Arafah, sembilan Dzulhijjah, pada separuh kedua abad pertama Hijrah. Ratusan ribu kaum muslimin berkumpul di sekitar Jabal Rahmah (bukit kasih-sayang). Segera setelah tergelincir matahari, terdengar gemuruh suara zikir dan doa. Ali bin Husain bertanya kepada Zuhri : "Berapa kira-kira orang yang wuguf di sini ?" Zuhri menjawab : "Saya perkirakan ada empat atau lima ratus ribu orang. Semuanya haji, menuju Allah dengan harta mereka dan memanggil-Nya dengan teriakan mereka." Ali bin Husain berkata : "Hai Zuhri, sedikit sekali yang haji dan banyak sekali teriakan."
Zuhri keheranan : "Semuanya itu haji, apakah itu sedikit ?" Ali menyuruh mendekatkan wajahnya kepadanya. Ia mengusap wajahnya dan menyuruhnya melihat ke sekelilingnya. Ia terkejut. Kini ia melihat monyet-monyet berkeliaran dengan menjerit-jerit. Hanya sedikit manusia di antara kerumunan monyet. Ali mengusap wajah Zuhri kedua kalinya. la menyaksikan babi-babi dan sedikit sekali manusia. Pada kali yang ketiga, ia mengamati banyaknya serigala dan sedikitnya manusia. Zuhri berkata : "Bukti-buktimu membuataku takut. Keajaibanmu membuat aku ngeri..."
Kisah diatas dikisahkan dalam Al-Hajj fi Al-Kitab wa Al-Sunnah. Berkat sentuhan orang yang saleh, Zuhri dapat melihat, walaupun sejenak, ke balik tubuh-tubuh mereka yang wuquf di Arafah. Tuhan menyingkapkan tirai material dan pandangannya menjadi sangat tajam. Ia terkejut dan kebingungan karena begitu banyaknya orang yang tampak pada mata lahir sebagai manusia, tapi pada mata batin sebagai binatang. Apakah kebanyakan kita hanyalah manusia secara majazi (kiasan) dan binatang secara hakiki ? Ibadah haji adalah perjalanan manusia untuk kembali kepada fitrah kemanusiaannya. Kehidupan telah melemparkan kita dari kemanusiaan kita. Kita telah jatuh menjadi makhluk yang lebih rendah. Alih-alih menjadi khalifah Allah, kita telah menjadi monyet, babi, dan serigala. Ketika menafsirkan firman Tuhan :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
"Sungguh, telah Kami ciptakan manusia dalam susunan yang paling baik. Kemudian, Kami mengembalikan mereka pada yang paling rendah dari yang rendah." (QS. At-Tin : 4-5)ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Seyyed Hossein Nasr menulis dalam Sufi Essays : "Manusia diciptakan dalam susunan yang terbaik. Tetapi kemudian, ia jatuh pada kondisi bumi berupa perpisahan dan keterjauhan dari asal-usulnya yang ilahiah."
Dalam bahasa Jalaluddin Rumi, "Kita adalah seruling bambu yang tercerabut dari rumpunnya, Ketika suara keluar, yang terdengar adalah jeritan pilu, dari pecahan bambu yang ingin kembali ke rumpunnya yang semula. Kita hanya akan hidup sebagai bambu yang sejati bila kita kembali ke tempat awal kita. Kita hanya akan menjadi manusia lagi, bila kita kembali kepada Allah. "
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita kembali." (QS. Al-Baqarah : 156)Para jemaah haji adalah kafilah seruling yang ingin kembali ke rumpun abadinya. Inilah rombongan binatang yang ingin kembali menjadi manusia. Ketika sampai di Miqat, mereka harus menanggalkan segala sifat kebinatangannya. Seperti ular, mereKa harus mencampakkan kulit yang lama agar menjalani kehidupan yang baru. Baju-baju kebesaran, yang sering dipergunakan untuk mempertontonkan kepongahan, harus dilepaskan. Lambang-lambang status, yang sering dipakai untuk memperoleh perlakuan istimewa, harus dikuburkan dalam lubang bumi. Sebagai gantinya, mereka memakai kain kafan, pakaian seragam yang akan dibawanya nanti ketika kembali ke "kampung halaman."
Di Miqat, jemaah haji menanggalkan intrik-intrik monyet, kerakusan babi; dan kepongahan serigala. Mereka harus menjadi manusia lagi. Manusia ialah makhluk yang secara potensial mampu menyerap seluruh asma Allah. Di Miqat, setelah membersihkan diri dari kotoran-kotoran masa lalunya, seorang haji keluar iagi seperti anak kecil yang baru dikeluarkan dari perut ibunya. Suci dan teianjang. Perlahan-lahan ia mengenakan pakaian kesucian, kejujuran, kerendahan hati, dan pengabdian. Dengan wajah yang diarahkan ke Rumah Tuhan, dengan hati yang sudah dibersihkan dengan taubat yang tulus, ia berkata : "Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu."
Di Rumah Tuhan, para haji memperbaharui baiat mereka dengan mencium Hajar Aswad. Mereka berputar bersarna para malaikat di sekitar Arasy, menandakan keterikatan kemanusiaan mereka dengan Ketuhanan. Di Arafah, seruling-seruling itu sudah menyatu dengan rumpun bambunya. "Al-Hajju 'Arafah" (Di Arafah itulah haji). Di situlah bergabung semua manusia dalam kedalaman lautan ketunggalan Tuhan, "fi lujjati bahri ahadiyyatih" Berapa banyakkah di antara jutaan orang yang beruntung dapat berhimpun di Arafah adalah haji, manusia yang sudah kembali kepada Tuhannya ? Berapa besarkah di antara mereka yang kumpul di Arafah tahun ini yang sudah meninggalkan selama-lamanya sifat-sifat kebinatangannya dan sebagai gantinya menyerap rahman-rahimnya Allah ? Kita tidak tahu. Dahulu, ketika umat Islam masih belum mendunia, hanya sedikit yang haji. Dalam pandangan Zuhri, kebanyakan masih bertahan dalam kebinatangan mereka. Kini, kita berdoa, mudah-mudahan mereka semua menjadi haji yang mabrur. Artinya, manusia sejati yang tubuhnya menapak di bumi tapi ruhnya bergantung ke Arasy Tuhan.
Setelah berhaji, menurut Dr. Ali Syariati (Makna Haji), kemenangan jangan sampai menyebabkanmu terlena. Karena itu, bila engkau telah menaklukan Mina maka tetaplah tanganmu menggenggam senjata. Engkau harus memaksa setan keluar dari pintumu. Tetapi setan bisa kembali lewat jendela. Ia kalah 'di luar dirimu' tapi ia bisa bangkit 'di dalam dirimu.' Ia dirobohkan dalam pertempuran, tapi ia bisa memperoleh kekuatan kembali dalam perdamaian. Setan lenyap di Mina, tapi kini ia bisa subur dalam dirimu.
Apa yang saya katakan ? 'Godaan' memiliki ribuan wajah. Ia bisa saja ditolak karena tampil sebagai seorang kafir, namun ia pun akan kembaii kepadamu sebagai seorang beriman. Ia bisa saja ditolak sebagai seorang politheis, namun ia akan menampilkan diri sebagai seorang monotheis.
Nanti mereka kembali ke tanah airnya, mudah-mudahan mereka menyebarkan berkat ke sekitarnya. Ketulusan hati mereka menusuk jantung orang-orang munafik. Air Zamzam yang mereka bawa menjadi titis-titis mukjizat yang mengubah monyet yang licik menjadi manusia yang jujur. Kesucian batin mereka menghantam kepala para pecinta dunia, Air mata mereka keluar membersihkan babi-babi yang serakah dan mengubahnya menjadi manusia yang dermawan. Akhirnya, kerendahan hati mereka menghentam tirani yang memuja kekuasaan. Cahaya wajah yang sudah disinari Ka'bah mematahkan leher serigala yang pongah dan mengubahnya menjadi manusia yang penuh kearifan dan kasih sayang.
Betapa perlunya negeri ini dengan kehadiran para haji !!
[Ditulis oleh KH. JALALUDDIN RAKHMAT dan tulisan ini disalin dari Buletan "TAFAKURAN" Edisi 188 2500 22 OKTOBER 2010]
0 comments:
Post a Comment