Banyak orang mencari kebahagaiaan dan ketenangan jiwa di dunia gemerlapan sekarang ini. Namun sayangnya mereka banyak mencarinya terbatas pada dunia material. Memang dunia materi memiliki pengaruh dalam memberikan kebahagiaan, namun apakah ia adalah kebahagiaan yang sejati ? Bukankah banyak orang yang bergelimangan harta tapi kurang bahagia bahkan tidak merasakan kebahagiaan sejati. Kenapa banyak diantara mereka yang mencari kebahagiaan pada praktek pelarian dan penomena kecanduan narkotika dan obat-obatan terlarang ?
Betapa banyak orang yang secara sadar dan terpaksa menghinakan diri kepada orang-orang yang dianggap dapat memenuhi nafsu rakusnya terhadap harta. Sepanjang sejarah, banyak kisah tentang para penjilat dan kroni yang menghamba kepada kepentingan dan kekuasaan, walaupun harus mengorbankan kemuliaan dan harga dirinya. Lihatlah daiam Al-Qur'an kisah para pembesar kerajaan dan negeri yang sering disebut dengan istilah al-mala'. Mereka menjadi pioner dan eksekutor dari kebijakan zalim dan kediktatoran Fir'aun, Namrudz, dan lain-lain. Mereka menjual kehormatan dan nilai-nilai mulia kemanusiaannya untuk menolak dakwah rasul, bahkan memeranginya. Mereka menukar kemuliaan dengan kehinaan untuk menjadi stempel penguasa dan para pengguna kejahatan mereka.
Harga kehinaan harus dibayar dengan nilai-nilai yang sangat berharga dari kemanusiaan. Kenapa nilai-nilai kemuliaan itu tidak digunakan untuk menggapai kemuliaan dan membeli harganya ? Kenapa orang rela mengorbankan nyawanya untuk mendukung dan mengeksekusi kebijakan penguasa yang bertentangan dengan nuraninya dan nilai-nilai luhur kemanusiaannya ?
Harga Kebahagiaan Hati
Orang menjadikan dunia sebagai tujuannya tidak mungkin mendapatkan kebahagian dan ketenangan hati. Orang merasakan hal itu hanyalah orang yang menikmati ibadah dan memuliakan dirinya dengan kemuliaan yang dituntun oleh Allah. Islam mengajarkan bahwa yang menenangkan jiwa dan membahagiakan hati manusia adalah berdzikir kepada Allah, bertaqorrub kepada-Nya dan beribadah demi mendapatkan curahan rahmat-Nya. Saat itulah manusia akan menemukan hakekat kebahagiaan yang dicarinya dan orang yang merasakannya telah meraih kebahagiaan sejati.
Allah SWT. berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman, Katakanlah : "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Yunus : 57-58)قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Seorang ulama terkemuka Ibnu al-Qoyyim mengatakan, "Dalam hati terdapat serpihan-serpihan yang tak mungkin dikumpulkan kecuali dengan bertaqorrub (mendekat) kepada Allah SWT. Juga ada kegersangan yang tak mungkin dihilangkan kecuali dengan kerinduan kepada Allah di saat sendirian, di dalamnya terdapat kesedihan yang tak mungkin dihilangkan kecuali dengan ma'rifatullah (mengenal Allah) dan berinteraksi dengan-Nya. Dalam hati juga ada kegalauan yang tak mungkin ditenangkan kecuali dengan mendekat kepada-Nya dan di dalamnya juga terdapat api kesengsaraan yang tidak bisa dipadamkan kecuali oleh rasa ridlo kepada Allah dengan segala ketentuan, perintah dan larangan-Nya serta dengan kesabaran menunggu waktu bertemu dengan-Nya." (Kitab Madarijus Salikin, Juz III hal. 172)
Dzikrullah adalah harga yang harus dibayar dan cara paling utama untuk menggapai ketenangan dan kebahagiaan. Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatiah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar Ra'd : 28)Ibnu al-Qoyyim menyatakan, "Dzikir termasuk amalan yang memiliki kenikmatan yang tidak mungkin ditandingi ibadah yang lainnya. Seandainya seorang hamba yang berdzikir tidak mendapatkan balasan lain kecuali kenikmatan yang dihasilkan dari dzikir itu di hatinya, maka hal itu sudah cukup baginya. Oleh sebab itu majlis dzikir sering disebut sebagai taman surga,"
Malik bin Dinar berkata, "Tidak ada suatu kenikmatan yang dirasakan seperti yang ditimbulkan oleh dzikrullah, tidak ada amaian yang lebih ringan bebannya namun lebih besar kenikmatannya dan lebih menyenangkan hati daripada dzikrullah." (Al Wabil As Shoyyib hal. 78)
Sebaliknya orang yang mengabaikan dzikir kepada Allah sama dengan mencari kesengsaraan, kesempitan hidup dan kegelisahan. Dalam ayat lain Allah menegaskan,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thoha : 124)Para ulama berpendapat bahwa dzikir atau mengingat Allah ada dua macam :
- Pertama, dzikirnya seorang hamba untuk mengingat Rabbnya, hal ini akan menenangkan hati dan jiwanya. Bila hati tidak tenang dan jiwa tidak tenteram, maka tidak ada yang bisa menenangkannya kecuali dzikrullah.
- Kedua, dzikr dalam ayat tersebut di atas adalah Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut pendapat kedua ini, maka berinteraksi dengan Al-Qur'an secara maksimal adalah harga dan cara yang harus dilakukan untuk menghilangkan kegalauan, kesedihan dan kesempitan hidup.
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur) sedang mereka berdoa pada Tuhannya dengan rasa takut dan harap dan menginfakkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. As Sajdah : 16)Pada akhir malam dan waktu sahur adalah waktu dimana Allah turun ke langit pertama, dan Dia memuji setiap hamba yang beribadah dan beristighfar di waktu itu. Dia menjamin pengabulan setiap doa dan permohonan ampun.
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
"dan di akhir-akhir malam mereka meminta ampun kepada Allah." (QS. Adz Dzaariyat : 18)Hati yang selalu ingat kepada Allah, tersentuh dan bergetar karenanya, iman yang terus bertambah dan penyerahan diri disertai keridhaan terhadap segala takdir Allah setelah usaha maksimal dilakukan merupakan sifat-sifat lain yang melengkapi kebiasaan baik dalam pribadi mukmin.
Firman Allah SWT.,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
"Bila disebut nama Allah hati mereka menjadi bergetar dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfaal : 2)Setidaknya mereka memiliki sifat-sifat yang digambarkan Allah berikut ini,
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji Allah, orang-orang yang melawat (mencari ilmu pengetahuan atau berjihad) yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Maka berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. At Taubah : 112)Setiap mukmin yang merasakan kenikmatan bertaqarrub kepada Allah pasti tidak merasa cukup hanya dengan ibadah-ibadah wajib saja, namun menginginkan ibadah-ibadah tambahan seperti sholat sunnah atau nawafil. Mereka mendapatkan kekuatan cinta kepada Allah dan gemar beribadah sehingga sanggup menghadap Allah lebih lama dalam sholat malam dan berdzikir ketika semua orang sedang tidur untuk menjauhkan diri dari riya' dan kemunafikan.
Al-Banna berkata, "Iman yang jujur, ibadah yang benar dan bermujahadah menimbulkan cahaya dan kelezatan yang dipancarkan Allah dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya."
Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Di dunia ini ada surga, barangsiapa yang belum memasukinya maka tidak akan masuk surga di akhiratnya."
Diantara orang bijak dan mengenal Allah dengan baik mengatakan, "Kalau para raja dan anak-anak raja mengetahui kenikmatan yang kami rasakan pastiiah akan merebutnya dengan pedang-pedang mereka." (Madarijus Saalikin, Juz I hal. 488)
Wallahu a'lam.***
[Ditulis oleh : ABU AZKA, Lc. Tulisan disalin dari Buletin "TAFAKKUR" Edisi 14 Th. XI / Jumadil Awal 1432 H. / April 2011]
by :
0 comments:
Post a Comment