namun, itu semua diterimanya dengan sabar, ikhtiar, dan tawakal karena sebagai wujud ketaatan terhadap suami yang hakikatnya ketaatan kepada Allah SWT.
Selanjutnya, selang beberapa waktu, persediaan air sudah habis, sedangkan anak yang masih kecil kehausan. Akhirnya ia mencari air di sekitar tempat itu, tetapi tidak ia dapatkan. Ia berkeliling dan pulang pergi dengan lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwa, tetapi tetap tidak mendapati air karena memang tidak ada sumber air.
Di luar dugaan, ketika Nabi Ismail kecil menggerak-gerakkan kakinya karena ingin minum, keluar air yang melimpah dari bawah padang pasir dan dengan suara yang bergemuruh. Mendengar dan melihat air tersebut, kemudian Siti Hajar mengisikan air tersebut ke dalam kirbat, sambil berkata, "Zumi-zumi !" (Berkumpullah !) Selanjutnya, tempat keluar air tersebut dinamakan sumur zam-zam dan airnya dinamakan air zam-zam.
Peristiwa Siti Hajar mencari air merupakan jejak sejarah yang dibicarakan berulang-ulang setiap tahun. Jejak peristiwa tersebut merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji, yaitu sai. Sai, selain ibadah yang merupakan napak tilas dari peristiwa Siti Hajar tersebut, juga mengandung ibrah (pelajaran) dan bahan renungan mengenai pengorbanan, perjuangan, dan kesabaran seorang istri sekaligus seorang ibu yang ditinggalkan suaminya di tempat yang "seram", hanya tinggal berdua dengan Ismail yang masih kecil. Kesabaran yang didasari keimanan menjadikan Siti Hajar berada dalam derajat yang tinggi, khususnya di hadapan Allah SWT.
Demikianlah selintas napak tilas peristiwa Siti Hajar tersebut yang berkaitan dengan kesabaran. Adapun mengenai kesabaran, Allah telah menyebutkan kata sabar di sembilan puluh tempat dalam Al-Quran, juga ditambah dengan keterangan tentang berbagai kebaikan dan derajat yang tinggi buah dari kesabaran. Firman Allah SWT,
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Dan sesungguhnya, Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl : 96)إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar : 10)Tidak ada suatu amal yang dekat kepada Allah, melainkan pahalanya diukur dan ditimbang dari kesabaran. Allah telah memberikan janji kepada orang yang sabar, yaitu akan diberi petunjuk dan karunia-Nya. Berkaitan dengan hal itu, Allah SWT berfirman,
لْمُأُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ اهْتَدُونَ
"Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah : 157)Ayat-ayat yang senada dengan ini banyak sekali, demikian pula di dalam hadis. Di antara hadis tersebut, yaitu yang artinya, "Tidaklah seseorang diberi karunia yang lebih baik dan lebih luas, selain dari kesabaran." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesabaran merupakan spesifikasi yang dimiliki manusia. Kesabaran tidak digambarkan pada binatang dengan berbagai kekurangan dan dominasi nafsunya. Kesabaran juga tidak digambarkan pada malaikat karena malaikat diberi sifat ketaatan atas perintah Allah dan tanpa diberi nafsu untuk pembangkangan.
Adapun ciri sabar dapat dilihat dari sikap seseorang ketika awal terjadinya suatu musibah, masalah, atau cobaan lainnya. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya, "Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ciri sabar yang lainnya ialah seseorang yang dapat menenangkan anggota tubuh dan lidahnya ketika tertimpa musibah, masalah ataupun cobaan lainnya juga. Sebagian orang bijak berkata, "Hai yang terguncang, engkau tidak bisa mengembalikan apa yang sudah lepas dari tangan. Namun, ringankanlah rasa kecewamu."
Semoga dengan napak tilas tentang peristiwa Siti Hajar tersebut, bisa menjadi dorongan bagi seorang istri atau siapa saja dalam menerima ketentuan dari Allah SWT untuk bersabar, tetap ikhtiar, dan tawakal. Hal itu terutama dalam keadaan yang serba kekurangan di tengah-tengah derasnya terpaan matrealistis dan hedonis yang selalu menggoda untuk mengambil "jalan pintas" dan menghalalkan berbagai cara. Semoga pula, kita selalu diberikan kesabaran dalam menjalankan kebaikan dan diberikan kesabaran dalam menjauhi keburukan. Amin.***
[Ditulis oleh ASEP JUANDA, Ketua Takmir At-Taqwa, di Cicalengka Mekarmukti, Kec. Cihampelas, Bandung Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Legi) 15 Oktober 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
0 comments:
Post a Comment