Menunaikan ibadah haji banyak sekali motifnya. Sebagian orang melaksanakan rukun Islam kelima itu dengan niat ingin mendapat gelar "H." atau "Hj." di depan namanya. Rasulullah SAW. pun mensinyalir, suatu saat akan datang zaman di mana orang kaya datang berhaji untuk berwisata, orang kelas menengah berhaji untuk berdagang, dan orang miskin datang untuk mengemis. Bahkan, tak sedikit orang yang berhaji dengan berniat meninggal dunia di Tanah Suci. Bolehkah ?
Memang Rasulullah SAW. dalam hadits riwayat Abu Hurairah yang Muttafaq ‘alaih, bahwasanya suatu ketika Nabi Muhammad SAW. ditanya, "Amal apakah yang paling utama ?" Rasul SAW. pun menjawab, "Beriman kepada Allah." Sahabat selanjutnya bertanya, "Lalu apa lagi ?" Nabi SAW. menjawab, "Jihad fi sabilillah." "Lalu apa lagi ?" Rasul SAW. kembali menjawab, "Haji mabrur."
Hadits di atas menunjukkan bahwa haji mabrur setara dengan beriman kepada Allah dan jihad di jalan Allah. Itulah sebabnya sebagian jemaah berniat meninggal dunia saat berada di Tanah Suci. Bisa jadi karena motivasi inilah banyak jemaah yang memiliki riwayat kesehatan dengan risiko tinggi (risti) dan berusia sepuh, baru tergerak hatinya melaksanakan haji.
Berniat meninggal dunia, apalagi meminta meninggal dunia, tidak boleh dalam Islam. Bahwa saat melaksanakan ibadah haji tiba-tiba terhenti di jalan, misalnya karena terlalu lelah atau karena insiden sehingga jemaah meninggal dunia, peristiwa ini boleh. Bahkan mudah-mudahan ia mati syahid setara dengan jihad fi sabilillah. Meskipun tidak boleh meminta atau berniat meninggal dunia, setiap jemaah harus siap dan ikhlas kalau dipanggil Allah SWT. selamanya saat berhaji ini.
Berhaji tidak boleh ada niat lain selain berniat menjadi haji mabrur, termasuk berniat mati. Meskipun mabrur merupakan hak mutlak milik Allah, dalam implementasinya mabrur membutuhkan orang lain. Mabrur maknanya baik. Kalau tidak ada manusia lain, lalu jemaah yang mabrur akan berbuat baik kepada siapa ?
Karena pelaksanaan mabrur memerlukan manusia lain, sesungguhnya di dalam mabrur ada unsur sosial. Maka, kalau ingin menjadi jemaah haji yang mabrur, orientasikan kemabrurannya untuk kemaslahatan manusia lain dan lingkungan, bukan diekspresikan dengan kematian. Karena berorientasi bagi kemaslahatan manusia, niatkan bukan untuk meninggal dunia, tetapi untuk menjadi haji mabrur.
Bahkan, perang jihad fi sabilillah yang paling berpeluang bagi pelakunya untuk tewas pun tidak boleh diorientasikan untuk meninggal dunia. Hal ini karena jihad fi sabilillah tidak dimaksudkan untuk membuat kerusakan, termasuk merusak pribadi mujahidnya, melainkan justru untuk mempertahankan Islam agar tetap berjaya dan untuk menghindari fitnah. Namun karena jihad sangat dekat dengan kematian, maka para pelakunya harus setiap saat bersedia syahid.
Sebagian masyarakat yang memiliki keluarga penderita sakit jiwa ada juga yang diberangkatkan ke Tanah Suci. Tujuannya, dengan menyentuh Tanah Suci, diharapkan mereka bisa sembuh. Menghadapi jemaah yang demikian, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) menyiapkan ruang khusus untuk mereka. Bahkan, panitia menyiapkan dokter dan perawat khusus.
Saat seseorang berniat menunaikan haji, maka pancangkan bahwa niat berhaji hanya untuk menjadi haji mabrur. Mabrur maksudnya ibadah hajinya diterima dan diridhai Allah. Sesuai dengan hadits Nabi SAW. yang mengatakan, "Tidak ada pahala yang layak bagi orang yang hajinya mabrur, selain surga."***
[Ditulis oleh H. WAKHIDIN. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Sabtu (Kliwon) 9 Oktober 2010 pada kolom "GEMA HAJI"]
0 comments:
Post a Comment